Yogyakarta, 23 Juli 2020—Menyambut datangnya pelaksanaan pesta elektoral pada Pilkada yang akan diselengagrakan pada Desember di tahun ini, Departemen Politik dan Pemerintahan, Fisipol, UGM menyelenggarakan sebuah sesi diskusi virtual dengan tajuk Proses Kandidasi di Pilkada 2020: Ruang Gelap yang Penuh Misteri dengan Djarot Saiful Hidayat (Ketua Bidang Ideologi dan Kaderisasi PDIP), Hasyim Asy’ari (Anggota KPU RI), dan Arya Budi (Dosen DPP Fisipol UGM) sebagai tiga speaker utama yang akan menyampaikan pemaparan materi. Dengan dimoderatori oleh Dosen DPP, Mada Sukmajati, berlangsungnya diskusi nampak sangat cukup komprehensif sebab pemateri tak hanya menyampaikan landasan teori, tetapi juga memberikan sebuah gambaran empiris, salah satunya yakni Djarot Saiful Hidayat yang memulai menjelaskan starting point dengan membawa konteks dinamika proses pilkada yang dilakukan oleh Partai PDI Perjuangan.
Sebagai Ketua Bidang Ideologi dan Kaderisasi PDIP, Djarot menyatakan bahwa dalam proses pilkada dari pencalonan sampai dengan pemenangan kandidat, PDIP memandang bahwasanya pilkada merupakan suatu sarana yang dapat digunakan untuk membangun empat elemen, dimana yang pertama adalah terkait dengan membangun konsolidasi ideologi. Kedua, pilkada digunakan untuk membangun konsolidasi organisasi dari proses kandidasi yang mana ketika calon kandidat sudah diputuskan, maka struktur partai diharapkan dapat bergerak untuk dapat memenangkan kandidat. Ketiga, dinyatakan bahwa pilkada merupakan bentuk konsolidasi partai yang mampu menguji kegotong-royongan partai untuk memenangkan kandidat. Serta, satu hal lagi bahwasanya pilkada merupakan tahapan yang penting untuk melakukan koordinasi kader partai dengan harapan dapat menyelesaiakan masalah-masalah rakyat. Dalam hal ini pula, Djarot juga menegaskan bahwasanya proses kandidasi yang dilakukan oleh PDIP selalu menggunakan model bottom up baik untuk proses penjaringan dan penyaringan calon kandidat.
Dalam rangka meminimalisir terjadinya ruang gelap dalam proses kandidasi di Pilkada, PDIP menerapkan Peraturan Kandidasi yang termaktub dalam Peraturan Partai No. 24 Tahun 2017 Tentang Rekrutmen Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang diusul PDIP. Pada dasarnya, hadirnya peraturan ini berisikan bahwasanya dalam proses kandidasi yang dilakukan oleh PDIP terdiri atas tahap penjaringan calon yang terbuka untuk seluruh warga yang memiliki integritas dan ideologi. Kemudian, disusul dengan tahap verifikasi dan validasi dokumen bakal calon. Setelah itu, terdapat tahap penyaringan dan penetapan kandidat yang diusung oleh PDIP yang diputuskan dalam rapat pleno. Tak hanya berhenti disitu, PDIP juga memfasilitasi tahapan dengan didirikannya sekolah partai bagi para kandidat. Dengan tujuan untuk memberikan dan menambah pengetahuan terkait ideologi dan sharing pengalaman kepemerintahan dengan para senior baik dari internal maupun eksternal partai.
Disusul selanjutnya oleh Hasyim Asy’ari, dalam tanggapannya terkait kandidasi dalam pemilihan umum, Hasyim melihat bahwa partai politik dianggap memiliki posisi yang penting dalam menjadi penentu jabatan tertentu dalam level kenegaraan. Pasalnya, partai politik selain memiliki fungsi ke-tradisionalan, turut memiliki fungsi rekrutmen dengan dua aspek utama yang terdiri atas seleksi yang merupakan mekanisme internal partai dalam menentukan seseorang yang mewakili pencalonan dan nominasi yang merupakan proses matang internal partai dan ditandai dengan pendaftaran calon kandidat di KPU. Bahasan dua aspek utama terkait kandidasi di pilkada ini juga cukup menarik ketika speaker ketiga, yakni Arya Budi memberikan pemaparannya terkait beberapa variabel kandidasi pada Pilkada di tahun 2020 ini.
Variabel pertama merupakan perihal survei yang dilakukan dikala pandemi yang memiliki tendensi agak susahnya partai untuk melakukan secara fisik. Sehingga akses terhadap validasi data dikhawatirkan menjadi lebih susah. Alhasil, dalam pilkada kali ini, partai dianggap akan mempertimbangkan kembali variabel kedekatan kandidat dengan partai, karir, dan sebagainya. Kedua, outsiders vs kader yang menjadi variabel kandidasi yang dalam hal ini partai dihadapkan dengan level logik kemenangan. Dimana, di satu sisi outsiders banyak yang mendominasi dari sisi popularitas ketimbang kader dan hal ini dapat menjadi salah satu pemicu lahirnya ruang gelap karena adanya potensi tarik ulur antara kader dan outsiders. Pada variabel selanjutnya terdapat aspek financing yang secara umum dapat diketahui bahwa biaya politik yang dikeluarkan terkadang lebih tinggi dibandingkan dengan integritas calon kandidat. Alhasil akan mengakibatkan terjadinya siklus politik yang destruktif.
System of selection in concurrent setting atau tingkat keserentakan menjadi variabel selanjutnya yang dapat berimplikasi terhadap proses pencalonan kandidat, negosiasi, rekrutmen, dan sebagainya. Dengan melihat adanya berbagai variabel tersebut, Arya kembali menegaskan bahwasanya proses kandidasi merupakan bagian dari cara partai untuk memenangkan kandidatnya. Arya pun menambahkan bahwa survei juga menjadi metode saintifik yang sering digunakan partai untuk menjaring populasi dan digunakan untuk melihat sejauh mana survei tersebut kongruen dengan kinerja partai. Dalam rangka meminimalisir terjadinya ruang gelap dalam Pilkada, Hasyim selaku perwakilan KPU juga menyatakan bahwa KPU dalam batas-batas tertentu telah menginisiasi transparansi dan metode demokratis pencalonan dengan cara membuka dokumen para calon. Termasuk dalam hal ini turut serta mempublikasikan dana kampanye untuk para peneliti dan sebagainya.
Interaktifnya serial diskusi demokrasi elektoral ini ditutup dengan beberapa closing statement dari ketiga speaker yang secara garis besar memberikan penekanan terkait proses kandidasi pilkada pada beberapa kata kunci seperti proses pelembagaan demokrasi di Indonesia yang harus terus dikawal dan diperkuat, memaksimalkan potensi untuk mencari peletakan kandidasi sebagai domain partai atau domain publik, serta untuk menuju konsolidasi demokrasi yang kuat, diharapkan dapat memastikan bahwa partai politik memiliki jiwa yang kuat dan sehat. Sebab untuk mendewasakan demokrasi, Hasyim menegaskan bahwa salah satu kuncinya terletak pada partai politik. (/Adn).