Di beberapa tahun ini bermunculan wacana tentang kehidupan manusia di planet Mars. Banyak ilmuan yang melakukan berbagai percobaan dan penemuan teknologi untuk mendukung wacana tersebut. Salah satunya misi yang dilakukan oleh National Aeronautcis Space Administration (NASA) dengan mengirim Robot penjelajah Curiosity. Kehidupan di planet Mars juga tergambar dalam film The Martian (2015) dan The Space Between Us (2017) yang menceritakan tentang perjuangan para astronot dalam mengeksplorasi planet Mars.
Dalam Antero Science Discussion Chapter Yogyakarta (17/04) yang bertajuk “Mars Colonized by Us: Mungkinkah Kita Membuat Koloni Kehidupan di Mars?” membahas wacana tersebut secara jelas. Diskusi diselenggarakan oleh Center for Digital Society (CFDS) yang bekerjasama dengan Antero, Penjelajah Langit, dan Nous ID. Bertempat di Auditorium Fisipol UGM, diskusi ini menghadirkan Eko Hadi Gunawan selaku Amateur Astronomer sekaligus pendiri Penjelajah Langit, Muhammad Faiz Rahman selaku Science and Technology, Enthusiast Co-Founder Nous ID, dan Nugroho Imam Setiawan selaku Dosen Teknik Goelogi UGM sebagai pemantik diskusi.
Faiz dalam keynote speak yang diberikan, mengungkapkan bahwa perlunya mencari planet lain sebagai tempat tinggal kedua umat manusia salah satunya dikarenakan perubahan bumi yang terlihat nyata. Pertama, perubahan ditandai dari populasi manusia yang semakin meningkat. Populasi yang semakin meningkat tentu akan mempengaruhi banyak hal, mulai dari penyempitan hutan untuk kebutuhan hunian, polusi meningkat karena kendaraan semakin banyak, dan lain sebagainya. Kedua, perubahan iklim dari tahun ke tahun. Ketiga, Faiz menyebutnya adanya resource depression yaitu sumber daya yang semakin menipis. Perubahan-perubahan tersebutlah yang mendorong manusia harus pergi ke planet lain karena tanpa itu manusia tidak bisa bertahan sampai 1000 tahun lagi.
Namun, Faiz dalam hal ini lebih menekankan pada alasan praktis. Dimana pentingnya eksplorasi planet lain sangat berkaitan dengan inspiration and innovation. Kebutuhan untuk eksplorasi planet lain akan meningkatkan perkembangan dan kemajuan teknologi. Hal ini mengingat untuk mencapai planet lain bukan persoalan yang sederhana. Dalam Soviet Moon Program misalnya, dibutuhkan teknologi roket N1-L3 dengan berat sekitar 2750 ton dan tinggi 105 meter.
Nugroho juga membenarkan alasan tersebut. Menurutnya, urgensi untuk eksplorasi planet lain adalah optimalisasi teknologi. “Dalam proses mengoptimalkan teknologi, manusia membutuhkan challenge. Ada challenge maka ada perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan,” ungkapnya. Nugroho memberikan contoh perang dunia sebagai salah satu bentuk tantangan bagi umat manusia dalam mengembangkan teknologi. Faktanya, dengan adanya perang dunia beberapa negara tergerak dan terdesak untuk menciptakan berbagai teknologi perang seperti pesawat jet, senjata, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, menurut orang Indonesia pertama yang ikut dalam misi penelitian di Antartika ini, lebih meyakinkan bahwa eksplorasi planet lain atau dikenal sebagai Eksplorasi Bumi 2.0 merupakan bagian dari tantangan yang diciptakan umat manusia untuk mengembangkan dan mengoptimalkan teknologi.
Eko menambahkan, dalam proses Eksplorasi Bumi 2.0 pertimbangan kondisi tata surya juga perlu diperhatikan. Menurutnya, ada tiga syarat penting yang harus dipenuhi suatu planet bisa dihuni oleh manusia yaitu oksigen, air, dan kondisi fisik manusia itu sendiri. “Perbedaan seperti gravitasi, suhu, tekstur tanah antara Bumi dan Mars misalnya, akan mempengaruhi kondisi tubuh manusia,” papar Eko. Sehingga untuk benar-benar menemukan planet layak huni melibatkan banyak hal dan tantangan, tidak hanya menyangkut teknologi tetapi juga ilmu pengetahuan yang lebih luas.(/ran)