Izzati sendiri memberikan judul materi yang dibawakannya sebagai “Cara Mudah Masak Konten”, dan menganalogikan proses pembuatan konten seperti proses memasak. Alur ‘memasak’ konten sendiri terdiri atas lima tahapan, mulai dari mendapatkan brief dari klien, brainstorming, membuat grand kemudian social media content strategy, dan barulah menuliskan konten tersebut. Seperti halnya memasak, dalam proses pembuatan konten juga dibutuhkan bahan-bahan utama, antara lain brand knowledge, audience insight, dan tren. Masing-masing dari ketiga ‘bahan’ tersebut juga memiliki karakteristik dan fungsi yang berbeda bagi suatu konten.
Brand knowledge, misalnya. Izzati menjelaskan bahwa ada tiga hal dasar yang diperlukan dalam brand knowledge, yaitu analisis SWOT dan objective dari brand yang bersangkutan, serta data dan riset tambahan agar konten dapat mencerminkan brand sebagaimana mestinya. Berbeda pula dengan audience insight, yang diperlukan agar konten dapat sesuai dengan kondisi audiens yang dituju. Tiga hal yang perlu diperhatikan untuk memetakan kondisi audiens adalah faktor demografi, habits, dan preferences para audiens.
Bahan terakhir merupakan bahan pelengkap, tidak harus selalu dimasukkan, tetapi setidaknya harus diketahui oleh penulis konten, yaitu tren. “Tren mungkin memang tidak selalu dibutuhkan, tetapi ketika siap untuk ditambahkan, ‘rasa’ konten bisa menjadi lebih menarik,” tulis Izzati dalam materinya.
Izzati kemudian merumuskan ketiga bahan tadi ke dalam resep mudah memasak konten. Brand knowledge menjadi aspek what we have, dipadukan dengan audience insight sebagai what they want, dan disempurnakan dengan tren sebagai what’s going on. Resep ini masih bisa diolah lagi dan bisa diterapkan baik bagi penulisan konten untuk brand maupun personal. Izzati juga menawarkan beberapa ‘resep’ lain beserta output konten yang akan dihasilkan dari resep-resep alternatif tersebut.
Suatu makanan bila dimasak dengan tidak benar dapat berakibat gosong, begitu juga dengan konten. Pembuatan konten yang asal-asalan dapat membuat konten tersebut ‘gosong’ alias blunder. Oleh sebab itu, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menulis konten. Pertama, pastikan topik yang dipilih sesuai dengan brand dan kebutuhan audiens. Jangan lupa untuk mengurasi dan memilih informasi yang paling menarik untuk ditulis dalam konten. Informasi juga disampaikan dalam bentuk saduran, bukan salinan, dan diambil dari sumber yang valid. Dan, perhatikan penggunaan kata dalam pembuatan konten. Kata tidak harus selalu baku, tapi pastikan kata tersebut tersedia di KBBI atau ditulis dengan benar.
Tentu, ada beberapa tantangan yang pernah Izzati rasakan selama menjadi content writer, mulai dari dinamika tren, media sosial, dan informasi, hingga keterbatasan waktu dalam pembuatan konten. Namun jangan khawatir, Izzati memproyeksikan sampai beberapa tahun mendatang, posisi content writer belum akan terganti oleh software. Apalagi di tengah pandemi seperti sekarang ini, banyak usaha yang harus beralih ke digital. Jadi, kemampuan penulisan konten sangatlah dibutuhkan untuk pemasaran brand.
Izzati menyampaikan materi dengan bahasa yang santai dan mudah dipahami, tanpa mengurangi keseriusan diskusi. Ia juga memberikan contoh-contoh konten nyata saat menyampaikan materi, seperti pada bagian resep pembuatan konten dan konten yang gosong. Contoh-contoh tersebut juga ia berikan penjelasan yang lebih terperinci. Para peserta tampak antusias dan memberikan banyak pertanyaan pada sesi tanya jawab. “Intinya nulis aja lah, jangan takut. Ambil freelance tidak apa-apa. Biarin, tidak usah takut salah, biar belajar untuk handle brand,” pesan Izzati menutup diskusi pukul 21.20 WIB. (/hfz)