Bagi kebanyakan mahasiswa, keberadaan beasiswa menjadi penyokong tambahan bahkan utama dalam membiayai kebutuhan perkuliahan. Namun karena akses informasi terbatas, tidak jarang mahasiswa cenderung hanya membidik satu atau dua beasiswa saja. Padahal jika ditelusuri lebih dalam, banyak beasiswa alternatif yang bisa diakses oleh semua mahasiswa. Oleh karena itu, Divisi Advokasi Dewan Mahasiswa (Dema) Fisipol Universitas Gadjah Mada (UGM) dalam program kerja tahun ajaran 2017 ini kembali menyelenggarakan Pameran Beasiswa dan Komunitas. Dengan menghadirkan beberapa instansi beasiswa, kegiatan ini diharapkan mampu memerdekakan mahasiswa dalam memilih beasiswa sesuai dengan kebutuhan dan kepentingannya.
PUB
Tahukah kamu bahwa Presiden Jokowi dalam periode pemerintahan 2015 – 2019 menggerakkan program kehutanan bertajuk perhutanan sosial atau social forestry? Tidak tanggung-tanggung, demi komitmennya, pemerintah mengalokasikan hutan seluas 12,7 ha guna kepentingan perhutanan sosial.
Eits, masih asing dengan istilah perhutanan sosial?
Perhutanan sosial secara sederhana dapat dimaknai sebagai pemanfaatan hutan berbasis keadilan sosial bagi masyarakat yang hidup di sekitar hutan. Dalam hal ini, masyarakat yang sesungguhnya memiliki akses dan hak atas kelola hutan, didorong untuk terlibat dalam pengelolaan hutan. Dalam proses implementasi perhutanan sosial, sinergi antara masyarakat, pemerintah, dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) sangat vital dan dibutuhkan.
Keresahan masyarakat yang muncul terkait imbauan registrasi ulang kartu SIM dijawab oleh Centre for Digital Society (CfDS). Kamis (2/11), CfDS menggelar seminar bertajuk “Mengupas Kebijakan Registrasi Ulang SIM Card Prabayar,” bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemkominfo), Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI), Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI), serta Korps Mahasiswa Politik dan Pemerintahan (KOMAP). Mulai 31 Oktober lalu, telah dimulai periode registrasi ulang kartu SIM prabayar yang diinisiasi oleh Kementerian Komunikasi dan Informasi Republik Indonesia. Di bawah panduan Viyasa Rahyaputra sebagai moderator, diskusi dengan pendaftar mencapai 400 orang ini diarahkan untuk menjawab apa maksud registrasi ulang, mengapa penting, bagaimana caranya, dan apa implikasinya untuk warga negara Indonesia secara sosial, politik, dan ekonomi.
Untuk saat ini company profile memang menjadi kebutuhan setiap perusahaan untuk memperkenalkan diri ke khalayak. Tidak hanya sebagai sebuah perkenalan, company profile juga bertujuan untuk menciptakan suatu kesan unik dan berbeda dari yang lainnya. Melalui diskusi yang diadakan Departemen Ilmu Komunikasi, Jonathan Davin dari 02 Consulting membagi pengalamannya seputar pembuatan company profile. Diskusi yang bertajuk “Company Profile: Fakta, Orientasi, dan Strategi Public Relation” juga menghadirkan Amelia Belmika sebagai pembicara.
Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Universitas Gadjah Mada (UGM), Social Research Center (Sorec) bersama dengan Youth Studies Center (YouSure), dan ketjilbergerak pada Kamis (2/11) menggelar kegiatan bertajuk “Kenduri Keberagaman Fisipol 2017”. Sebuah talkshow bertajuk “Jogja Istimewa, Bhinneka Tanpa Prasangka: Refleksi dan Agenda Aksi” hadir sebagai salah satu mata acara dari kegiatan ini. Dilangsungkan di Selasar Barat Fisipol UGM, talkshow ini mengundang Dr. Muh. Najib Azca, Dr. Hakimul Ikhwan, Dr. Zainal Abidin Baghir, dan Listia sebagai pembicara. Sebelumnya, kegiatan ini didahului oleh Workshop Kampanye Kreatif Keberagaman yang diisi oleh ketjilbergerak yang juga merupakan bagian dari rangkaian acara.
