Mendapat kesempatan belajar di luar negeri merupakan dambaan banyak pelajar dan mahasiswa, tak terkecuali Maria Yohanna Widianti Satriyo. Mahasiswa Departemen Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan (PSdK), Fisipol UGM angkatan 2017 ini berkesempatan mengikuti program exchange atau pertukaran pelajar di Australia selama satu semester.
Memutuskan cuti selama satu semester di PSdK, Maria terbang ke negeri kangguru pada Februari 2020. Di Australia sendiri, Maria merasakan kuliah luring selama tiga minggu dan sekitar dua bulan kuliah secara daring karena pandemi. Media Fisipol berkesempatan mewawancara Maria melalui telepon. Saat tulisan ini rilis, Maria berada di Indonesia dan sedang menunggu hasil studinya.
Darimana Maria tahu mengenai program ini?
Jadi aku ikut exchange dari programnya Office of International Affairs (OIA) UGM yang bekerja sama dengan La Throbe University, Meulbroune, Australia. Aku tahu ada program-program semacam ini juga dari Deadra, yang sebelumnya mengikuti exchange di Australia, tapi beda universitas.
Apa saja yang dipelajari selama kuliah di La Throbe University?
Disana aku mengambil mata kuliah yang linier dengan jurusanku, yang mana sebelumnya dikonsultasikan dan disetujui daulu oleh departemen PSdK. Mata kuliah yang aku ambil ada empat yaitu dua mata kuliah tentang development, satu mata kuliah antropologi dan satu lagi mengenai urban development.
Bagaimana sistem perkuliahan disana?
Jumlah mata kuliah yang diambil dalam satu semester disana, tidak sebanyak seperti di Indonesia. Kalau aku, satu semester hanya ada empat mata kuliah. Pertemuan setiap mata kuliah tidak hanya seminggu sekali, ada kuliah di kelas besar dan ada juga workshop dengan dosen dalam grup kecil berkelompok atau langsung dengan dosennya sendiri. Jadi, seminggu bisa dua kali pertemuan dalam satu mata kuliah, tergantung ada workshop atau tidak.
Bagaimana kesan Maria mengikuti perkuliahannya?
Kuliahnya menyenangkan, aku merasa dapat pengalaman yang berbeda dari sebelumnya, baik dari sistem pembelajaran, sistem kurikulum, dan sitem penunjang perkuliahan juga beda. Aku menemukan joy of learning, tugas-tugas esaiku juga selalu dapat feedback dan sangat terbantu dengan sistem yang ada. Dari sini, aku juga jadi tahu kelebihan dan kekurangan sistem perkuliahan di dalam dan luar negeri, karena mengalami dua-duanya. Selain itu, aku juga mendapat pengalaman hidup yang berharga di negara orang.
Selain berkuliah, apa kesibukan lain Maria selama di Meulborne?
Pada saat itu aku sempet melamar kerja paruh waktu jadi pelayan restoran, upah pekerja paruh waktu disana lumayan untuk membayar biaya hidup. Tapi tidak jadi karena sebelum sempat bekerja sudah ada himbauan pemerintah untuk menerapkan physical distancing dan mulai lockdown.
Bagaimana rasanya mengalami karantina di negeri orang?
Pengalaman itu rasanya nano-nano banget, selama lockdown berasa sendirian. Tapi, aku pribadi lebih khawatir ke keluarga di Indonesia, karena secara penanganan pemerintah Australia lebih tanggap ketimbang pemerintah Indonesia. Apalagi pada saat itu, di Indonesia kekurangan fasilitas penanganan COVID-19. Aku juga sempat bingung mau pulang segera atau nanti, karena kuliah dilaksanakan daring.
Aku memutuskan pulang ke Indonesia tanggal 9 Mei 2020. Keputusan ini dipertimbangkan karena beberapa hal, misalnya kalau kelamaan di Australia semakin stres, penerbangan juga semakin dikit. Keputusan untuk mantap pulang juga karena sudah ada aturan yang jelas dengan berbagai macam dokumen yang perlu disiapkan. Selain itu, juga pertimbangan biaya, kalau disana lebih lama lagi habisnya juga lebih banyak.
Apa harapan dan motivasi Maria untuk teman-teman yang punya keinginan serupa?
Aku sejak jadi mahasiswa baru, sudah ingin ikut program exchange. Pada saat itu, aku mikir sepertinya tidak bisa, karena jarang mendengar kakak tingkat di PSdK yang ikut exchange selama satu semester. Motivasiku ketika ingin sesuatu, didoakan saja pasti nanti semesta bantu buka jalan. Tidak usah khawatir, banyak jalanlah untuk mencapai itu.
Orang mungkin bilang “Mar, sedih gak sih jauh-jauh kesana dan kemudian ada Corona”, tapi aku justru tidak begitu merasa sedih. Sesedihnya aku, aku selalu percaya semua hal terjadi sesuai dengan porsinya. Menghadapi pandemi ini memang mengejutkan, apalagi kemarin aku di luar negeri. Jadi, ya diiklashkan dan dihadapi saja. (/anf)