Peduli Learning Group (PLG); Inklusi Sosial untuk Kewargaan Demokratik

Yogyakarta, 10 Desember 2019—Fisipol UGM adakan Peduli Learning Group (PLG) yang bertajuk “Inklusi Sosial untuk Kewargaan Demokratik”. Bekerjasama dengan The Asia Foundation, acara ini merupakan bentuk tindak lanjut dari kegiatan riset pemadatan Inklusi Sosial dan Kewargaan, tema riset unggulan FISIPOL UGM. Berlokasi di Fisipol UGM, acara ini berlangsung selama 2 hari pada 9-10 Desember 2019.

“Kami menggandeng enam departemen yang ada di Fisipol UGM, kemudian mencoba merumuskan pendekatan apa yang cocok untuk digunakan dalam riset inklusi sosial. Maka, forum ini akan menjadi diseminasi bagi hasil riset kami,” ungkap Nurhadi, penasihat Tim Riset Inklusi Sosial dan Kewargaan.

Tim riset sendiri sudah terbentuk sejak awal 2019 di mana tim berupaya merumuskan kerangka analisis tentang inklusi sosial dan kewargaan demokratik berbasis kajian terhadap teori-teori yang ada. Penelitian dilakukan di Bandung, Makassar, dan Yogyakarta, bersama dengan komunitas dan organisasi yang menjadi bagian dari Program Peduli. Fokus studi kali ini adalah anak-anak yang dilacurkan (AYLA), waria, penyintas pelanggaran HAM berat 1965, dan orang dengan disabilitas.

Selain bentuk diseminasi hasil penelitian, acara ini juga bertujuan untuk membangun pengembangan pengetahuan dan advokasi inklusi sosial. Selain itu juga untuk membangun jaringan akademisi dan aktivis demokrasi inklusif di Indonesia.

Acara ini memang ditujukan untuk menjabarkan inklusi sosial sebagai sebuah kerangka analisis, praktik, dan proses kolaborasi. Sebagai kerangka analisis yakni untuk membangun dialog dan diskusi mengenai topik. Sebagai praktik untuk mengeksplorasi berbagai peluang dan tantangan yang muncul dalam praktik kerja inklusi sosial. Sebagai proses kolaborasi untuk merusmuskan potensi agenda kolaborasi lintas-sektor, multi-aktor, dan inter-disiplin.

Peserta kegiatan datang dari berbagai kalangan. Mulai dari tim riset itu sendiri dan perwakilan akademisi dari berbagai universitas di seluruh Indonesia. Peserta kemudian mengikuti rangkaian acara panel dan diskusi selama 2 hari.

Pada hari pertama, acara dimulai dengan penyajian hasil riset yang dilakukan oleh Ulya Niami Efrina Jamson, M.A. (DPP), Ayudiasti Rahmawati, M.A. (HI), serta Gilang Desti Parahita, M.A. (Ilmu Komunikasi). Materi yang sudah disampaikan kemudian ditanggapi oleh akademisi dan praktisi yang memiliki kepekaan terhadap isu Inklusi Sosial dan Kewargaan. Acara dilanjutkan dengan diskusi untuk menjaring pertanyaan, saran, dan kritik tentang isu-isu inklusi sosial. Acara ditutup dengan pemutaran film bertajuk “Sebelum Berangkat.”

Pada hari kedua, peserta dibagi menjadi kelompok-kelompok untuk kemudian melakukan diskusi kelompok secara paralel. Isu yang didiskusikan adalah isu penting dari hari pertama. Setelah itu, peserta akan melakukan presentasi hasil dari diskusi kelompok yang sudah dijalani.

Saat diskusi kelompok, salah satu isu yang dibawa adalah mengenai model dan strategi penanganan kasus inklusi sosial. Disarankan dalam diskusi tersebut bahwa masyarakat harus turut ikut berpatisipasi melalui advokasi dan dukungan untuk terus terlibat dalam proses penguatan dan mencari solusi dari masalah yang dihadapi. Selain itu, negara juga diharapkan untuk melibatkan masyarakat dalam pengambilan kebijakan sehingga tidak terjadi penolakan dari masyarakat dan dapat menjadi solusi dari masalah inklusi. Yenny selaku Direktur Program Peduli berharap untuk ke depannya akan lebih banyak dukungan dari para pemuda yang berasal dari berbagai perguruan tinggi di berbagai wilayah untuk mewujudkan inklusi sosial. (/hsn).