Menuntut ilmu sampai ke negeri Cina sepertinya ungkapan yang dipandang oleh banyak orang untuk mengemban edukasi hingga ke luar negeri. Ungkapan ini pun lazim digunakan untuk memperdalam ilmu, mencari pengalaman, hingga interaksi secara global. Salah satu cara untuk mendapat hal ini adalah dengan mengikuti program pertukaran pelajar atau student exchange.
Hal ini merupakan project yang dilakukan Deardra beberapa waktu yang lalu. Berawal dari “iseng”, Deardra Nurriel, mahasiswi Departemen Ilmu Komunikasi 2017, mendapat kesempatan untuk mengikuti program pertukaran pelajar di Australia. Berbekal keinginan, dan pengalaman student exchange di Jepang semasa SMA, akhir semester 3 Deardra membulatkan tekadnya untuk belajar di luar negeri kedua kalinya.
Kerja keras Deardra untuk exchange diawali dengan mencari program pertukaran di Office of Internal Affairs (OIA) UGM. Deardra dengan rajin memperbarui info pertukaran yang bisa diakses dari situs laman OIA UGM. Dari sekian informasi mengenai pertukaran pelajar, Deardra menemukan bahwa mayoritas program pertukaran dibuka untuk mahasiswa klaster Saintek. Rata-rata program tersebut berada di daerah negara Eropa dan mengutamakan mahasiswa yang memiliki kemampuan bahasa salah satu negara Eropa. “Selain masalah bahasa, cukup sulit mencari program yang cocok untuk mahasiswa dari klaster soshum”, tambah Deardra. Akhirnya pada tahun 2018, Deardra menemukan kecocokan dengan program exchange milik Victoria University Australia.
Setelah mengetahui bahwa ada kesempatan untuk mendaftarkan diri, Deardra menyiapkan dokumen-dokumen seperti sertifikat IELTS, surat rekomendasi, dan transkrip akademik. Ia mengaku sangat bersyukur telah menemukan program yang sesuai dengan bidang yang diampu Deardra. Penantian lama akhirnya terbayar, beberapa waktu yang lalu Deardra resmi diterima dalam program tersebut. Ia juga sangat senang karena mendapat waived tuition dalam program tersebut.
Di Victoria University, Deardra mempelajari hal-hal seperti pemasaran dan ilmu komunikasi dari perspektif desain. Dalam program ini, Deardra juga mendapat kesempatan belajar dengan sistem kuliah Block Mode di mana satu mata kuliah dipelajari selama empat minggu. Sistem ini membuat mahasiswa untuk memiliki waktu yang cukup luang, karena total jam pelajaran yang ditempuh dalam satu minggu adalah 9 jam. Selain tidak merasa overworked, Deardra merasa memiliki waktu istirahat yang cukup dan mendapatkan nilai yang lebih baik.
Salah satu keunggulan lain yang Deardra dapatkan dari program ini adalah opsi untuk transfer SKS mata kuliah Victoria University ke nilai akademik miliknya. Dari empat mata kuliah yang diampu, tersedia kuota dua mata kuliah yang dapat ditransfer. Deardra mengungkapkan bahwa dari segi fasilitas Victoria University mungkin bukan yang nomor satu, namun ia sangat menikmati nuansa universitas ini. Deardra mengungkapkan bahwa ia dapat merasakan nuansa yang sangat multikultural dalam Victoria University.
Sebagai seorang mahasiswi yang menggunakan hijab, ia mengaku sempat gugup dan takut karena pemberitaan mengenai diskriminasi yang dilakukan oleh senator Fraser Anning beberapa waktu yang lalu. Pada kenyataannya ketakutan tersebut tidak terjadi, bahkan orang asing di jalan memberi sapaan hangat kepada Deardra.
Mahasiswi ilmu komunikasi yang dikenal sebagai penggiat hal-hal berbau Star Wars ini sangat merekomendasi program ini. Dengan syarat seperti IPK minimal 3.5, mampu membayar biaya hidup satu semester, dan nilai minimal 6 untuk tes IELTS, ia terlihat cukup puas dengan hasil semua kerja keras itu. Terlebih karena ia bisa merasakan lagi pengalaman berada di dalam lingkup lintas budaya. (/Lak)