Episode 1 Centang Biru Kewirausahaan Sosial: Dari Ide, Turun ke Eksekusi

Yogyakarta, 4 Juli 2020—Setelah berhasil mengadakan berbagai program kelas kewirausahaan, kali ini Kewirausahaan Sosial UGM kembali hadir dengan serial baru bernama program Centang Biru-Cerita tentang Bisnis dan Insight Terbaru. Sama seperti Seri Kuliah Kewirausahaan Sosial sebelumnya, seri Centang Biru ini juga ditayangkan melalui siaran langsung kanal Youtube Kewirausahaan Sosial UGM. Pada episode pertamanya, Centang Biru menghadirkan Delta Purna Widyangga, CEO sekaligus Co-founder dari QISCUS, sebagai pembicara untuk membahas topik “Dari Ide, Turun ke Eksekusi”.

Sebelum masuk ke penyampaian materi, Delta memperkenalkan dirinya terlebih dahulu. Tidak lupa, Delta juga memperkenalkan secara singkat start-up yang ia kelola, yaitu QISCUS. Sebagai pengantar, Delta memberikan pertanyaan mengenai peran paling penting bagi seorang founder start-up yang harus dijawab oleh para peserta melalui suatu situs. Jawaban para peserta beragam, ada yang menjawab dari segi sifat seperti kepemimpinan, hingga hal-hal teknis. Menanggapi jawaban-jawaban tersebut, Delta menjelaskan bahwa secara umum, ada dua peran penting bagi seorang founder start-up, yaitu know how to take off (the idea) dan surviving.

Perihal how to take off sendiri terdiri atas beberapa komponen yang masing-masing perlu dipertimbangkan. Selain ide, dalam proses take off ini keberadaan produk, tim, eksekusi, juga keberuntungan juga dibutuhkan. Nah, dalam episode ini, Delta lebih banyak membahas mengenai poin eksekusi yang terdiri atas talk to users, minimum viable product, dan product market fitsebagaimana yang dituliskan pada poster acara

Delta menjelaskan, poin talk to users akan selalu menjadi poin yang penting dalam pengembangan start-up, tidak hanya di awal saja. Tentu, para founder perlu mengidentifikasi siapakah users atau pengguna dari start-up mereka; apakah teman, rekan kerja, atau bahkan diri sendiri. Sebagai permulaan, jumlah yang sedikit pun tidak masalah. Ada banyak hal yang dapat dipelajari dari lima sampai sepuluh pengguna. Jangan lupa untuk menghargai para pengguna ini, tambah Delta. Delta juga menyarankan sebuah buku yang dapat dipelajari terkait talk to users ini, yaitu The Mom Test. Dalam buku ini, para pembaca diberikan contoh pertanyaan yang spesifik, tetapi tidak leading, yang cocok digunakan untuk talk to users.

Komponen selanjutnya adalah merilis minimum viable product (MVP). Kunci dari komponen ini adalah merilis sesuatu yang bisa digunakan pengguna dalam kehidupan sehari-hari. Karena bentuknya masih sangat sederhana, bahkan minimum viable product dapat berbentuk tidak seperti produk—boleh jadi semuanya masih serba manual, jelas Delta. Yang penting dalam merilis MVP adalah produk tersebut dapat menyampaikan tujuan yang diinginkan. Salah satu tahap dalam merilis MVP adalah prototyping. Dengan menggunakan beberapa framework seperti design thinking atau design sprint, tahap ini berguna kapan pun sebelum merilis produk kita, entah awalan, atau perbaikan-perbaikan setelahnya. Tahap ini membantu untuk mengetahui pengalaman pengguna dan mengetes solusi untuk permasalahan mereka sebelum merilis produk. Maka, tahapan yang terjadi di sini adalah rilis, mendapatkan masukan (melalui talk to users), memperbaiki produk, dan merilis kembali.

Setelah merilis MVP, yang dipertimbangkan berikutnya adalah product market fit. Product market fit sendiri adalah kondisi ketika start-up sudah membuat produk yang diinginkan orang-orang. Untuk mencapai kondisi ini, suatu start-up perlu mengetahui apakah produknya benar-benar dipakai oleh para pengguna atau tidak. Delta menjelaskan, untuk mengetahui hal tersebut, diperlukan suatu perhitungan dan alat ukur yang mana itu dapat berbeda tiap start-up. Tak luput pula Delta memberikan contoh perhitungan sederhana dari beberapa perusahaan start-up ternama, termasuk start-up miliknya—QISCUS.

Perhitungan awal guna mencapai product market fit perlu dilakukan secara mingguan. Pilihlah satu matriks primer, dapat berupa aktivitas pengguna atau penambahan penghasilan, untuk melihat perkembangan start-up secara mingguan setelah merilis MVP. Selanjutnya, gunakan tiga sampai lima matriks sekunder sebagai kontrol. Jika pengguna dari start-up masih sedikit, product market fit juga dapat dilihat dengan cara talk to users. Saran Delta, jangan berbicara mengenai growth jika produk memang belum terbukti berada pada kondisi product market fit.

Diskusi dilanjutkan dengan sesi tanya jawab dengan peserta yang secara terbatas bergabung pada Google Meet, dan ditutup dengan closing statement. Delta sedikit meringkas ulang materi yang tadi ia sampaikan. “Beberapa hal tadi adalah hal-hal yang menurut saya pribadi penting, dan hopefully dapat berguna untuk ke depannya,” pesan Delta. Mengakhiri diskusinya pada pukul 11.30 WIB, Delta memberikan beberapa rekomendasi buku dan tontonan yang dapat menginspirasi dalam mengembangkan start-up. Bagi yang ingin menonton ulang Episode 1 Centang Biru, baik potongan materi maupun versi lengkap, dapat menuju kanal Youtube Kewirausahaan Sosial UGM. (/hfz)