Apa yang akan Anda lakukan sebagai mahasiswa, ketika Anda sudah berada di semester akhir, sementara selama ini, belum pernah ada kompetisi yang Anda ikuti—apalagi menjadi pemenang di sana, dan kompetisi itu berkaitan erat dengan disiplin ilmu yang Anda pelajari di kampus?
Debora Putri (selanjutnya disebut Debby), mahasiswi Departemen Ilmu Komunikasi Fisipol UGM, adalah satu orang yang merasakan itu. Namun, ia tergolong beruntung. Pada Sabtu, 26 Oktober lalu, ia dan kedua teman satu departemennya (Bintang Felfian dan Indah Ramadhani) meraih juara pertama di Kompetisi Reaksi pada Cabang Lomba Prakasita (public relation) yang diselenggarakan oleh Universitas Pembangunan Negeri Veteran Yogyakarta.
Debby bercerita bahwa ia, Bintang, dan Indah mulai tertarik mengikuti kompetisi tersebut setelah panitia Reaksi melakukan roadshow ke kampus-kampus di Yogyakarta untuk mempromosikan kompetisi mereka. Dan salah satu universitas yang menjadi tujuan roadshow tersebut adalah UGM.
“Sebelum pada akhirnya memutuskan untuk mengikuti kompetisi, kami bertiga sudah punya grup di Line. Tapi, saat itu, kami belum punya bayangan soal kompetisi mana yang akan kami tuju. Jadi, bisa dibilang grup itu dibuat tanpa tujuan yang jelas,” tutur Debby sambil tertawa.
Kompetisi Reaksi menjadi kali pertama bagi Debby mengikuti kompetisi selama menjadi mahasiswa, dan pada kesempatan pertama itu pula, ia berhasil meraih juara pertama. Kamis lalu, kami berkesempatan mengobrol dengannya. Ia menceritakan pengalamannya dengan bahagia dan penuh semangat.
Di tahun 2019 ini, Kompetisi Reaksi memasuki penyelenggaraan yang kedua. Kompetisi tersebut diadakan sebagai wahana bagi mahasiswa di Yogyakarta untuk bersaing dalam bidang-bidang komunikasi seperti film, public relation, jurnalistik, dan periklanan. Cabang Lomba Prakasita adalah kompetisi di bidang public relation. Malam penghargaan dilaksanakan di Taman Budaya Yogyakarta Sabtu lalu.
Di tahun ini, Reaksi mengangkat tema tentang revitalisasi budaya. Tema tersebut secara otomatis digunakan dalam keempat cabang lomba Reaksi. Pada kompetisi kemarin, Debby dan kedua temannya mengangkat ide tentang re-branding Lagu Jawa Macapat. Menurut Debby, Lagu Macapat telah lama ditinggalkan oleh masyarakat karena jaman yang makin modern, dan karenanya perlu dilestarikan kembali.
“Kita tahu, Lagu Macapat telah lama ada dan menjadi kultur kental di masyarakat kita. Ia (Macapat) juga memberikan gambaran tentang nilai-nilai hidup. Tapi sekarang, budaya-budaya semacam itu sudah mulai ditinggalkan,” jelas Debby.
Dilatarbelakangi hal tersebut, ia berkeinginan untuk mengenalkan kembali Macapat kepada generasi muda. “Re-branding ini kami lakukan supaya masyarakat kembali tertarik untuk melestarikan Macapat. Untuk itu, kami berusaha membungkusnya menjadi produk budaya yang bisa diintegrasikan dengan bidang seni populer lain seperti teater, film, art exhibition, hingga web series. Dengan begitu, Macapat bisa tetap eksis di tengah modernisasi,” jelas Debby.
Kepada kami, Debby bercerita bahwa ia telah mempersiapkan segala sesuatunya selama satu bulan hingga pada akhirnya berhasil meraih juara pertama. Perjuangan itu tentu tak sia-sia. Satu bulan yang telah Debby habiskan berhasil mengantarkan ia dan tim menjadi yang terbaik di antara tim-tim dari universitas lain di Yogyakarta. Selamat Debby dan tim! (/Snr)