Go South 2019; Global Justice dalam Era Revolusi Industri 4.0

Yogyakarta, 5 November 2019—Industri 4.0 atau juga dikenal dengan 4IR tidak hentinya diperbincangkan. Kali ini, Institute of International Studies (IIS) UGM menggelar konferensi internasional pertamanya, “Go South 2019 Annual Convention on the Global South” dengan tema mengenai disrupsi teknologi.

Bertempat di Balai Senat UGM, konferensi bertajuk “Rethinking International Relations in the Era of Technological Disruption” berlangsung selama 2 hari, 5-6 November 2019. Konferensi ini menghadirkan nama-nama besar dalam panel-panelnya seperti Ashok Acharya dari University of Delhi, Mohtar Mas’oed dari UGM, Nanang Chalid dari Tokopedia, Shita Laksmi dari Diplo Foundation, dll.

Seharusnya, H.E Retno Marsudi, Menteri Luar Negeri Indonesia, dan Daniel McCarthy, University of Melbourne, juga dijadwalkan menghadiri konferensi ini. Tetapi, sayangnya, keduanya berhalangan hadir. Pada pembukaan, Panut Mulyono selaku Rektor UGM mengatakan bahwa 4IR sudah menjadi global agenda. Teknologi yang dihasilkan oleh 4IR sudah mulai digunakan secara masif seperti artificial intelligence, big data, e-money, dll.

“4IR ini bisa menciptakan banyak kesempatan dan lapangan pekerjaan baru untuk anak muda serta memberikan akses informasi yang lebih mudah. Tetapi, ada kompleksitas baru yang muncul karena teknologi seperti kesenjangan dalam sektor ekonomi yang semakin tinggi,” kata Panut. Tidak lupa, Panut juga mengucapkan terima kasih kepada para panelis yang sudah datang. Ia juga berharap para peserta dapat mendapatkan manfaat dan menciptakan koneksi baru dari acara ini.

Pada panelnya yang berjudul “Global South Perspective on the Industry 4.0”, Ashok Acharya juga mengatakan hal yang serupa dengan Panut. Ashok membahas mengenai “Rekindling the Bandung spirit; transnational justice and the global south”. Ashok menjelaskan beberapa hal mengenai globalisasi. Menurut Ashok, globalisasi membawa janji yang salah. Bukannya semakin menurun, tetapi kesenjangan malah terus meningkat.

“Jarak kesenjangan antara yang di atas dan di bawah malah terus menerus meningkat,” kata Ashok. Selanjutnya, globalisasi juga membawa realisasi dari saling ketergantungan di mana masa depan dan kesulitan saling berkaitan. Karena tantangan-tantangan baru ini, Ashok menawarkan dua hal yang harus dipenuhi. Pertama adalah perlunya platform politik untuk negara-negara selatan. Kedua adalah dialog bersama tentang norma-norma wilayah selatan.

Ashok membawa Bandung sebagai contoh di mana Bandung dianggap sebagai salah satu platform politik pertama dari wilayah selatan dan merupakan imperatif dari transnasional atau keadilan global. Bandung dianggap relevan untuk dekolonial pada arsitektur normatif dari 4IR.

Negara-negara selatan sendiri, menurut Ashok, masih menghadapi masalah yang serupa. Mulai dari kemiskinan, kelaparan, pelanggaran HAM, konflik, penyakit, migrasi, dll. Isu yang masih dihadapi negara selatan antara lain; kesenjangan, ekstraksi sumberdaya, perubahan iklim, imigran, pengungsi, perdagangan internasional, aliran keuangan yang tidak jelas, dll.

“Karena itulah perlu untuk menyalakan kembali semangat Bandung karena isu-isu tersebut membutukan kolaborasi antar negara,” kata Ashok. Menurut Ashok salah satu masalah yang perlu mendapatkan sorotan lebih adalah aliran keuangan yang tidak jelas yang kebanyakan terjadi di negara-negara berkembang. “Ada 1% orang-orang berkuasa yang mengendalikan 46% dari kekayaan dunia,” jelas Ashok.

Ashok menjelaskan global justice atau keadilan transnasional sebagai prinsip norma domestik yang dibawa ke level global. Keadilan transnasional merupakan seperangkat peraturan dan norma yang menjadi guide dari perubahan dinamika koorporasi global dengan menggunakan ketidakadilan yang terjadi di level global. “Kita memerlukan seperangkat norma baru yang dapat menyatukan dan menintegrasikan kita menjadi satu,” kata Ashok. Agenda untuk mengatasi berbagai isu dan kesenjangan yang terjadi ini diharapkan dapat menjadi agenda bersama bagi negara-negara selatan.

Selain itu, Ashok mengatakan hal yang penting adalah mengedukasi masyarakat mengenai agenda global south ini baik dari akademisi, mahasiswa, praktisi, dll. “Kita hanya dapat debat secara demokratis pada sesuatu yang kita tahu,” kata Ashok. Konferensi ini dilanjutkan pada sesi kedua dengan tajuk “Industry 4.0 in Global Context” dengan Nanang Chalid dan Shita Laksmi sebagai pembicara. Pada hari kedua, 6 Novermber 2019, peserta konferensi juga akan mengikuti sejumlah sesi panel yang berbeda-beda. (/hsn).