SIARAN BERITA
Enam tahun sejak berlakunya konvensi bom tandan yang melarang semua penggunaan, pembuatan, pemindahan, dan penimbunan bom tandan, Indonesia sebagai penanda tangan konvensi masih belum melakukan ratifikasi.
1 Agustus 2016
YOGYAKARTA- Pada tanggal 1 Agustus 2010 Konvensi Bom Tandan (Convention on Cluster Munitions) berlaku secara hukum, setelah sebelumnya diadopsi pada 30 Mei 2008 dan ditandatangani pada 3-4 Desember 2008.
Konvensi ini mengatur mengenai pelarangan penggunaan, pembuatan, pemindahan, dan penimbunan bom tandan. Selain itu, konvensi ini juga mengatur mengenai bantuan dan pendampingan terhadap korban, termasuk juga mekanisme penghancuran persediaan senjata.
Bom tandan adalah jenis bom yang di dalamnya terdapat puluhan hingga ratusan bom-bom kecil. Ketika bom tandan dijatuhkan dari pesawat, bom-bom kecil ini akan terpencar dan ledakannya dapat memorak-porandakan area seluas beberapa lapangan sepakbola.
Selain dampaknya yang amat luas, bom tandan menjadi senjata yang dilarang juga karena tidak dapat membedakan antara combatant dan masyarakat sipil. Dalam banyak kasus, banyak di antara bom ini tidak langsung meledak ketika menyentuh tanah, sehingga dapat tetap membahayakan masyarakat sipil yang melintas.
Dalam rangkaian proses perundingan Konvensi Bom Tandan, yang biasa disebut sebagai Oslo Process, Indonesia sangat aktif berpartisipasi dan merupakan salah satu pendukung paling kuat dari pelarangan komprehensif terhadap senjata ini. Indonesia bahkan sempat menjadi tuan rumah konferensi regional konvensi ini di Bali pada November 2009.
Namun demikian, hingga saat ini Indonesia belum melakukan ratifikasi terhadap konvensi ini. Ratifikasi oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) diperlukan agar konvensi ini secara formal berlaku bagi Indonesia. Berdasarkan informasi terakhir yang diberikan oleh Lynda K. Wardhani dari Perwakilan Tetap RI di Jenewa, saat ini ratifikasi sedang menunggu persetujuan dari DPR, setelah sebelumnya melalui proses sosialisasi kepada para pemangku kepentingan dalam negeri.
“Ratifikasi Konvensi Bom Tandan sangat penting maknanya bagi penguatan norma internasional terkait senjata ini”, ungkap Yunizar Adiputera, peneliti dari Institute of Internasional Studies Universitas Gadjah Mada (IIS UGM). “Saat ini masih banyak negara yang masih belum meratifikasi, misalnya Amerika Serikat dan bahkan sebagian besar negara-negara ASEAN, sehingga ratifikasi oleh Indonesia dapat menjadi pull factor yang dapat menarik negara-negara lain untuk dapat turut melakukan ratifikasi.”
Dalam rangka mendorong pemerintah untuk segera melakukan ratifikasi, IIS UGM pada 1 Agustus 2016 akan melakukan penggalangan dukungan dari kalangan mahasiswa dan masyarakat dalam bentuk penandatanganan kartu pos yang setelah terkumpul nantinya akan dikirimkan ke Presiden Joko Widodo. “Kami berharap dengan keterlibatan masyarakat dalam penggalangan dukungan ini pemerintah dan DPR menyadari pentingnya mempercepat proses ratifikasi”, tutur Yunizar.
TENTANG IIS
Institute of International Studies adalah sebuah unit riset di bawah Jurusan Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Gadjah Mada, Indonesia. Selain melakukan riset, IIS juga aktif melakukan advokasi, pendidikan dan penjangkauan masyarakat. Salah satu programnya adalah program on humanitarian action, di mana dalam beberapa tahun terakhir para peneliti IIS fokus meliput masalah-masalah perlucutan senjata global.
SUMBER-SUMBER
Cluster Munition Monitor: Indonesia
KONTAK
Yunizar Adiputera adiputera.yunizar@gmail.com +62 818 0264 3172
Nurhawira Gigih Pramono nurhawira.gigih@gmail.com +62 857 29321990