Serial Diskusi #3 “Penanganan Krisis Covid-19” Fisipol UGM: Di Tengah Pandemi, Infodemic Tak Kalah Berbahaya

“…infodemic…spreads faster and more easily than this virus” (Tedros Adhanom Ghebreyesus, Direktur Jenderal – World Health Organization (WHO).

Pernyataan di atas menunjukkan bahwa dalam krisis Covid-19, pemerintah dan masyarakat tak hanya menghadapi virus, melainkan juga infodemic.

Infodemic ialah segala informasi yang tidak dapat dilacak kebenarannya, terutama yang beredar di tengah kondisi emergensi kesehatan. Hal semacam itu timbul akibat ketidakmampuan pemerintah menyediakan informasi yang akurat dan dapat menjadi pegangan bagi masyarakat.

Hasil kajian Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) yang dirilis pada Selasa (7/04/20) lalu menunjukkan bahwa dalam menangani krisis, pemerintah masih melakukan beberapa blunder. Blunder tersebut antara lain ialah anggapan remeh para pejabat pemerintah terhadap ancaman Covid-19 di awal masa penyebaran dan seringnya pejabat mengeluarkan pernyataan yang bertolak belakang. Temuan tersebut menunjukkan bahwa dalam menangani krisis, pemerintah belum mampu mengelola informasi dan menerapkan komunikasi publik secara tepat.

Pada masa krisis, derasnya arus informasi kian tak terbendung. Hal tersebut seringkali justru mengaburkan kebenaran informasi itu sendiri. Di tengah kondisi semacam itu, diperlukan rasa aman dan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Untuk itu, penerapan komunikasi publik yang efektif dan ketersediaan informasi terpercaya menjadi tanggungjawab pemerintah dalam penanganan krisis.

Urgensi Komunikasi Publik di Masa Krisis Kesehatan

Merespon hal tersebut, pada Serial Diskusi #3 yang dilaksanakan Selasa (7/04/20) lalu, dua dosen Departeme Ilmu Komunikasi UGM, Hermin Indah Wahyuni dan Kusridho Ambardi, menjelaskan beberapa urgensi komunikasi publik berikut rekomendasi bagi pemerintah guna meminimalisir infodemic di tengah krisis Covid-19.

Menurut Hermin dan Kusridho, setidaknya terdapat empat urgensi komunikasi publik bagi pemerintah dalam penanganan krisis Covid-19.

Pertama, carut marut komunikasi publik di masa krisis. Situasi ini melahirkan kekacauan informasi publik atas situasi krisis, yang akan menyebabkan kebingungan dan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Lebih jauh, hal tersebut juga semakin menyuburkan tersebarnya infodemic.

Kedua, kegagalan masyarakat menangkap informasi yang akurat. Hal tersebut menyebabkan hilangnya kemampuan masyarakat untuk memahami persoalan dan menyikapi wabah dengan tepat. Kesalahpahaman tentang pola penyebaran virus, misalnya, dapat menyebabkan masyarakat ikut menyebarkan virus. Begitu pula dengan informasi yang tidak komprehensif atas prosedur pemakaman korban Covid-19, misalnya, justru melahirkan reaksi masyarakat yang berlebihan.

Ketiga, terhambatnya implementasi kebijakan akibat kelemahan komunikasi publik. Lemahnya komunikasi publik dalam penanganan krisis ditunjukkan dengan ketidakselarasan pernyataan antarpejabat publik, sehingga menyulitkan proses implementasi kebijakan. Ketidakjelasan informasi mengenai perlu tidaknya lockdown dan larangan mudik, sebagai contoh, menunjukkan kelemahan komunikasi publik yang berpengaruh pada implementasi kebijakan pemerintah.

Keempat, tidak adanya kanal tunggal informasi publik. Masalah ini, salah satunya, ditunjukkan dengan tidak adanya satu rujukan kanal informasi (misalnya dalam bentuk official website) yang dari awal dipersiapkan pemerintah untuk memuat berbagai informasi mengenai Covid-19. Hal tersebut berdampak pada ketidakmampuan berbagai pihak, Tidak adanya rujukan informasi membuat berbagai pihak mengambil langkah-langkah mandiri yang tidak sepenuhnya berbasis data yang akurat.

Rekomendasi: Meminimalisir Infodemic, Mengembangkan Komunikasi Publik yang Efektif

Guna mengatasi masalah-masalah tersebut, Hermin dan Kusridho, bersama Poppy S. Winanti (Dosen Departemen Hubungan Internasional UGM) dan Wawan Mas’udi (Dosen Departemen Manajemen dan Kebijakan Publik UGM), merumuskan beberapa rekomendasi bagi pemerintah guna meminimalisasi penyebaran infodemic dan mengoptimalisasikan pelaksanaan komunikasi publik yang efektif di tengah krisis Covid-19. Beberapa rekomendasi tersebut tertera seperti di bawah ini:

  1. Penerapan prinsip-prinsip utama dalam komunikasi publik.

Di masa krisis, perlu dikembangkan komunikasi publik yang akurat dan cepat guna meminimalisasi rumor dan kesalahpahaman. Oleh karena itu, pemerintah hendaknya mengembangkan kemampuan dalam menyediakan informasi yang memadai, dengan berpegang pada prinsip keterbukaan, kesegeraan, konsistensi, dan akurasi.

  1. Pengelolaan dan penataan ulang pusat informasi publik

Untuk menopang komunikasi publik, diperlukan ketersediaan sistem informasi berbasis data yang valid, dalam system yang terintegrasi. Pusat informasi semacam itu dapat menjadi rujukan bagi masyarakat dalam membentuk insting survival di tengah pandemi.

  1. Penerapan prinsip leadership dalam komunikasi public

Guna menerapkan komunikasi publik yang efektif di masa krisis, diperlukan leadership yang kuat. Hal tersebut dibutuhkan guna memberi panduan bagi semua pihak yang terlibat dalam penanganan krisis. Kuatnya leadership akan memastikan pejabat publik tidak mengeluarkan pernyataan yang bukan kompetensi dan kewenangannya, serta saling bertentangan satu sama lain.

  1. Jaminan akses publik atas informasi krisis

Informasi tentang krisis hendaknya menjadi pengetahuan bersama, bukan hanya bagi pemerintahan namun juga masyarakat luas. Adanya informasi yang setara bagi publik akan memudahkan pengambilan kebijakan sekaligus memastikan kebijakan berjalan efektif. Menimbang kondisi sosial dan geografis Indonesia yang beragam, perlu dikembangkan sistem komunikasi publik supaya dapat menjangkau seluruh kawasan dan lapisan masyarakat.

  1. Ketegasan dalam mengontrol misinformasi dan disinformasi

Misinformasi dan disinformasi merupakan ancaman pada situasi krisis. Untuk itu, pemerintah perlu mengembangkan sistem pendeteksi misinformasi dan disinformasi mengenai Covid-19, serta menyiapkan counter informasi yang valid. Melalui langkah ini, masyarakat akan memperoleh rujukan informasi yang jelas dan terpercaya.

  1. Penguatan peran media massa (digital dan konvensional) dalam advokasi krisis.

Media massa memiliki peran krusial dalam menyebarkan informasi karena kemampuannya menjangkau masyarakat luas. Selain menjalankan fungsi kritisnya dengan melihat kelemahan penanganan krisis oleh pemerintah, media massa juga perlu melakukan edukasi publik terkait Covid-19. (/Snr)