Buya Syafi’i Maarif: Fisipol Sebagai Barometer Politik Indonesia Dalam Berpolitik Santun

Yogyakarta, 22 Maret 2019—Ahmad Syafi’i Maarif atau yang  akrab dipanggil Buya Syafi’i menyambangi Fisipol untuk memberikan ceramah bertemakan “Berpolitik Santun” dalam rangka kegiatan Forum Pengajian UGM pada Jumat (22/3) di Auditorium Mandiri Gedung BB Lt.4 Fisipol UGM.Sebagai tuan rumah, Fisipol mengambil tema “Berpolitik Santun” yang dilatarbelakangi besarnya peran Fisipol sebagai  aktor yang terlibat pada politik sehari-hari  hingga di perpolitikan nasional.Muhammad Zaki Arobbi selaku Dosen Departemen Sosiologi dan sebagai moderator pun memulai ceramah Buya Syafi’i yang merupakan  tokoh akademisi dan  tokoh agama.

“Semua agama dasarnya membangun peradaban bukan kebiadaban,” ujar mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah ini.  “Perpolitikan saat ini merupakan teologi putus asa, hal ini ditandai dengan peradaban yang sangat merosot di Indonesia  sehingga kampus UGM  harus jadi panutan.  Kita perlu mencerahkan hati nurani yang saat ini sudah setengah lumpuh, banyak sekali politik pecah kebenaran,” ujarnya.

“Politik jangan dianggap serius, ini hanya perkara biasa apalagi di sistem demokrasi. Politik itu persoalan muamalah,  hubungan antar masyarakat yang baik tapi malah sekedar jadi teologi antara 01 dan 02. Fisipol Sebagai barometer politik Indonesia harus segera menjadi pelopor, kalau Fisipol adem InsyaAllah Indonesia juga adem.” ujar Buya Syafi’i yang  merupakan pendiri Maarif Institute.

Di sesi tanya jawab, Alfath Bagus alumni Fisipol tahun 2013 memberikan kritik sekaligus saran mengenai perhatiannya pada para dosen  yang terjun di perpolitikan nasional agar jangan sampai lupa akan tugasnya sebagai pendidik. Ia menyarankan  agar tidak terjebak pada  realitas politik, Fisipol perlu mengadakan mata kuliah etika politik maupun filsafat politik. Ia berharap desain etika politik bisa diajarkan sesuai lokalitas dan tidak menafikkan kemanusiaan.

Hal ini turut disetujui Buya Syafi’i agar masyatakat tidak berlarut-larut dalam pertikaian. Ia setuju bahwa etika dan filsafat politik merupakan hal yang perlu menjadi kurilum sebagai upaya mewujudkan politik yang santun.

Hal ini dilatarbelakangi banyaknya tokoh politik yang mengutamakan aspek kognitif semata dan berakhir pada kekuasaan yang tak bermoral. “Yang waras yang ngalah itu anggapan yang salah, kalau seperti itu nanti yang berkuasa yang tidak waras. Yang benar itu ketika ada yang kasar namun tetap santun,” ujarnya.

Sebagai penutup, Buya Syafi’i mengutip ayat QS. Yunus : 99 bahwa tiada paksaan dalam beriman, tugas kita sebagai manusia hanyalah saling mengingatkan.

Forum Pengajian UGM dibuka oleh Dekan Fisipol, Erwan Agus Purwanto yang menyambut para tamu pengajian yang terdiri dari karyawan, mahasiwa dan kalangan umum. Senada dengan Nizam, Dekan Fakultas Tenik selaku Ketua Forum Pengajian UGM, forum pengajian ini adalah sarana untuk menyambung ukhuwah tali silaturahmi antar fakultas. (/Afn)