Land reform sebagai sebuah kebijakan yang dibuat pasca kemerdekaan nyatanya tidak mulus dalam implementasinya. Banyak konflik sosial yang terjadi di masyarakat, karena banyak aturan yang dilanggar oleh kelompok-kelompok elit. Pada akhirnya, masyarakatlah yang paling banyak berjuang untuk mendapatkan keadilan atas masalah ketimpangan pemilikan tanah. Selasa (10/10), bertempat di Lobby Magister Administrasi Publik, Fisipol Unit 2, Sekip, MAP Corner Klub MKP UGM melaksanakan diskusi dengan tema “Kontra Land Reform dan Ketimpangan Agraria”. Dalam diskusi ini, bahan sekaligus materi yang digunakan adalah hasil penelitan Ahmad Nashih Lutfi yang berjudul “Menyediakan Tanah Petani; Kekerasan dan Kontra Land Reform Pasca ‘65 di Banyuwangi, Jawa Timur”.
fisipol
Selasa (10/10) bertempat di Grha Sabha Pramana, Expo Sociopreneur Muda Indonesia (SOPREMA) 2017 resmi dibuka. Pembukaan ditandai dengan pemotongan pita oleh Dr. Paripurna, SH, M.Hum., LL.M selaku Wakil Rektor Bidang Usaha Kerjasama dan Alumni, UGM. Dalam kesempatan ini turut hadir Dr. Hempri Suyatna. S.Sos, M.Si selaku ketua panitia, Dr. Wawan Mas’udi selaku Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Fisipol, dosen-dosen Fisipol, dan beberapa perwakilan instansi mitra acara SOPREMA 2017. Expo SOPREMA 2017 sebagai rangkaian dari acara akan berlangsung hingga Kamis, 12 Oktober 2017.
Prof. Dr. Partini, SU., telah resmi menjadi Guru Besar dalam Bidang Sosiologi. Bertempat di Ruang Balai Senat Universitas Gadjah Mada, prosesi pengukuhan guru besar Partini dihadiri oleh majelis wali amanat, dewan guru besar, senat akademik, rektor, wakil rektor, pimpinan fakultas, dan segenap civitas akademika UGM. Dalam prosesi, guru besar perempuan pertama di Fisipol tersebut memberikan pidato yang berjudul Perubahan Peranan Perempuan: Peluang dan Tantangan.
Partini mengungkapkan bahwa selama menekuni studi perempuan, banyak hal yang berubah, terutama sejak maraknya penggunaan teknologi advanced yakni teknologi informasi dan komunikasi. Hal ini ditandai dengan dominasi generasi Y (lahir pada tahun 1977-1994) dan generasi Z (lahir setelah tahun 1995) di dalam masyarakat. Kehidupan generasi Y dan Z sebagai generasi milenial inilah yang disebut sebagai digital native. “Istilah digital native digulirkan pertama kali tahun 2001 oleh Pengarang Amerika Serikat, Prensky. Ia mengatakan bahwa digital native adalah generasi muda yang tumbuh dikelilingi komputer, ponsel, dan perangkat lain yang selalu terhubung secara online,” tambahnya.
Perhelatan wirausaha sosial akbar, Sociopreneur Muda Indonesia (SOPREMA) 2017 kembali digelar. Setelah sukses diadakan tahun sebelumnya, gelaran yang diinisiasi oleh Youth Studies Center (YouSure) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) UGM yang bekerjasama dengan Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia (Kemenpora) dan Bank Rakyat Indonesia (BRI) ini digelar pada Selasa-Kamis (10-12/10) mendatang. SOPREMA sendiri merupakan sebuah ajang kompetisi yang ditujukan untuk pemuda dalam membuat proposal usaha yang mempunyai dampak pada pemberdayaan masyarakat atau yang dikenal dengan sociopreneur. Pada kali keduanya, SOPREMA 2017 memiliki dua kategori kompetisi, yaitu Kick-Off untuk usaha yang memiliki usia kurang dari satu tahun dan kategori Start-Up yang memiliki usaha satu hingga tiga tahun. Masing-masing diambil 40 tim untuk kategori start-up dan 50 tim untuk kick-off untuk berlaga di tahap semifinal. Dilaksanakan di Kampus Fisipol Bulaksumur dan Grha Sabha Pramana UGM, kegiatan ini juga mencakup expo, workshop, coaching clinic, seminar, win the challenge, dan field trip sebagai rangkaian acara.
Rangkaian kegiatan pemilihan mahasiswa berprestasi Fisipol UGM telah usai. Dalam acara puncak acara yang telah selesai digelar tersebut, terpilih Raditya Darning dari Departemen Ilmu Hubungan Internasional sebagai Mapres di tingkat fakultas.
Dalam sesi wawancara dengan Tim Faculty Secretary Fisipol UGM, Radit – sapaan akrab Raditya Daning mengatakan bahwa debat merupakan passion yang sudah ia temukan sejak SMA. Keputusan Radit untuk kuliah di Departemen Ilmu Hubungan Internasional menjadi salah satu supporting system yang dirasa Radit sangat mendukung passionnya dalam debat.
