Talkshow PPSMB Society 2018 : Peran Pemuda di Era Disrupsi

Yogyakarta, 8 Agustus 2018— Berkaitan dengan fenomena disrupsi di era digital, dimana kegiatan manusia berpindah dari dunia nyata ke dunia maya, Talkshow PPSMB Society 2018 mengangkat tema “Peran Pemuda di Era Disrupsi”. Talkshow yang digelar dalam rangkaian PPSMB Society 2018 pada Rabu (8/8) ini mengundang Dahlia Citra Buana, ia merupakan alumni Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisipol) UGM yang pernah dikenal sebagai salah satu produser di Metro TV.  Talkshow yang berlangsung sekitar satu jam tersebut dimoderatori oleh Presiden Mahasiswa UGM, Obed Kresna.

Citra merupakan alumni Jurusan Politik dan Pemerintahan (JPP) angkatan 1996. Mengawali karier pada tahun 2008 di dunia pertelevisian, Citra pernah menjadi koordinator liputan hingga akhirnya dikenal sebagai produser di balik program kenamaan Metro TV, Mata Najwa. Dalam sesi talkshow tersebut, Citra menceritakan berbagai pengalamannya yang didapat dari Mata Najwa. Hal paling menarik yang diceritakan adalah mengenai sepak terjang Mata Najwa itu sendiri. Berangkat dari program TV yang tidak terlalu digemari karena dianggap terlalu serius, hingga akhirnya menjadi program TV yang selalu dinanti-nanti.

Adapun tantangan yang harus dihadapi adalah bagaimana cara mengemas konten yang sedemikian rupa supaya Mata Najwa dapat tetap bersaing dengan program TV lain yang dinilai lebih santai dan menarik. “Kuncinya adalah kerja tim dan standar tertinggi,” ujarnya. Kepada mahasiswa baru Fisipol UGM, Citra juga mengatakan bahwa sebelum melakukan on-air, tim akan melakukan pre-wawancara dengan narasumber. Hal tersebut dilakukan supaya Najwa dan tim dapat mengetahui jawaban narasumber terlebih dahulu dan memudahkan mereka untuk melakukan cross-check apabila ternyata narasumber mengatakan jawaban berbeda dengan fakta yang ada.

Hal lain yang dilakukan tim untuk mengemas nilai dan konten adalah menggunakan pemaknaan. Mengambil contoh dari episode Kartu Kuning Jokowi, Citra mengatakan bahwa fokus dari episode tersebut adalah mahasiswa. Sehingga yang kemudian dilakukan adalah mendudukan para perwakilan mahasiswa di panggung utama untuk berdiskusi terkait fenomena politik Indonesia saat itu, sembari menempatkan para politikus di kursi penonton yang mana berada di bawah panggung utama. Dengan begitu, Mata Najwa berusaha untuk menyampaikan bahwa mahasiswa juga berhak untuk mendapatkan tempat dan wadah supaya lebih terlihat dan terdengar.

Tantangan lain yang harus dihadapi tentunya adalah tekanan politik. Seperti yang banyak dari kita ketahui, Mata Najwa sendiri merupakan program TV diskusi yang membahas suatu isu politik secara tajam. Dari situlah kemudian muncul banyak tekanan politik. Bukannya gentar, Citra melihat bahwa hal tersebut sudah menjadi risiko yang harus ditanggung demi menciptakan suatu program TV sebagai wadah diskusi yang kritis, sesuai prinsip Mata Najwa sendiri, yaitu program diskusi. “Penting bagi kita untuk menyarakan isu-isu sesuai prinsip yang kita pegang,” pesan Citra kepada para mahasiswa.

Acara talkshow kemudian dilanjutkan dengan sesi tanya jawab. Para peserta dipersilakan untuk mengajukan beberapa pertanyaan. Pada sesi ini, sangat terlihat bahwa para mahasiswa tertarik untuk mengetahui dilema bekerja di media, cara mempertahankan ideologi, hingga strategi yang perlu dilakukan dalam pengemasan konten. Citra mengatakan bahwa ideologi suatu media memang tidak dapat dihindarkan. Akan tetapi, seorang pelaku media atau jurnalis juga perlu untuk memiliki ideologi yang harus dipegang. “Apabila semua tidak lagi sejalan dengan ideologi kita, keluar adalah cara kita bertanggung jawab dengan pekerjaan kita,” jawab Citra pada saat sesi diskusi. Acara kemudian diakhiri dengan sesi foto bersama dan pemberian kenang-kenangan oleh Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiswaan, Wawan Mas’udi. (/Grace)