DIFUSSION #7 CfDS  : Mengenal Internet of Things (IoT)

Yogyakarta, 13 September 2018—Center for Digital Society (CfDS) Fisipol UGM kembali menyelenggarakan acara rutin mereka yaitu DIFUSSION. Acara tersebut diadakan di Digilib Café dan dibuka oleh Tian selaku moderator pada pukul 13.23 WIB. Beberapa saat setelah acara dibuka, para peserta mulai berdatangan dan sedikitnya terdapat sekitar 30 orang yang turut hadir dan berpartisipasi dalam kegiatan diskusi ini. Dalam DIFUSSION kali ini, seperti biasanya terdapat tiga pembicara yang akan membawakan materi yang berbeda namun masih saling berkaitan. Ketiga pembicara tersebut adalah Ellyanty Priyanka (Research Assistant CfDS), Treviliana Eka Putri (Research Associate CfDS), dan Priscilla Asoka Kenasri (Research Assistant CfDS).Diskusi dibagi menjadi tiga sesi dimana masing-masing pembicara akan diberi waktu pada tiap sesi untuk memaparkan topik mereka. Pada sesi pertama, Elly menjelaskan mengenai apa itu IoT dan bagaimana IoT bisa menjadi sebuah ancaman. IoT sendiri merupakan perangkat-perangkat yang mampu menangkap, menyimpan, dan membagikan informasi dan saling terkoneksi dengan satu sama lain. Smartphone merupakan salah satu IoT yang dijadikan sebagai contoh dan merupakan IoT yang paling familiar dengan masyarakat saat ini. “Tujuan dari IoT itu sendiri adalah untuk membuat aktifitas manusia menjadi lebih efisien,” jelasnya. Namun dibalik keuntungan tersebut, IoT juga dapat menjadi ancaman, dimana IoT ini dapat dijadikan sebagai target, alat, dan saksi mata dalam berbagai tindakan kejahatan kriminal. Hal yang kemudian diusulkan adalah perlunya regulasi pemerintah untuk mengatur perlindungan data pribadi secara spesifik. Hingga saat ini, Indonesia masih belum memiliki regulasi yang mengatur hal tersebut.

Sesi kemudian dilanjutkan oleh Treviliana yang dibuka dengan sebuah video yang berbicara tentang bagaimana IoT dapat dijadikan sebagai alat dalam kekerasan domestik. Treviliana menjelaskan adanya hubungan antara kekerasan domestic dengan IoT. Contoh yang diberikan adalah saat seseorang mulai membagikan kata sandi atau data-data personal kepada pasangannya, data tersebut dapat dijadikan alat untuk melakukan kekerasan terhadap pihak terkait oleh pasangannya di kemudian hari. “Perangkat IoT bisa disalahgunakan untuk melakukan kekerasan domestik kepada pasangannya,” ujarnya. Maka dari itu diperlukan literasi digital bagi seluruh masyarakat sebagai upaya preventif sekaligus langkah perlindungan keamanan data. Namun meskipun demikian, adapula perangkat IoT yang memang dibuat dengan tujuan yang menyentuh ranah personal. Pada tahap ini, mulai muncul argumen bahwa lama kelamaan IoT seolah menghilangkan privasi dari semua orang yang menggunakannya. Hal ini yang kemudian disebut sebagai disrupsi, dimana tidak ada kejelasan antara privat-publik yang kemudian dapat mengubah definisi dari privat-publik itu sendiri.

Setelah itu sesi dilanjutkan oleh Priscilla yang membahas mengenai apakah perangkat rumah tangga berteknologi (Home AI) dan perangkat IoT yang kita gunakan benar-benar aman atau tidak. Produk Alexa digunakan sebagai contoh yang juga ditayangkan dalam video pembuka sesi ini. Priscilla mengatakan bahwa perangkat-perangkat tersebut dapat menangkap dan menyimpan segala hal yang dikatakan yang bisa jadi merupakan data sensitif. Dari situ, perangkat tersebut nantinya mampu mengetahui preferensi pribadi masing-masing pengguna. Dan hingga saat ini belum ada standar keamanan yang jelas untuk perangkat-perangkat tersebut. Meskipun demikian, Priscilla juga menekankan bahwa hal ini terjadi bukan karena sepenuhnya kesalahan perusahaan yang membuat produk tersebut. Hal yang dapat dilakukan pengguna adalah dengan menggunakan perangkat pengaman ketiga. Selain itu, untuk menghindari resiko peretasan dan penyalahgunaan data, pengguna dianjurkan untuk mengganti kata sandi secara berkali dan tidak menggunakan kata sandi yang sama untuk semua akun yang mereka miliki. Sedangkan dari level negara yang diperlukan adalah adanya regulasi untuk mengatur keamanan perangkat IoT. Amerika Serikat merupakan salah satu negara yang sudah merancang undang-undang untuk menetapkan standarisasi keamanan IoT.

Sesi tersebut kemudian sekaligus menjadi sesi penutup dari acara DIFUSSION kali ini. Acara ini tidak hanya diisi dengan sesi pemaparan materi saja, namun peserta juga dipersilakan untuk ikut berpartisipasi. Sama seperti beberapa acara diskusi CfDS lainnya, DIFUSSION kali ini mengusung konsep diskusi santai yang memberi kesempatan bagi setiap peserta yang ingin mengutarakan tanggapan atau pertanyaan. Acara yang berlangsung selama kira-kira dua jam ini kemudian ditutup oleh Tian pada pukul 15.00 WIB. (/Jkln)