Menjadi Problem Solver Berlandaskan Data, Kunci Menjadi Sociopreneur di Era Digital

Yogyakarta, 13 November 2018 – Soprema 2018 menyelenggarakan Seminar Nasional yang bertajuk “Optimalisasi Wirausaha Sosial Muda di Era Disrupsi Digital” yang dihadiri oleh ratusan peserta, baik dari kalangan sociopreneur maupun pelajar/mahasiswa.Optimalisasi harus dilakukan selama masih muda “Be a problem seeker and problem solver, jadikanlah peluang. Contohlah Gojek yang sekarang sudah jadi unicorn.  Carilah diferensiasi dan potensi dari suatu masalah,” tutur Goris Mustaqim, Presiden ASGAR Foundation.

Goris menilai milenial saat ini terbagi menjadi dua karakter, yang tertarik di bidang entrepreneurial dan mereka yang tertarik untuk ikut memberikan social impact  melalui social enterprise.

Selain itu, dalam mengoptimalisasi bisnis di era disrupsi, Anggoro, Staf Ahli Talent Development MIKTI menyampaikan gagasan mengapa potensi sociopreneur perlu dikembangkan. “Disruption gak selalu tentang keberlimpahan, tapi juga munculnya kesenjangan sosial dan munculnya kebalikan dari disruption, yaitu ‘destruction’,” ujar Anggoro.

Digital revolution itu sangat radikal, mendekatkan para insitusi korporat maupun pemerintah melalui fintech hanya dengan aplikasi, tapi bisa mengancam. Maka bagaimana sociopreneur tetap bisa ada? ,” tanya Anggoro memantik peserta.

Maka, dalam membangun sociopreneur, ada tiga langkah yang harus dilakukan. Pertama, create content impactful. Kedua, show new experience, dan yang ketiga, seek core value.

Dalam mengeksplor model bisnis, ada tiga cara pula yang diberikan Anggoro. Pertama, kuasai model bisnis. ”Ada blockchain yang bisa membantu untuk melihat pasar,” kata Anggoro.

Kedua, integrate with big data. “Suatu ide akan percuma tanpa data, hanya jadi asumsi nantinya. Gunakanlah data sebagai core atau senjata dalam bisnis, bisa pakai Media Analitic, Social Network Analitic dan lainnya. Sebenernya asik kalo udah aware sama big data,” ujar Anggoro.

Ketiga, collaborate all sector. ”Kerjasama dan membuat narasi yang baik sangat memengaruhi penjualan. Contohnya Jokowi yang pakai sepatu lokal NAH Project beberapa waktu lalu langsung permintaannya eksponensial. Story telling is the key,” kata Anggoro.

“Beri nilai pada produk, narasikan lah bahwa produk yang kita bawa handmade, limited, dan lainnya. Hal seperti ini sangat  berpangaruh pada konsumen,” ujar Anggoro.

Selanjutnya, Goris Mustaqim, Presiden ASGAR Foundation memaparkan materi bagaimana pemuda berperan dalam sociopreneur.

Seminar yang diselanggarakan di Fisipol UGM ini dibuka oleh Muhammad Najib Azca selaku Direktur YouSure Fisipol UGM. Najib menuturkan bahwa UGM sangat mendukung kegiatan pengembangan kewirausahaan. Pasalnya sejak tahun 2015, UGM telah mencanangan diri sebagai Entrepreneurship University.  (/Afn)