Hasil Kajian Lintas Disiplin atas Meninggal dan Sakitnya Petugas Pemilu 2019

Jakarta, 25 Juni 2019, Data dari KPU RI pada tanggal 4 Mei 2019 menyebutkan bahwa jumlah petugas pemilihan umum (Pemilu) 2019 yang meninggal sebanyak 440 orang. Sementara, petugas yang sakit mencapai 3.788 orang. Merespon kejadian tersebut, Universitas Gadjah Mada (UGM) dengan inisiasi dari Fakultas ISIPOL, Fakultas KKMK, Fakultas Psikologi, dan Fakultas Geografi telah menyelenggarakan kajian lintas disiplin untuk mengkaji hal tersebut. Fokus kajian ini adalah mengidentifikasi faktor risiko yang menyebabkan kesakitan dan kematian pada Petugas Pemilu dengan memperhatikan sebaran kematian dan situasi sosial-politik lokal. Kajian ini merupakan piloting dengan mengambil lokasi di D.I.Yogyakarta. Menurut data KPU DIY per 6 Mei 2019, ada 12 petugas meninggal dan 65 petugas sakit.Penyelenggaraan pemilu seharusnya tak memunculkan masalah sakit dan meninggalnya petugas, sehingga kejadian di atas harus dianggap sebagai sebuah kejadian luar biasa (KLB). Meskipun KLB tentu saja tidak direncanakan, tapi sebenarnya dapat diantisipasi.

Kajian ini menggunakan metode campuran (mixed-methods), yaitu kuantitatif dengan metode survei dan kualitatif dengan metode deskriptif. Survei dengan wawancara kuesioner dilakukan di seluruh kabupaten-kota yang ada di D.I. Yogyakarta, yaitu Kabupaten Bantul, Kabupaten Gunungkidul, Kabupaten Kulon Progo, Kabupaten Sleman, dan Kota Yogyakarta. Metode deskriptif dilakukan melalui observasi, studi pustaka, dan wawancara mendalam dengan menggunakan panduan wawancara pada beberapa informan kunci.

Populasi survei terbagi menjadi dua, yaitu Perwakilan Tempat Pemungutan Suara (TPS) dan Petugas Pemilu (KPPS; PPS & PPK di level kelurahan/ kecamatan/ kabupaten). Ada sebanyak 11.781 TPS di DIY dan sebanyak 400 TPS terpilih menjadi sampel dengan menggunakan teknik cluster random sampling. Sampel tersebut berfungsi untuk mengestimasi rerata beban kerja Petugas Pemilu. Secara spesifik, kajian ini juga menggunakan studi kasus kontrol untuk membandingkan kondisi kerja antara petugas yang sakit dengan petugas yang sehat, sehingga terpetakan faktor risiko yang turut menyebabkan kesakitan di antara petugas. Data yang digali antara lain beban kerja, riwayat penyakit selama satu tahun, gangguan kesehatan dalam 6 bulan terakhir, kebiasaan-kebiasaan berolahraga, merokok, konsumsi suplemen dan kopi, persepsi adanya tekanan dan ancaman, serta kecemasan yang dialami selama bertugas dalam kegiatan Pemilu. Untuk Petugas Pemilu yang meninggal, kajian ini melakukan otopsi verbal melalui wawancara terhadap anggota keluarganya. Otopsi verbal telah dilakukan terhadap 10 dari 12 kasus kematian di antara Petugas Pemilu di DIY. Otopsi tidak dilakukan pada satu petugas yang meninggal karena bunuh diri, dan pada petugas yang keluarganya menolak untuk diwawancarai. Otopsi dilakukan oleh tim dokter dari Departemen Kedokteran Forensik FK-KMK UGM. Hasil otopsi verbal dianalisis oleh panel ahli yang beranggotakan tiga dokter spesialis forensik konsultan untuk menentukan kemungkinan penyebab kematian.

