
Sepanjang 2010-2016, LBH mencatat masih ada 26 kasus pelanggaran HAM bidang sosial politik yang belum tuntas. Sementara itu, pelanggaran hak atas tanah masih terjadi di Kulonprogo, Watukodok dan Parangkusumo. Pembubaran diskusi, perampasan tanah dan penyerangan rumah ibadah yg dilakukan baik oleh pemerintah maupun kelompok vigilante nampaknya menjadi pekerjaan rumah yg berat. Banyaknya pelanggaran HAM bukan berarti minimnya perjuangan menegakkan hak asasi. Diskusi sudah digelar aktivis disana-sini. Kampanye mulai dari media sosial, pemutaran film hingga turun ke jalan pun sudah dilakukan. Tapi sudahkah kita satu suara dalam mengawal isu HAM?
Jika kita menilik sejarah Indonesia, berbagai perubahan-perubahan besar hampir selalu berkelindan dengan peran massa, mobilisasi massa, dan aksi massa. Era pergerakan dalam merebut kemerdekaan dan gerakan revolusi sosial Indonesia pada awal kemerdekaan, peran gerakan massa rakyat ini menjadi penting. Namun paska peristiwa kontra-revolusi ditahun 1965, regim Orde Baru melakukan demobilisasi gerakan, yaitu dengan menghambat dan melarang keterlibatan rakyat dalam politik turun ke jalan yang melibatkan gerakan massa. Konsep “massa” kemudian dilencengkan oleh regim Soeharto sebagai sesuatu yang bersifat merusak, brutal, terbentuk akibat provokasi, dan sesuatu yang negatif lainnya.




.jpg)


