Fisipol Creative Hub (C-Hub) kembali mengadakan sharing session pada Kamis, 12 April 2018 di Digilib Cafe, Fisipol UGM. Acara yang sudah kelima kali digelar ini mendatangkan Bantu dan SrawungPPL, dua start up yang bergerak sebagai konektor bagi beragam kebutuhan di berbagai lini.
Bantu merupakan startup yang berfokus kepada menghubungkan antara orang-orang yang saling membutuhkan bantuan. Bantu akan menghubungkan orang yang membutuhkan dengan orang yang memiliki keinginan untuk membantu kesulitan yang dihadapi orang lain. Uniknya, Bantu bukanlah platform untuk bantuan khusus seperti crowd funding, namun menjadi platform jejaring sosial. Dengan konsep ini, bantu menjadi kanal untuk mengumpulkan orang-orang yang memiliki keinginan untuk membantu dan menghubungkan dengan orang lain yang membutuhkan bantuan. Berbeda dengan Bantu, SrawungPPL merupakan platform yang secara khusus menghubungkan antara petani dengan Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL). Srawung yang memiliki arti “bertemu” ini, berfungsi sebagai platform yang bisa saling menghubungkan dan memudahkan pekerjaan petani maupun PPL. Garis merah dari kedua start up ini adalah sama-sama menjadi konektor untuk beragam kepentingan antarsektor.
Bantu yang diciptakan oleh kumpulan mahasiswa beragam jurusan ini terdiri dari Ghilman, Uli, Uma dan Suryo melihat bahwa masih banyak orang di Yogyakarta yang baik dan peduli pada sesama. Konsep ini pun terbangun dari pengalaman pribadi Ghilman yang kehilangan dompetnya. Saat itu, ia mengumumkan dompetnya hilang melalui status di media sosial dan dengan bantuan netizen, dompet tersebut dapat kembali kepadanya tanpa sepeserpun yang hilang. Bantu juga terinspirasi dari komunitas Facebook Info Cegatan Jogja (ICJ) dimana komunitas yang berawal menjadi sarana berbagi informasi cegatan polisi ini kini telah berkembang masif dan menjadi salah satu rujukan saat kehilangan atau menemukan barang.
Uli menjelaskan bahwa sasaran pasar Bantu adalah orang yang memiliki ponsel pintar. “Ada orang yang dalam satu momen tertentu butuh bantuan, tapi nggak tahu mau minta bantuan ke siapa. Di sisi lain ada orang yang punya jasa tambal ban tapi sepi nggak punya pelanggan, yang ketiga ada yang mau menolong orang tapi nggak tau caranya. Dari visualisasi tadi, ada orang yang butuh bantuan, ada yang punya jasa, dan ada yang mau membantu menolong dan kami ingin menghubungkan ketiganya,” ujar Uli. Cara kerja aplikasi Bantu cukup sederhana, hanya dengan mengisi form yang ada di aplikasi tersebut dengan menyatakan membutuhkan bantuan apa, nanti akan dibalas oleh orang yang bisa memberi bantuan tersebut. Saat ini, aplikasi Bantu sudah bisa diunduh di Playstore walaupun masih dalam masa pengembangan.
Berbeda dengan Bantu namun memiliki konsep yang mirip, SrawungPPL yang diusung oleh Ilham, Asif, Rifan, dan Tomi berangkat dari fakta di lapangan saat ini dimana petani dan PPL tidak memiliki koordinasi yang cukup baik padahal secara struktural PPL bisa membantu pekerjaan petani dan sebaliknya. Diharapkan dengan adanya aplikasi ini, kedua sektor tersebut bisa lebih terintregasi hubungannya dan dimudahkan pekerjaannya. Keempat pemuda ini tidak lupa melakukan riset terlebih dahulu mengenai kebutuhan petani terhadap Kelompok Tani Lestari Mulyo, Dusun Ngelosari Desa Srimulyo, Kecamatan Piyungan, Kabupaten Bantul. Dengan riset tersebut, SrawungPPL mencoba membangun konsep platform sesuai dengan kebutuhan utama petani. Dengan memberikan kuesioner, hasilnya ditemukan bahwa petani masih membutuhkan banyak informasi tentang teknologi, pertanian, pasar, cara bertani, cara penanaman yang baik dan benar, konseling pertanian, dan suggest crops. Saat ini, berdasar dari riset yang dilakukan, SrawungPPL sedang berfokus untuk menjawab kebutuhan petani dengan menempatkan PPL di Kecamatan Piyungan tersebut yang terdiri atas tiga desa yaitu, Desa Srimulyo, Srimartani, dan Sitimulyo. Kedepannya, SrawungPPL berharap bisa menerapkan program ini dan menempatkan PPL yang disesuaikan dengan kebutuhan petani di seluruh daerah di DIY bahkan luar kota.(/FSA)