Kajian ini menghasilkan beberapa temuan, antara lain:

A. Hasil Otopsi Verbal

  1. Seluruh petugas meninggal berjenis kelamin laki-laki, usia antara 46-67 tahun, 80% melaporkan adanya riwayat penyakit kardiovaskular, dan 90% kasus mempunyai riwayat merokok;
  2. Seluruh kematian terjadi secara natural;
  3. Tidak ditemukan indikasi adanya kekerasan maupun kejadian tidak wajar; dan
  4. Berdasarkan riwayat penyakit, tanda dan gejala kronologi kejadian sebelum petugas meninggal, dugaan penyebab kematian terkait dengan riwayat penyakit kardiovaskular yang diderita.

B. Temuan Survei

  1. Median beban kerja Petugas Pemilu berkisar antara 20-22 jam pada hari pelaksanaan Pemilu; 7,5 hingga 11 jam untuk mempersiapkan TPS; dan 8 hingga 48 jam untuk mempersiapkan dan mendistribusikan undangan;
  2. Ada sekitar 30% Petugas TPS di DIY yang melaporkan adanya kejadian yang mengganggu jalannya Pemilu;
  3. Sekitar 20% kejadian yang mengganggu jalannya Pemilu terkait dengan administrasi yang rumit, perhitungan suara, dan pengetahuan petugas yang secara spesifik dapat diminimalisir dengan manajemen bimbingan teknis (BIMTEK) yang lebih baik;
  4. Ada 9% keluhan dari Petugas Pemilu terkait dengan manajemen logistik;
  5. Dari total 212 Petugas Pemilu di DIY, baik yang sehat maupun sakit, 80% petugas menilai bahwa tuntutan pekerjaan penyelenggaraan Pemilu tergolong tinggi. Di samping itu, sebanyak 83% dari 212 Petugas Pemilu memiliki keterlibatan kerja yang tinggi. Akibatnya, mereka mengalami kelelahan ketika bertugas. Hal tersebut ditunjukkan dengan 74% petugas yang menganggap mereka berada dalam kategori kelelahan sedang hingga tinggi;
  6. Petugas Pemilu yang sakit dan sehat sama-sama terlibat penuh dalam penyelenggaraan Pemilu, tetapi mereka yang sakit merasa dituntut bekerja lebih tinggi. Hal tersebut dapat terlihat dari fakta bahwa sebesar 89,2% dari 74 Petugas Pemilu yang sakit merasa memiliki tuntutan kerja yang tinggi, sedangkan hanya sebesar 74,2% dari 138 dari Petugas Pemilu yang sehat yang merasa demikian. Kondisi tersebut mengakibatkan Petugas Pemilu yang sakit memiliki tingkat kelelahan yang lebih tinggi dibandingkan dengan petugas yang sehat.

C. Temuan Studi Kasus Kontrol atas Petugas yang sakit

  1. Berdasarkan temuan survei, terdapat 74 petugas yang menyatakan sakit, sedangkan berdasarkan data dokumen KPU DIY per 6 Mei 2019 terdapat 65 petugas yang terdata sakit. Sebanyak 70% dari 74 Petugas Pemilu yang sakit merupakan petugas KPPS, dan sebanyak 28% merupakan petugas PPS dan PPK; sisanya ialah Petugas Logistik;
  2. Petugas yang sakit berada pada rentang usia antara 19-70 tahun dengan rerata 42,5 tahun; 73% dari 74 petugas yang sakit berjenis kelamin laki-laki. Sebanyak 84% dari 74 petugas yang sakit mengaku memiliki pekerjaan di luar perannya sebagai Petugas Pemilu, dengan 70% (dari 62 petugas) diantaranya merupakan pekerja penuh waktu; dan
  3. Petugas yang sakit memiliki riwayat DM (Diabetes Mellitus), jantung, dan riwayat lebih dari 1 penyakit yang secara statistik meningkatkan risiko menjadi sakit pada Petugas Pemilu.

