Yogyakarta, 21 Februari 2019—Melanjutkan komitmen Fisipol UGM untuk memberikan pendidikan politik di ranah akademik, Fisipol UGM kembali menyelenggarakan Talkshow Bedah Program Capres/Cawapres #2. Acara ini merupakan kelanjutan dari Talkshow sebelumnya, dengan mengusung tema besar “Ketahanan Pangan dan Energi”. Fokus dari talkshow akan mengupas tentang visi keenergian nasional dari masing-masing kubu, serta ketahanan pangan agar bisa dinikmati oleh seluruh rakyat Indonesia.
Tetap bertempat di Auditorium Mandiri Lt.4 Fisipol UGM, acara dimulai pada pukul 09.00 hingga pukul 12.00 WIB. Bagi publik yang berhalangan hadir, acara ini juga disiarkan secara langsung di RRI dan Youtube Fisipol UGM. Siaran ini diharapkan bisa mendukung penyebaran ide-ide pendidikan politik yang diprakarsai oleh Fisipol UGM. Acara ini dihadiri oleh ratusan peserta dari kalangan umum, politikus, NGO, dan mahasiswa dari berbagai universitas di Yogyakarta dan sekitarnya.
Sebagai narasumber, perwakilan TKN Jokowi-Ma’aruf dihadiri oleh Johnny Plate dan Satya Widya Yudha. Mewakili BPN Prabowo-Sandi, hadir Sudirman Said bersama M.Said Didu. Fisipol UGM juga menghadirkan tim ahli UGM sebagai panelis yang menguasai topik Ketahanan Pangan dan Energi, yaitu Prof. Ali Agus (Fakultas Peternakan UGM), Dr.Subejo (Fakultas Pertanian UGM), Prof. Eni Harmayani (Fakultas Teknologi Pertanian UGM), Dr. Deendalianto (Fakultas Teknik UGM), dan Dr.Nanang Indra Kurniawan (Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UGM).
Acara dibuka dengan sambutan dari Dekan Fisipol, Dr. Erwan Agus Purwanto, dengan kilas balik kesuksesan talkshow putaran pertama yang dinilai sukses besar. Talkshow putaran pertama mendapatkan apresiasi dari setiap kubu TKN Jokowi-Ma’aruf maupun BPN Prabowo-Sandi. Erwan menyatakan pentingnya diskusi mengenai ketahanan pangan dan energi, mengingat Indonesia sedang berupaya menjadi negara yang maju.
“Hari ini kita mendengarkan rencana-rencana yang akan disampaikan perwakilan capres/cawapres 01 maupun 02 dalam mengurus pangan kita. Kalau kita ingin menjadi negara industri yang maju, maka urusan yang paling basic, yaitu pangan tidak bisa tidak kita bereskan. Mungkin dulu kecukupan pangan itu cukup, tetapi di masa sekarang kecukup pangan saja tidak cukup. Kalau ingin jadi negara maju, memang urusan energi juga harus kita bereskan. Apalagi generasi milenial sekarang ini, kalau dulu sembilan bahan pokok, sekarang plus wifi dan listrik,” ujar Erwan.
Selain itu, Erwan juga mengapresiasi kerjasama antara Fisipol UGM dengan RRI dan Swaragama yang ikut menyebarkan informasi selaku media partner. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan politik ini didukung oleh berbagai pihak untuk menyebarkan informasi yang mencerdaskan masyarakat. RRI sendiri akan terus memberikan siaran langsung hingga putara kelima Talkwhow Bedah Program Capres/Cawapres Fisipol UGM.
Isu ketahanan pangan dan energi dimunculkan Fisipol UGM sebagai respon atas kondisi negara kepulauan Indonesia yang menyebabkan distribusi energi tidak merata. Pemerataan energi akan memberikan efek positif terhadap pertumbuhan ekonomi bangsa. Meskipun acara ini mempertemukan perwakilan kedua belah kubu, moderator sejak awal acara memperingatkan bahwa ini bukanlah arena berdebat melainkan talkshow untuk pendidikan politik kepada kaum muda.
“Pada talkshow ini kita ingin mendalami bagaimana rencana program yang telah dipersiapkan masing-masing kubu capres/cawapres mengenai ketahanan pangan di Indonesia. Pertanyaan besarnya adalah, mungkinkah Indonesia itu mencapai ketahanan, kemandirian, dan kedaulatan energi di masa mendatang?” ujar Gilang Desti Parahita, sebagi moderator.
Putaran kedua talkshow ini menyoroti tentang program kerja yang ditawarkan kedua kubu TKN & BPN terkait upaya ketahanan, kemandirian, dan kedaulatan pangan dan energi di Indonesia. Isu ini menjadi penting mengingat sangat berkaitan dengan kekuatan produksi dalam negeri, distribusi, dan juga perubahan iklim sebagai dampak yang perlu dipertimbangkan.
“Ada tiga hal yang perlu kita pahami bersama mengenai definisi kemandirian lebih didasarkan pada supply dan demand. Ketahanan ada faktor kemampuan untuk menghadapi supply, kesiapan infrastruktur untuk memenuhi supply tersebut, yang ketiga affordability atau kemampuan masyarakat untuk membeli, keempat adalah semuanya harus environment friendly yang artinya harus memperhatikan dampak ke lingkungan. Kita ingin membuat pengelolaan energi kita ini menjadi aggregate ekonomi, yang artinya kebijakan energi menjadi pertumbuhan ekonomi,” ungkap Satya Widya Yudha, sebagai perwakilan TKN Jokowi-Ma’aruf.
