Yogyakarta, 13 Maret 2019—Pengembangan hukum dan politik di ASEAN dinilai perlu dibarengi dengan pengembangan integrasi nilai dan identitas. “Pengembangan hukum, institusi dan politik di ASEAN harus berbarengan dengan pengembangan rasa ‘kekitaan’ masyarakat ASEAN,” ujar Sekretaris Direktorat Jendral Kerja Sama ASEAN Kementrian Luar Negeri Republik Indonesia, Vedi Kurnia Buana dalam kapasitasnya sebagai pembicara kunci dalam International Conference on ASEAN Studies (ICONAS) 2019 dengan tema “Rethinking Law, Institution, and Politics in Advancing Partnership for Sustainable ASEAN Community.”Kedua hal tersebut menurutnya menjadi kunci untuk menjaga kesatuan, sentralitas dan keberlangsungan ASEAN sebagai sebuah organisasi regional. Sentralitas ASEAN menjadi penting ditengah perubahan konstelasi geopolitik dan geo-ekonomi kawasan Indo-Pasifik.“ASEAN berada di kawasan Indo-Pasifik yang sekarang menjadi medan pengaruh kekuatan besar dunia,” tuturmya.
Untuk itu perlunya integrasi nilai dan norma bersamaan dengan penguatan hukum dan politik dalam organisasi ASEAN demi mengarungi arus tarik menarik antar kekuatan besar di kawasan tersebut. ASEAN sendiri masih menjadi prioritas kebijakan politik luar negeri Indonesia, terlebih dengan semakin pentingnya organisasi tersebut dalam politik internasional masa kini.
Sementara itu, Duta Besar Misi Jepang untuk ASEAN, H.E., Kazuo Sunaga, menjabarkan kebijakan politik luar negeri Jepang terkait ASEAN dalam “Free and Open Indo-Pasific Strategy” atau FOIP. Kebijakan tersebut menempatkan ASEAN sebagai kunci penting dalam membangun kerjasama antara benua Asia dan Afrika.
“Kebijakan ini (FOIP) melihat ASEAN sebagai engsel yang menghubungkan antara benua Asia dan Afrika, antara Samudra Hindia dan Pasifik, sehingga ASEAN menjadi fokus utama kebijakan luar negeri Jepang,” jelasnya.
Pasalnya Jepang melihat benua Asia sebagai kawasan yang memiliki pertumbuhan ekonomi yang pesat dan benua Afrika sebagai kawasan yang memiliki potensi besar untuk pengebangan ekonomi. Dengan menghubungkan keduanya diharapkan akan membawa pertumbuhan ekonomi dan pengembangan kemakmuran dan keamanan untuk kepentingan bersama.
Untuk mencapai hal tersebut Jepang memiliki visi pembangunan infrastruktur di kawasan Asia Tenggara seperti Koridor Ekonomi Barat-Selatan yang menghubungkan tepi barat ASEAN di Dawei, Myanmar hingga ke Ho Chi Minh, Vietnam. Selain pembangunan infrastruktur, Jepang juga menjalin hubungan kerjasama ekonomi dengan kawasan ASEAN yang juga beririsan dengan negara-negara dari kawasan lain, seperti dalam Regional Comprehensive Economic Partnership atau RCEP yang beranggotakan sepuluh negara ASEAN dan enam negara Asia Pasifik.
International Conference on ASEAN Studies atau ICONAS 2019 merupakan bentuk pelaksanan fungsi sebagai civitas academica oleh ASEAN Studies Center (ASC) Fisipol UGM beserta Fakultas Hukum UGM dan Center for Asian Legal Exchange Universitas Nagoya.
ICONAS 2019 diadakan selama dua hari pada tanggal 13-14 Maret di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Gadjah Mada. Selain seminar, dilaksanakan juga presentasi dan diskusi riset yang dibagi kedalam tiga panel berdasarkan tiga pilar ASEAN, yaitu ASEAN Political-Security Community, ASEAN Economic Community, dan ASEAN Socio-Cultural Community.
Program tahunan ASEAN Studies Center Fisipol UGM tersebut diharapkan dapat memberikan masukan yang konstruktif dan kontributif terhadap kebijakan ASEAN sebagai organisasi yang menerapkan prinsip people-based. (/AAF)