Buku dengan judul “Kebijakan Publik dalam Pusaran Perubahan Ideologi dari Kuasa Negara Ke Dominasi Pasar?” ini merupakan kumpulan tulisan yang dipantik dari diskusi-diskusi rutin yang selama ini telah dilakukan. Terdiri dari 16 bab, buku ini tidak hanya ditulis oleh dosen saja, namun juga mahasiswa, baik yang aktif di MAP Corner mau pun umum. Total penulis dalam buku dengan tebal 321 halaman ada sebanyak 17 orang. Pada diskusi bedah buku yang kali ini dimoderatori oleh, Wahyudi Kumorotomo, Guru besar FISIPOL UGM dengan pemantik Max Lane dari Institue of Southeast Asia Studies Singapore; Erwan Agus Purwanto, Dekan FISIPOL UGM; dan Benny Hari Juliawan, Dosen dari Universitas Sanata Dharma.
Membahas mengenai reformasi dan mengaitkannya dengan judul dari buku tersebut, Max Lane merasa ada ketidaksepakatan. Hal ini dikarenakan ia melihat perubahan ideologi dari negara ke pasar telah terjadi sejak dimulainya orde baru. Tepatnya saat disahkannya Undang-Undang Penanaman Modal Asing pada 1997. “Buat saya perubahan orde baru hingga sekarang tidak menyentuh proses-proses ekonomi yang mendasar. Memang perubahan itu sangat besar, tapi perubahan utamanya hanya di tingkat infrastruktur ekonomi-politik bukan struktur ekonomi-politik,” terangnya. Kondisi struktur ekonomi Indonesia masihlah dikuasai oleh para kapitalis, mengingat itulah ideologi yang saat ini berkembang luas secara global. Jika pada tahun 1960-an hingga 1990-an, struktur perekonomian diisi oleh para kapitalis kroni atau konglomerat, kini pasca reformasi, kapitalis kecillah yang mengisi dominasi tersebut. Kendati masih dibayangi oleh para kapitalis kroni.
Ia juga menambahkan secara politik memang ada perubahan cukup banyak diantaranya terjadi pergeseran sistem dari otoriter ke demokrasi. Namun kendati demikian, ia masih melihat adanya kekurangan dari sitem tersebut. Menurutnya hal ini dikarenakan ada satu ideologi yang dilarang berkembang hingga saat ini. Sehingga diskusi-diskusi yang ada hanya dari satu sudut pandang dan tidak menghasilkan solusi atas permasalahan yang ada secara menyeluruh.
Sebagai akibat dari larangan adanya ideologi tersebut, Benny Hari Juliawan menyebutkan bahwa hanya ideologi dominan yang kemudian mampu membentuk gagasan masyrakat. Menurut pengamatannya hanya pada dua gagasan yang berkembang di masyarakat; Nasionalisme dan Agama. Ide nasionalisme di Indonesia pun menurut Benny masih terbilang sempit dan miskin teori. Mengingat nasionalisme hanya selesai dengan kalimat “NKRI harga mati”. Selain itu, ia juga menilai bahwa peranan agama dalam mengisi reformasi masihlah minim. “Sumbangan agama ke dalam politik juga sama dangkalnya dan tidak mampu menyumbang gagasan progresif,” terangnya.
Menurut Benny, implementasi kedua ideologi tersebut pun masih minim. Contohnya di dunia pendidikan yang masih memiliki kekurangan. Adanya pembentukan karakter yang beberapa waktu belakangan digembar-gemborkan oleh pemerintah, nyatanya hanya dipersempit soal upacara dan doa saja. Hal ini menurutnya karena adanya larangan untuk mempelajari ideologi kiri, Larangan ideologi kekirian yang dianggap berbahaya inilah membuat diskusi ideologi berlari kearah yang sama hanya sebatas Nasionalime dan Agama.
Benny merasa masih banyak yang perlu ditingkatkan dari buku tersebut. Salah satunya terkait cara para penulis membangun argumen. “Selalu bagian sejarah yang dijadikan argumentasi. Padahal tidak selalu harus begitu. Jika tidak relevan dengan argumen yang dibangun sebaiknya tidak perlu,” terangnya.
Selain itu menurut Erwan Agus Purwanto, para penulis terlalu asyik untuk mengkritisi kondisi yang ada, “Sebagian besar penulisnya anak muda dan sangat kritis dalam mebaca situasi saat ini. Hari ini serba kurang, serba sulit, tidak tepat, tidak adil,” Namun menurut Erwan, penulis lupa untuk memberikan solusi. Mengingat jika melihat kondisi yang ada pemerintah juga dihadapkan pada pilihan-pilihan yang sulit dan terbatas. Ia juga menambahkan, dalam membangun tulisan,perlu adanya objektivitas. Sehingga alangkah lebih baiknya jika para penulis, selain menampilkan kekurangan juga memaparkan prestasi apa saja yang telah dicapai oleh emerintah pasca reformasi.(/rws)