Johnny Plate menambahkan pula bahwa program kerja Jokowi-Ma’aruf di tahun-tahun mendatang tidak lepas dari kebijakan kabinet Jokowi-JK saat ini, yaitu melanjutkan kesiapan-kesiapan dalam roadmap jangka panjang menuju food security. Peningkatan infrastruktur disampaikan mengalami peningkatan untuk mendorong distribusi pangan. Kubu Jokowi-Ma’aruf menyatakan juga akan melanjutkan pendataan kesediaan pangan untuk pemenuhan kebutuhan konsumsi dan stabilitas harga di masyarakat.
Sudirman Said dalam memaparkan program kerja BPN Prabowo-Sandi membuka dengan membacakan naskah yang dibacakan oleh Bung Hatta pada 1957 di depan alumni UI, mengingatkan tanggung jawab moral kaum intelijensia terhadap perkembangan masyarakat dan memberikan apresiasi kepada Fisipol UGM atas penyelenggaraan Talkshow Bedah Program Capres/Cawapres.
“Mengenai energi, saya memberikan perspektif lain di antaranya eksplorasi, produksi pengolahan untuk migas, diversifikasi, dan yang terakhir adalah konservasi. Sekarang ini kita sedang sangat sibuk di pengolaan produksi, tetapi sangat ketinggalan dalam eksplorasi, konservasi, apalagi diversifikasi. Untuk konsumsi kita 1.6 juta barel untuk minyak, sedangkan produksinya hanya 800-an, bisa kurang. Jadi ketergantungan impor sangat tinggi. Batubara kita ekspor habis-habisaN, tapi minyak kita impor habis-habisan. Padahal sebenarnya, ada teknologi yang bisa menjembatani, itu juga kita ketinggalan. Oleh karena itu ke depan ada dua hal utama yang akan kita lakukan. Nomor satu adalah bagaimana mengurangi ketergantungan impor pada BBM, meskipun tidak mungkin kita lompat pada swasembada semuanya, tetapi trajektori ke sana harus dikerjakan. Kedua adalah harus ada sinergisitas kelembagaan yang jelas untuk mendukungnya,” papar Sudirman Said.
Said Didu menambahkan bahwa kuncinya ada di misi mensejahterakan petani. Kesejahteraan petani dikatakan tidak dapat terwujud apabila pemerintah meninggalkan para ilmuan pertanian. Poin kedua yang disampaikan adalah sustainability instrumen kelembagaan untuk mendukung kebijakan di produksi, distribusi, dan konsumsi. Permasalahan inilah yang dikatakan M.Said sebagai penyebab pertanian pedesaan tidak bisa tumbuh dengan baik.
Setelah pemaparan program kerja dilanjutkan dengan sesi tanya jawab dengan lima panelis. Setiap panelis menilai bahwa siapapun pasangan calon yang nantinya akan terpilih, pekerjaan rumah yang penting untuk segera dibereskan terkait ketahanan pangan dan energi adalah distribusi energi dan kemampuan masyarakat untuk mengkonsumsi. Pada konsumsi energi, pemerintah perlu melakukan desentralisasi agar energi dapat mudah diserap. Akan tetapi perlu dibarengi dengan sinkronisasi dengan berbagai lembaga yang terkait pada produksi, distribusi, hingga konsumsi energi. Oleh karena itu, dibutuhkan komitmen politik yang berkelanjutan dari pemerintah.
Terkait dengan ketahanan pangan, panelis tim ahli UGM mengatakan bahwa Indonesia tidak cukup dengan ketahanan pangan saja. Pemimpin bangsa Indonesia seharusnya berbicara terkait konsep kemandirian pangan, yang berarti menyediakan sendiri dari hulu hingga ke hilir serta menjamin aksesnya. Selain itu juga perlu disempurnakan dengan Kedaulatan, yang berarti kebebasan dalam mengambil kebijakan apapun terkait dengan pangan. Disampaikan bahwa permasalahan energi dan industri tidak semata-mata untuk pemenuhan industri warga, melainkan untuk pembangunan ekonomi di sektor industri demi stabilitas nasional.
Catatan menarik dari talkshow ini adalah bahwa baik panelis maupun narasumber sepakat bahwa sudah saatnya isu pangan dan energi ini semakin melibatkan akademisi yang mengetahui kondisi secara ilmiah di Indonesia. Keputusan-keputusan tidak semata-mata pada politik pangan, melainkan juga secara keilmuan. Hal ini perlu dilakukan demi melakukan integrasi antar lembaga di Indonesia dalam mendukung pembangunan kedaulatan pangan.
Acara ini memberikan dua sesi pertanyaan kepada peserta untuk mengungkapkan aspirasi dan pertanyaanya secara langsung kepada dua perwakilan paslon. Sesi pertanyaan dibuka bagi peserta Talkshow yang hadir di lokasi, dan juga bagi penonton di Instagram Live Fisipol.
Program Talkshow akan terus berlangsung hingga lima putaran, puncaknya pada bulan April 2019. Hasil talkshow ini pada akhirnya akan dicatat dan dijadikan bahan untuk menyusun rekomendasi kebijakan ketahanan pangan dan energi. Hal ini sebagai kontribusi langsung lembaga pendidikan atau akademisi dalam menciptakan kebijakan pangan yang terukur secara ilmiah. (/csn)