Institusi Pendidikan Sudah Saatnya Mendukung Peningkatan Kualitas Startup

Yogyakarta, 7 Februari 2019—“Kekuatan Yogyakarta adalah kreativitasnya. Kreativitas di Yogyakarta inilah yang membantu perkembangan start up,” kata Arief Hidayat, Kepala Badan Kerjasama dan Penanaman Modal (BKPM), pada The Asia Entrepreneurship Training Programme, Kamis (7/2).

Dihadari oleh puluhan CEO startup dari berbagai wilayah di Indonesia, acara ini merupakan kerjasama antara Fisipol Creative Hub dengan UMG Idealab. Berlokasi di Auditorium Lantai 4 Fisipol UGM, pelatihan ini turut mengundang Max Weber, AETP Programme Manager, Kiwi Aliwarga, CEO dan Founder UMG Group, Aditya Nugraha, Operation Manager IDX Incubator, dan Neil El Himam, Direktur Infrastruktur TIK BEKRAF, sebagai pembicara.

Dalam acara tersebut, Arief menyebutkan bahwa selain kreativitas, keterlibatan institusi pendidikan juga berperan dalam meningkatkan kualitas start up di Yogyakarta. Karena itulah dibutuhkan ekosistem yang baik untuk startup di Yogyakarta, dan harapannya, di Indonesia.

“Kita memiliki mimpi yang sama untuk perkembangan ekosistem startup, tapi yang penting adalah bagaimana cara mencapai mimpi itu,” kata Arief.

Selaras dengan Arief, menurut Kiwi, anak muda0 di Indonesia sangatlah kreatif. “Tapi sayangnya, saking kreatifnya, kadang malah jadi tidak disiplin,” kata Kiwi.

Padahal, berdasarkan Google VC Outlook, total investasi di Indonesia meningkat sebanyak 64 kali dalam kurun waktu 5 tahun. Indonesia juga merupakan populasi digital terbanyak di ASEAN dan menempati peringkat kelima secara global.

Selain itu, 99% akses internet juga dilakukan melalui mobile devices. “Hal ini merupakan kesempatan untuk mengembangkan berbagai startup digital,” kata Neil.

Menurut Neil, perkembangan startup di Indonesia juga masih menghadapi berbagai tantangan. Tantangan pertama yakni luasnya wilayah Indonesia dengan 17.504 pulau. Kualitas dan kuantitas sumber daya manusianya pun masih belum memadai. Demikian juga dengan dengan infrastuktur teknologi informasi dan komunikasi yang belum menjangkau seluruh wilayah terpencil di Indonesia.

Neil juga mengatakan bahwa kebijakan dan regulasi di Indonesia masih cenderung tertinggal dengan kondisi saat ini. “Ditambah lagi, banyak yang membuat hal yang serupa. Waktu awal Gojek muncul, lahir berbagai startup yang meniru Gojek. Ini tidak membuat adanya diferensiasi,” kata Neil.

Neil menjelaskan, salah satu kunci menciptakan startup adalah mencari tahu bagaimana caranya merubah masalah menjadi peluang.

“Indonesia memiliki jutaan masalah di berbagai bidang, kesehatan, pendidikan, agronomi, dan masih banyak lagi. Seharusnya juga semakin banyak solusi alternatif dengan munculnya berbagai startup,” kata Neil. Karena itulah kesempatan dan peluang yang dimiliki startup sangatlah tidak terbatas.

“Bekraf berharap dapat terciptanya ekosistem dimana startup bisa saling bergabung dan berjejaring untuk terwujudnya ekosistem digital Indonesia yang saling berkolaborasi, bekerjasama, dan bersinergi,” kata Neil.

Selain berbagai tantangan yang diungkapkan oleh Neil, menurut Aditya permasalahan lain dari startup adalah perihal pendanaan.

“Bursa Efek Indonesia menyiapkan infrastruktur untuk mempertemukan antara perusahaan atau startup dengan para investor melalui sistem Go Public,” kata Aditya.

Go Public merupakan salah satu alternatif untuk mencari pendanaan bagi startup yang baru berkembang dengan menawarkan saham startup tersebut kepada para pemegang saham.

“Melalui Go Public, kami berusaha menciptakan ekosistem yang mendukung startup dan small-medium enterprise,” kata Adit.

Acara pelatihan ini memang diadakan bertujuan untuk menghubungkan CEO startup dengan pemegang saham. Luthfi, selaku Koordinator Acara, menjelaskan bahwa program ini merupakan bentuk kerjasama UMG Idealab dengan ETH Zurich.

“Dari ETH Zurich ingin mencari 10 startup di Indonesia untuk diinkubasi selama 6 bulan, 5 bulan di Indonesia, dan 1 bulan di Switzerland. Selama 5 bulan diinkubasi di Indonesia ini akan mendapatkan inkubasi yang cukup intens dari beberapa pihak seperti vendor capital, inkubator, dengan tujuan agar siap ketika dibawa ke Switzerland,” kata Luthfi.

Setelahnya, startup yang diberangkatkan ke Switzerland akan pitching dihadapan vendor capital Switzerland yang sudah dipilih dan sesuai dengan tujuan startup. Luthfi mengatakan, selain di Indonesia, di Switzerland sendiri juga sedang dilangsungkan program serupa dimana akan dicari 10 startup yang dibawa ke vendor capital Indonesia.

“Tujuan utama program ini adalah terciptanya hubungan baik dan kerjasama antara startup di Switzerland dan di Indonesia. Selain itu juga untuk membuka relasi dan inovasi digital yang berkembang dan saling berkesinambungan antara Indonesia dan Switzerland” kata Luthfi.

Program ini berusaha mengenalkan investor-investor dari Switzerland dan Indonesia bagi masing-masing startup. Hal ini membuktikan bahwa pasar bisnis digital di Indonesia sangatlah berkembang.

“Kita berharap startup-startup ini akan mendapatkan sumber pendanaan yang lain juga selain dari investor Indonesia,” kata Luthfi.

Luthfi menjelaskan, alasan Yogyakarta dipilih sebagai lokasi acara karena banyaknya startup yang potensial di Yogyakarta namun belum banyak terdengar oleh investor besar. (/hsn)