Nigeria, dekade 1990an, menjadi latar belakang perang antara dua kelompok milisi yang mewakili dua agama mayoritas di Nigeria. Tersebutlah Pastor James Wuye, dari agama Kristen dan Imam Muhammad Ashafa dari agama Islam yang kemudian menjadi pemimpin masing-masing kubu. Di awal perang, kebencian dan amarah menjadi fitur utama dari keduanya. Sang lawan selalu dianggap sebagai seseorang yang bersalah karena telah membunuh sesama dari dalam komunitas masing-masing.
Pastor James bahkan mengungkapkan bahwa kebenciannya terhadap oarang-orang Muslim kala itu tidak terbatas, “Tidak ada yang Muslim yang mengesankanku. Apapun yang dilakukannya.” Hingga akhirnya, kedua tokoh ini mendapatkan pencerahan untuk memaafkan melalui momentumnya sendiri-sendiri. Mereka lantas dipertemukan dalam suatu kesempatan yang tidak disengaja. Singkat cerita, mereka kemudian saling memaafkan dan memulai misi untuk mengatasi konflik agama dan etnis yang terjadi di Nigeria melalui sebuah badan bernama Interfaith Mediation Center. Melalui berbagai usahanya untuk mengembangkan bina-damai dan tata kelola pemerintahan yang inklusif, mereka didaulat sebagai tokoh agama yang berjasa dalam pengentasan konflik agama di Nigeria bahkan Afrika. Scene terakhir menunjukkan betapa lekatnya mereka berdua, bahwasanya dengan saling memaafkan dan percaya, mereka bisa menjadi teman yang saling berdamai, meskipun perbedaan adalah sebuah keniscayaan.
ASEAN Studies Center (ASC) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Universitas Gadjah Mada bersama dengan Groningen Research Center for Southeast Asia and ASEAN University of Groningen telah melangsungkan sebuah working conference pada Selasa (3/10) hingga Kamis (5/10) lalu. Konferensi yang bertempat di Kampus Fisipol UGM ini mengangkat tajuk International Working Conference on Regional and National Approaches Towad the Sustainable Development Goals in Southeast Asia and ASEAN.
Konferensi kerja internasional ini berfokus pada Sustainable Development Goals (SDGs) mengenai aspek tata kelola. Beberapa topik fokus pada kajian perdamaian, keadilan, ketidaksetaraan, kesetaraan gender, pekerjaan yang layak dan pertumbuhan ekonomi, kota yang berkelanjutan, lingkungan, pendidikan berkualitas, dan kemitraan dengan tujuan untuk mencapai dari SDGs dan tata kelola kawasan.
[rilis]
Jakarta, 2 Oktober 2017 – Hari ini, Gerakan Nasional Literasi Digital #SiBerkreasi kembali mengajak seluruh elemen masyarakat dan komunitas untuk aktif menyebarkan konten positif di dunia maya. Acara ini dihadiri oleh Menteri Kominfo, Rudiantara, Dirjen Aplikasi Informatika Kemkominfo, Semuel Abrijani Pangerapan; Ketua Umum #SiBerkreasi, Dedy Permadi; Pengamat Literasi Digital, Nukman Lutfie; para wakil komunitas penggiat literasi digital
Gerakan ini berangkat dari kegelisahan berbagai elemen masyarakat terhadap besarnya ancaman potensi bahaya penyebaran konten negatif di dunia jika tidak dikelola dengan tepat.
Departemen Sosiologi (3/10) mengadakan diskusi buku “Kacang Tidak Lupa Kulitnya: Identitas Gumay, Islam, dan Merantau di Sumatera Selatan. Diskusi yang dimoderatori oleh Mustagfiroh Rahayu ini berhasil menghadirkan langsung Minako Sakai selaku penulis buku tersebut. Selain itu, Hakimul Ikwan selaku dosen Sosiologi dan Pande Made Kutanegara dari Departemen Antropologi UGM juga turut hadir sebagai pemantik diskusi.
Buku Kacang Tidak Lupa Kulitnya: Identitas Gumay, Islam dan Merantau di Sumatra ini merupakan hasil penelitian etnografi Minako selama 20 tahun. Buku tersebut menceritakan tentang bagaimana orang Gumay mendefinisikan identitasnya dalam konteks perubahan sosial politik. Selain itu, buku ini juga mengulas tentang proses kontestasi dan negosiasi di tengah arus modernitas yang berkembang di masyarakatnya. “Mula-mula saat saya pergi 1994-1996 itu penelitian pertama. Setelah itu saya melakukan beberapa update. Jadi ini yang saya tulis ada beberapa epilog yang saya tambah untuk membahas apa yang menjadi tema sosial sekarang, apa makna sebenarnya dari penelitian ini untuk penelitian sosial di Indoneisa,” ungkap Minako.
Benedict Richard O’Gorman Anderson atau yang dikenal dengan Benedict Anderson adalah seorang ilmuwan politik berkebangsaan Irlandia yang lahir di Cina. Ia lahir di tengah-tengah keluarga yang memiliki tradisi Protestan kuat dan kebangsaan yang berbeda, dimana ayahnya merupakan seorang dengan kebangsaan Irlandia dan ibunya merupakan seorang Inggris. Dengan sumber daya kepustakaan milik keluarganya, serta fokus studinya terhadap bahasa pada jenjang sekolah atas, ia memiliki basis bahasa dan sastra yang kuat. Begitulah Naomi Resti membuka diskusi bulanan Institute of International Studies (IIS) UGM yang bertajuk “Benedict Anderson dan Kosmopolitanisme dari Bawah” pada Jum’at (29/7).