Kabar baik datang dari alumni FISIPOL UGM pada bulan April lalu. Angelo Abil Wijaya, Alumni Departemen Ilmu Hubungan Internasional, berhasil terpilih sebagai delegasi resmi untuk mewakili Indonesia di Y20 Summit━Konferensi Tingkat Tinggi Pemuda G20. Pencapaian ini sekaligus mencatatkan Angelo sebagai alumni UGM pertama dalam 10 tahun yang berhasil lolos seleksi Indonesian Youth Diplomacy, meliputi tahap seleksi CV, seleksi gagasan melalui esai, dan wawancara dengan panel yang terdiri dari 6 alumni program Y20, untuk mewakili Indonesia di Y20 Summit.
Angelo melihat Y20 Summit sebagai sebuah wadah yang sangat baik bagi para pemuda untuk menyampaikan aspirasi dan masukannya pada pemimpin-pemimpin negara G20 yang terdiri dari Argentina, Australia, Brazil, Kanada, Cina, Uni Eropa, Perancis, Jerman, India, Indonesia, Italia, Jepang, Meksiko, Rusia, Arab Saudi, Afrika Selatan, Korea Selatan, Turki, Inggris Raya, dan Amerika Serikat. Aspirasi dan masukan para pemuda tadi akan dituangkan dalam Y20 Communique, disampaikan, dibaca, bahkan dipertimbangkan oleh para pemimpin negara G20.
Melalui Y20 Summit pula lah, negara maju dan negara berkembang bisa bertemu sehingga memungkinkan bagi negara-negara berkembang untuk menyuarakan aspirasinya. Dalam Y20 Summit ini, Angelo, selaku delegasi dari Indonesia, akan menyuarakan suara-suara negara berkembang, negara-negara ASEAN, dan negara-negara berkekuatan menengah lainnya. Oleh sebab itu, kemampuan negosiasi, persuasi, dan komunikasi yang baik dalam menyampaikan gagasan sangat dibutuhkan. Kemampuan itu sedikit banyak Angelo dapatkan dari studinya di Departemen Ilmu Hubungan Internasional, khususnya dalam memberikan ‘kacamata’ saat bernegosiasi dengan negara lain. Selain itu, Ilmu Hubungan Internasional juga membantu Angelo memahami relasi kuasa yang ada di antara negara-negara besar dan negara berkekuatan menengah seperti Indonesia.
Pada pertemuan Y20 Summit yang akan diselenggarakan bulan Juli mendatang, Angelo akan menyuarakan aspirasinya selaku pemuda terkait dengan isu inovasi, digitasi, dan masa depan pekerjaan. Angelo memandang bahwa perlu ada ada keselarasan antara lembaga pendidikan dan industri dalam mempersiapkan kurikulum untuk menyelesaikan permasalahan ketidakcocokan tenaga kerja yang ada saat ini. “Menciptakan pekerja yang agile ini merupakan sebuah PR bagi negara-negara G20. Sama pentingnya, bagaimana kita bisa menyediakan reskilling dan upskilling trainings ini secara affordable bagi siapapun, terutama di negara-negara G20,” jelas Angelo pada Senin (10/5).
Pencapaiannya di kancah Internasional ini dapat menjadi catatan bagi UGM untuk mencetak alumni-alumni yang aktif di tingkat Internasional. Angelo berpesan, penting bagi lembaga pendidikan tinggi untuk mempersiapkan kurikulum yang tepat, yang seimbang antara antara teori dan praktik, sehingga mahasiswa siap untuk terjun setelah lulus kuliah. Hal ini juga harus diimbangi oleh usaha dari para mahasiswa itu sendiri untuk mengambil waktu dan berkegiatan yang bermanfaat di luar kelas.
“Selama ini, banyak mahasiswa yang mencari informasi atau kesempatan di luar sana secara mandiri. Akan bagus juga jika lembaga pendidikan tinggi mendorong dan memfasilitasi partisipasi mahasiswa serta alumni di kegiatan-kegiatan yang bermanfaat,” tutur Angelo. (/hfz)