Keberagaman menjadi isu penting yang sering dibicarakan orang-orang. Diskriminasi, intimidasi, dan penekanan yang dilakukan oleh pihak satu kepada pihak lain, seringkali menimbulkan keprihatinan dan perhatian. Jogja dengan slogan “Berhati Nyaman” juga tidak terlepas dari masalah keberagaman ini. Perkelahian pelajar, diskriminasi terhadap agama lain, dan penekanan oleh sekelompok orang masih sering ditemui di Jogja. Nyatanya, pertemuan antar kebudayaan tidak selalu menghadirkan rasa toleransi. Melemahnya kohesivitas sosial masyarakat justru riskan terjadi jika dua perbedaan kebudayaan bertemu. Bukan hanya di Jogja, perbedaan juga masih sering menjadi masalah yang dialami masyarakat di berbagai penjuru Indonesia.
Sebagai bagian dari update bilateral hubungan Uni Eropa dengan Indonesia, kuliah umum duta besar kembali digelar oleh Institute of International Studies (IIS) dengan mendatangkan Vincent Guerend, Pimpinan Delegasi Uni Eropa untuk Indonesia dan Brunei Darussalam. Bertempat di Convention Hall 4 Perpustakaan Mandiri FISIPOL UGM, Rabu, (1/11), kuliah umum membahas implementasi strategi global Uni Eropa (UE) serta dampaknya pada Indonesia. Sebelumnya, IIS juga telah mendatangkan Duta Besar Indonesia untuk Uni Eropa, Belgia, dan Luksemburg, Yuri O. Thamrin dalam acara serupa. Diskusi dimulai dengan sambutan Dr. Paripurna Poerwoko selaku Wakil Rektor Bidang Kerja Sama dan Alumni, dilanjutkan oleh pemaparan materi mengenai European Union (EU) Global Security Strategy oleh Vincent Guerend.
Buku “Flawed Democracy in the Rent Seekers’ Hands” karya Desi Rahmawati menjadi topik Academic Roundtable Discussion yang diadakan Research Centre for Politics and Government (PolGov) dan Departemen Politik dan Pemerintahan (DPP), Selasa (31/10). Aktif sebagai peneliti senior di PolGov Fisipol UGM, Desi berhasil mengubah tesis S2-nya menjadi buku yang menceritakan bagaimana masyarakat di Kabupaten Asahan, Provinsi Sumatera Utara, hidup dalam pemerintahan yang demokrasinya cacat, dipenuhi dengan praktik despotisme oleh pemerintah. Di level akar rumput, blackmail activism lumrah dilakukan oleh para aktivis. Tujuannya adalah untuk mendapatkan kekayaan dan status sosial. Selama kurang lebih dua jam dan bertempat di lantai 2 Gedung Perpustakaan UGM, acara ini tidak hanya diisi oleh pemaparan penemuan penelitian Desi, tetapi juga kritik dari Willy Purna Samadhi. Pria yang akrab dipanggil Koh Willy ini bertindak sebagai pembedah buku. Audiens pun secara aktif terlibat dalam diskusi.
Dikotomi antara pribumi dan non-pribumi semakin marak dicanangkan oleh berbagai pihak. Keadaan tersebut juga diperparah dengan unsur politik di dalamnya. Dikotomi pribumi dan non-pribumi tentu akan menimbulkan banyak persoalan, salah satunya adalah diskriminasi atas etnis-etnis tertentu. Padahal jika ditelaah lebih jeli dan jernih dalam memandang sejarah, kemerdekaan Indonesia bukan hanya hasil dari perjuangan masyarakatnya, tetapi juga hasil dari solidaritas dari berbagai pihak. Dimana kerjasama tersebut melintasi batas-batas bangsa, etnis, kelas bahkan ideologi.
Salah satu dampak dari adanya revolusi teknologi adalah perubahan-perubahan pola kerja di dalam masyarakat. Banyak media yang meramalkan bahwa kehadiran teknologi akan menggeser beberapa pekerjaan dan memunculkan variasi pekerjaan baru. Namun, pergeseran ini tidak lantas merubah masalah-masalah yang terjadi di dalam dunia kerja, seperti upah rendah, kekerasan seksual di tempat kerja, dan hak-hak yang tidak terpenuhi.
Melalui acara Bincang Muda yang bertajuk “Overworked and Underpaid: Telaah Kritis Hak-Hak Dasar Pekerja Muda” Youth Studies Center (Yousure) Fisipol UGM mencoba membedah persoalan tersebut. Diskusi yang dilaksanakan pada 30 Oktober lalu ini menghadirkan Bayu dari Persaudaraan Pekerja Anarko-Sindikalis (PPAS) dan Andreas Budi (AB) Widyanta selaku dosen Sosiologi UGM.