D. Temuan Lainnya

  1. Tak terlihat bekerjanya manajemen krisis yang cukup efektif di tingkat bawah. Penyelenggara pemilu di lapangan tak cukup mengetahui apa yang harus dilakukan jika terjadi hal-hal di luar perkiraan, termasuk sakitnya petugas.

Berdasarkan pemaparan di atas, maka kajian ini menyimpulkan, bahwa:

  1. Penyebab kematian petugas adalah natural dan diduga karena riwayat penyakit kardiovaskular yang dimiliki;
  2. Rerata beban kerja petugas KPPS sangat tinggi sebelum, selama, dan sesudah hari pemilihan;
  3. Adanya kendala terkait bimtek, logistik, dan kesehatan;
  4. Dampak beban kerja yang terlalu tinggi dan riwayat penyakit sebelumnya menjadi penyebab atau meningkatkan risiko terjadinya kematian dan kesakitan diantara Petugas Pemilu;
  5. Terdapat berbagai persoalan psikologis seperti kecemasan dan reaksi stres fisik yang dialami oleh para Petugas Pemilu, baik pada kelompok sehat maupun sakit. Permasalahan psikologis ini di antaranya terjadi karena tingginya keterlibatan kerja para petugas dengan beban kerja yang berlebihan, sehingga mengakibatkan kelelahan yang cukup tinggi. Khususnya pada kelompok petugas yang sakit, tuntutan lingkungan kerja yang tinggi menyebabkan adanya kecenderungan terjadi kelelahan secara fisik dan kecemasan;
  6. Diperlukan perbaikan manajemen krisis dalam penyelenggaraan pemilu di Indonesia, untuk mengantisipasi munculnya KLB semacam ini di masa depan.

Kajian ini merekomendasikan untuk:

  1. Melakukan pengecekan kondisi kesehatan, baik kesehatan fisik maupun mental saat proses rekruitmen petugas;
  2. Selama persiapan proses pemungutan suara, KPU diharapkan memberi pelatihan yang lebih optimal kepada para petugas, sehingga tidak terjadi kebingungan dalam pelaksanaan tugas yang dapat menjadi tambahan beban kerja bagi para petugas; dan
  3. Diperkuatnya manajemen krisis dalam Pemilu di Indonesia. Penyelenggara Pemilu bisa mulai menerapkan hal ini dalam penyelenggaraan Pilkada serentak 2020.

Tim Peneliti

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIPOL):

  • Dr. Erwan Agus Purwanto, M.Si.
  • Dr. Wawan Mas’udi
  • Dr. Abdul Gaffar Karim
  • Wahyu Kustiningsih, M.A.
  • Tim Unit Penelitian, Publikasi, dan Pengabdian kepada Masyarakat (UP3M) FISIPOL UGM

Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FKKMK):

  • Prof. dr. Ova Emilia, M.Med.Ed., PhD., Sp.OG(K)
  • dr. Yodi Mahendradhata, M.Sc., PhD.
  • dr. Riris Andono Ahmad, MPH., PhD.
  • dr. Citra Indriyani, M.PH.
  • dr. Risalia Reni Asanti, MPH
  • dr. Ahmad Watsiq Maula

Fakultas Psikologi:

  • Prof. Dr. Faturochman, M.A.
  • Drs. Helly Prajitno Soetjipto, M.A.
  • Fuad Hamsyah, S.Psi., M.A.
  • Rizqi Nur’aini A’yuninnisa, S.Psi., M.Sc.
  • Acintya Ratna Priwati, S.Psi., M.A.

Nara hubung: Unit Penelitian, Publikasi, dan Pengabdian kepada Masyarakat (UP3M) FISIPOL UGM Jl. Socio Yustisia No.2 Bulaksumur, Sleman, D.I.Yogyakarta Telp. 0274-563362 ext.154 / HP. 0853 2520 7676 (WA) Korespondensi dilayani jam kerja Senin-Jumat Pukul 08:00 – 16:00

(Rilis/)