Dukungan Masyarakat Diharapkan Dapat Memperkuat Diplomasi Politik Indonesia Sebagai Anggota Dewan Tidak Tetap PBB

Yogyakarta, 7 Februari 2019–“Meskipun hanya dua tahun sebagai Dewan Keamanan tidak tetap PBB, Indonesia bisa berinvestasi sebagai agenda setter dalam berbagai isu,” ujar Dafri Agussalim, Dosen Hubungan Internasional Fisipol UGM, dalam sosialisasi “Strategi Diplomasi Indonesia sebagai Anggota Tidak Tetap Dewan Keamanan PBB Periode 2019-2020” yang diselenggarakan oleh Institute of International Studies (IIS) Fisipol UGM bekerjasama dengan Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, Kamis (7/2).

 

Sejak Desember 2018,  Indonesia resmi menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan Persatuan Bangsa- Bangsa (DK PBB).  Keanggotaan Indonesia di Dewan Keamanan PBB merupakan yang keempat kalinya setelah periode 1973-1974, 1995-1996, dan 2007-2008. Pada periode 2019-2020 Indonesia terpilih kembali bersama negara-negara lain yang menjadi anggota DK PBB tidak tetap yakni: Jerman dan Belgia (mewakili kelompok Eropa Barat); Republik Dominika (Amerika Latin dan Karibia); dan Afrika Selatan (Afrika).

Kelimanya akan bergabung dengan lima negara anggota tetap DK PBB (Amerika Serikat, Inggris, Perancis, Cina dan Rusia) yang kemudian disebut sebagai kelompok negara P5, serta lima negara anggota tidak tetap lainnya (Pantai Gading, Guinea Ekuatorial, Kuwait, Peru dan Polandia) yang terpilih pada tahun 2017-2018.

 

Dalam pembukaan sosialisasi ini, Riza Noer Arfani selaku Direktur IIS menyampaikan selamat pada Kemenlu yang telah berhasil menjadikan Indonesia sebagai anggota DK tidak tetap PBB. Ia juga menyampaikan perlunya dukungan masyarakat terhadap diplomat Indonesia.

”Sosialisasi ini diadakan dengan tujuan mengumpulkan kontribusi melalui saran dan ide untuk Indonesia di Dewan Keamanan (DK) PBB,” ucap Riza.

Dafri Agussalim mengatakan bahwa masuknya Indonesia pada keanggotaan Dewan Kemanan tidak tetap PBB memiliki beberapa alasan yakni refleksi kepercayaan internasional terhadap Indonesia, rekam jejak Indonesia yang baik, pengaruh power Indonesia di regional dan dunia serta kemampuan diplomasi yang mumpuni.

Bagi Dafri, Indonesia sebagai wakil dari Asia perlu melakukan intervensi, hal ini dikarenakan Cina yang merupakan DK tetap dari Asia, tidak merepresentasikan Asia khususnya dalam isu keamanan yang seringkali melawan prinsip perdamaian. Peran yang dapat dimainkan Indonesia sebagai decision maker  adalah sebagai mediator dan negosiator dalam penyelesaian konflik yang merupakan kapasitas yang dimiliki Indonesia.

Selain itu, diplomasi politik lndonesia juga akan menguat ketika mendapat dukungan domestik dari masyarakat, ditambah leadership Indonesia yang memiliki peran signifikan di kawasan.

Selanjutnya, Grata Endah Werdaningtyas selaku Direktur Dewan Keamanan Internasional dan Perlucutan Senjata Kemenlu RI mengungkapankan bahwa kemenangan Indonesia atas Maladewa tidak bisa dipandang sebelah mata karena Maladewa merupakan negara kecil namun memiliki argumentasi moral yang besar.

Maladewa membawa isu perhatian terhadap negara kecil, Maladewa yang bergantung pada alam, membawa isu perubahan iklim dan berujung pada isu permasalahan non tradisional dilihat dari security impact seperti ketahanan lingkungan.

Disinilah  indonesia juga turut  membawa isu perubahan iklim karena memiliki banyak pulau kecil. Indonesia juga mendukung demokratisasi sebagai negara berkembang. Demokarasi di Indonesia yang memiliki mayoritas muslim terbesar, tetap toleran terhadap berbagai golongan.

“Kemitraan dan solidaritas menjadi prinsip dasar argumen posisi Indonesia di DK PBB dengan membawa warna Indonesia seperti nilai Pancasila di musyawarah mufakat berupa voice of dialogue,” ujar Grata.

Hal tersebut dilakukan karena DK dianggap powerful yang memiliki legally binding serta kemampuan enforcing decision. Isu keamanan, kedaulatan, dan integritas yang strategis dibahas di DK.  Maka langkah yang memungkinan Indonesia tempuh adalah mengubah metode veto yg tidak hanya dilakulan oleh anggota P5. Selain itu DK diharapkan juga membangun non-core issues seperti perubahan iklim dan pembangunan berkelanjutan sehingga nantinya tidak hanya mambahas isu keamanan tradisional.

Hari Prabowo selaku Ketua Harian Satgas DK PBB juga mendukung Indonesia dalam mengupayakan perubahan metode kerja di DK PBB. Indonesia sendiri sudah pernah melakukan kontribusi nyata berupa Wisnumurti Guidelines yaitu panduan pemilihan sekertaris jendral PBB pada tahun 1994 yang mengubah sistem pengambilan keputusan yang sebelumnya hanya bersifat internal P5.

Bowo yang merupakan alumni Hubungan Internasional (HI) UGM tahun 1994 ini juga menjelaskan mengenai Presidensi Indonesia yang mengangkat isu peacekeeping operations, counter terrorism dan organisasi regional. Isu ini akan memandu Presidensi Indonesia di bulan Mei mendatang dengan tagline “Indonesia Untuk Dunia”.

Sosialisasi “Strategi Diplomasi Indonesia sebagai Anggota Tidak Tetap Dewan Keamanan PBB Periode 2019-2020” merupakan satu dari dua rangkaian seminar “Diplomasi Indonesia untuk Perdamaian Dunia”  yang dilakukan selama dua hari. Terkait strategi diplomasi Indonesia, IIS sendiri juga menampung berbagai aspirasi melalui IIS Brief. (/Afn)