Kecemasan dan Bagaimana Menghadapi Corona di UGM

Sejak awal tahun, banyak orang mengalami kecemasan. Wabah virus yang diketahui berasal dari sebuah pasar hewan dan ikan laut di Provinsi Hubei, Kota Wuhan, Republik Rakyat Cina, menyebar dan memakan banyak korban di berbagai negara. Novel Coronavirus (selanjutnya disebut Corona), nama virus itu, hadir sebagai kejutan awal tahun dan menjadi momok masyarakat dunia.

Dilansir dari Kompas.com, hingga Minggu, 1 Maret 2020 siang, jumlah kasus Corona yang telah terkonfirmasi di seluruh dunia adalah sebanyak 86.986 dengan 2.979 kematian dan 42.294 pasien yang sembuh. Selama beberapa waktu ke depan, angka itu bisa jadi jauh lebih buruk, atau sebaliknya. Akan tetapi, fakta bahwa kecemasan tak hanya meliputi Wuhan—kota tempat asal-mula Corona muncul, namun juga menimpa kota-kota di berbagai belahan dunia tak boleh diragukan lagi.

Di linimasa Twitter, muncul kabar bahwa orang-orang berduit di Jakarta mulai menyerbu mall-mall dan memborong habis masker, makanan siap saji, dan banyak keperluan sehari-hari. Sebab perilakunya itu, mereka bisa dengan tenang berlindung dan njingkrung di dalam rumah selama beberapa minggu. Di sisi lain, hal itu membuat harga-harga barang melambung. Kelangkaan hampir terjadi di mana-mana. Harga masker yang sebelumnya tak lebih mahal dari semangkuk mie ayam dijual setara dengan harga Sepatu Compass. Orang-orang dengan tingkat ekonomi rendah menyebut bahwa para pemborong adalah kapitalis yang tak berperikemanusiaan.

Masalah-masalah semacam itu disebabkan oleh apa yang disebut Sigmund Freud sebagai objective anxiety: ia datang ketika seseorang merasa cemas atau takut terhadap bahaya yang mungkin mengancam dirinya di dunia nyata. Di masa genting seperti sekarang, banyak orang takut kalau setelah menghirup udara di kerumunan atau menyalami orang asing ketika bekerja, Corona bakal masuk ke pori-pori kulit mereka dan membuat mereka meninggal. Alhasil, orang-orang dengan kekhawatiran berlebih akan melakukan segala sesuatu untuk merasa aman secara psikologis. Dan itu, sayang sekali, menghalangi banyak orang buat memperoleh hal yang sama.

Kecemasan semacam itu, tak terkecuali, juga menimpa banyak orang di kampus Fisipol UGM. Beberapa mahasiswa terlihat berlalu-lalang mengenakan masker, dan mereka mungkin berjalan sambil menyimpan ketakutan. Di samping itu, mahasiswa-mahasiswa asing bisa ditemui di hampir setiap sudut. Glorifikasi pemberitaan media yang menyebut bahwa penyebaran Corona hampir selalu berasal dari warga negara asing membuat kita cemas dan memendam kecurigaan.

Meskipun begitu, perlu kita ketahui bahwa salah satu hal yang bisa menjadi obat kecemasan adalah rasa aman. Untuk itu, pencegahan dan penanganan yang tepat terhadap penularan Corona tentu jadi hal penting. Dilansir dari Tirto.id, penggunaan masker memang menjadi salah satu sarana utama untuk menghalangi penularan virus atau bakteri ke dalam tubuh melalui mulut atau saluran pernapasan. Namun, untuk kasus Corona, Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyarankan agar masker digunakan oleh mereka yang sedang sakit, terutama dengan gejala yang mirip influenza. Masih dilansir dari Tirto.id, Corona dapat menular melalui cairan yang keluar saat seseorang bersin atau batuk. Maka dari itu, penggunaan masker untuk mencegah penularan akan lebih efisien jika diterapkan pada pasien yang sedang sakit.

Berkenaan dengan hal tersebut, pada Jumat, 28 Februari lalu, Prof. Ir. Panut Mulyono (Rektor Universitas Gadjah Mada) mengeluarkan surat edaran tentang Kewaspadaan Dini Terkait Corona. Dalam surat tersebut, seluruh sivitas UGM diimbau untuk melakukan hal-hal sebagai berikut:

  1. Menangguhkan perjalanan ke luar negeri untuk urusan yang dapat ditunda, terutama di negara-negara terdampak Corona.
  2. Bagi yang baru saja melakukan perjalanan ke luar negeri (terutama Cina, Korea, Jepang, Australia, Malaysia, Singapura, Korea, Vietnam, Thailand, India, Amerika Serikat, Kanada, Italia, Jerman, Prancis, Kuwait, Inggris, Iran, Uni Emirat Arab, Bahrain, dan Belanda) hendaknya membatasi interaksi dengan sivitas UGM lainnya maupun anggota keluarga selama 14 hari sejak kepulangannya ke Indonesia. Jika dalam 14 hari tersebut mengalami demam, batuk, pilek, sesak, dan lainnya, sivitas diharap melakukan check-up ke poli paru RSUP dr. Sardjito dan mengirimkan hasilnya via email ke kelembagaan@ugm.ac.id.
  3. Menerapkan pola hidup sehat dengan lebih sering mencuci tangan menggunakan sabun atau hand-sanitizer serta mengonsumsi makanan sehat untuk meningkatkan daya tahan tubuh.
  4. Melindungi diri dengan menggunakan masker, terutama bagi sivitas yang mengalami gejala-gejala influenza.

Adapun di lingkungan kampus Fisipol UGM, keperluan untuk memenuhi imbauan di atas telah tersedia: kita bisa mendapati sabun untuk mencuci tangan di kantin dan semua toilet Gedung BA, dan di Selasar Barat terdapat hand-sanitizer. Kita tahu, kecemasan bisa diredakan oleh rasa aman, dan rasa aman kita bergantung pada barang-barang itu. Semoga kita semua selalu sehat. (/Snr)