Yogyakarta, 11 Juli 2020—Dewan Mahasiswa Fisipol Kabinet Basudara kembali menghadirkan dipcool atau Dema Fisipol School seri kedua pada Sabtu (11/7). Dipcool #2 di masa pandemi kali ini mengangkat tema “Membedah Kembali Wacana ‘Normal Baru’ dan Tantangannya” dengan mengundang pembicara selaku peneliti INDEF, yaitu Bhima Yudhistira Adhinegara. Acara dimulai pukul 13.00 via Google Meet dan dimoderatori oleh Langit Gemintang, mahasiswa Fisipol 2019.
Sebagaimana yang sedang marak dibicarakan sekarang ini, Indonesia sudah mewacanakan dan bahkan sudah masuk ke era yang disebut new normal. Dalam artian, pembatasan sosial dilonggarkan dan aktivitas masyarakat maupun lembaga pemerintahan dinormalkan kembali. Namun, wacana normal baru tersebut menuai polemik terkait pro kontra di antara masyarakat, serta Indonesia dinilai memaksakan diri untuk masuk ke era new normal. Pasalnya, memang Indonesia belum memenuhi indikator diberlakukannya new normal. Apalagi akhir-akhir ini terjadi penambahan kasus COVID-19 sekitar 1000 perhari.
Jika melihat negara-negara lain yang sudah memberlakukan new normal, dapat disimpulkan bahwa mereka melonggarkan aktivitas ekonomi ketika kasus positif COVID-19 sudah mengalami penurunan. Sementara, menurut pengakuan Bhima, dari awal Indonesia kurang serius menangani COVID-19, kebijakannya pun aneh-aneh mulai dari mendatangkan influencer dengan insentif sebanyak 72 miliar hingga new normal padahal Indonesia belum siap. “Jadi harus didemo dulu, memang harus begitu, harus diprotes dulu baru kemudian kebijakannya agak bener dikit, eh tiba-tiba kemudian ngeluarin kebijakan (new normal) aneh lagi,” ujarnya.
Dalam pemaparannya, Bhima menyangkal pernyataan pemerintah terkait belum ditemukannya antivirus sebagai alasan new normal atau beradaptasi dengan situasi pandemi. Ia mengoreksi bahwa sebenarnya kita sudah berada di fase full normal atau back to normal karena sudah ditemukan antivirus COVID-19 dan pemerintah sendiri yang sudah menciptakan antivirus tersebut, yaitu dalam bentuk kalung kayu putih atau kalung anti corona. Bhima menilai dari awal adanya pandemi di Indonesia, kebijakan-kebijakan pemerintah kerap keluar jalur dari rasionalitas dan keluar jalur dari kebijakan yang seharusnya dilakukan. Ia berpendapat bahwa bulan Januari-Juni adalah masa-masa kegelapan karena pemerintah begitu mudah mengeluarkan kebijakan tanpa pengawasan dan government yang bagus. “Dari Januari sampai bulan Juni, kebijakan-kebijakan termasuk kebijakan new normal banyak yang irrasional,” ungkapnya.
Menurut staf ahli Gugus Tugas COVID-19 yang diwawancarai oleh majalah Tempo, mengakui bahwa wacana new normal tidak dibahas dalam gugus tugas, artinya wacana tersebut bukan isu kesehatan. Pembahasan new normal muncul ketika para pengusaha bertemu dengan Pak Jokowi, maka Bhima beranggapan bahwa Kementerian Perdagangan Dan Kemenko Bidang Perekonomian yang sebenarnya gegabah melakukan new normal. “Disitulah kemudian yang grusa-grusu melakukan new normal bukan Kementerian Kesehatan Dan Gugus Tugas COVID-19, tapi yang paling cepat melakukan antisipasi terhadap new normal ini adalah Kementerian Perdagangan dan Kemenko Bidang Perekonomian.
Selain bukan merupakan kebijakan terkait isu kesehatan, melainkan isu perekonomian, wacana new normal juga memicu kontroversial terhadap fakta bahwa hal pertama yang dilakukan presiden ketika fase new normal adalah sidak persiapan pembukaan mall. Hal tersebut menunjukkan bahwa keberpihakan ekonomi sebagai alasan new normal adalah ingin mengamankan pemain properti yang besar, bukan menolong pasar tradisional yang jelas-jelas terpukul karena dampak pandemi. “New normal justru pertimbangannya ke ekonomi-ekonomi kapitalistik bukan ekonomi kerakyatan dan UMKM,” ungkapnya.
Pada akhir pemaparannya, Bhima menjelaskan bahwa pemulihan kembali krisis di era new normal tergantung pada kecepatan penanganan COVID-19, besarnya stimulus, kompensasi bagi UMKM, leadership=kepercayaan masyarakat, dan koordinasi pusat-daerah. Setelah selesai memaparkan materi, pada sesi tanya-jawab, keaktifan audiens dalam diskusi juga terlihat dari pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan. Begitu pula Bhima, sebagai pembicara, menjawab setiap pertanyaan dengan runtut dan jelas. Akhirnya, diskusi selesai pada pukul 14.30 WIB. (/Wfr)