Rekomendasi Peningkatakan Ketahanan Ekonomi Masyarakat Kota oleh Tim PkM FISIPOL

Yogyakarta, 30 Juli 2020—Pengabdian kepada Masyarakat (PkM) FISIPOL UGM mengadakan diskusi keempat pada Rabu (29/07). Diskusi kali ini bertajuk “Mewujudkan Ketahanan Ekonomi Masyarakat Saat Pandemi: Pengembangan dan Pelatihan Urban Farming Terintegrasi bagi Masyarakat Perkotaan”. Diskusi menghadirkan narasumber Agus Sudrajat, Kepala Dinas Sosial Kota Yogyakarta serta M. Qomarun Najmi dari Serikat Petani Indonesia dan Sekolah Tani Muda. Diskusi juga menghadirkan Tim PkM COVID-19 yaitu Matahari Farransahat, dosen Departemen PSdK FISIPOL UGM dan Achniah Damayanti sebagai moderator.

Achniah mengawali diskusi dengan menjalaskan penelitian tim PkM mengenai kegiatan pelatihan urban farming terintegrasi atau akuaponik di Kampung Badran, Kota Yogyakarta. Achniah menuturkan, pelatihan ini dilatarbelakangi oleh banyaknya masyarakat perkotaan yang terdampak pandemi secara ekonomi. Maka dari itu, urban farming disebut bisa menjadi salah satu solusi untuk menjaga ketahanan pangan masyarakat perkotaan.

Matahari mengemukakan bahwa dibutuhkan suatu upaya pengembangan peluang usaha baru untuk meningkatkan ketahanan ekonomi masyarakat Kota Yogyakarta. Berangkat dari apa yang telah ia lakukan dengan tim, ada beberapa catatan penting dalam penciptaan usaha. Pertama, melihat  potensi dan keterbatasan kota, misalnya lahan yang sempit. Kedua, produk harus dapat diterima dan dibutuhkan konsumen, utamanya dalam kondisi seperti ini yaitu kebutuhan primer. Ketiga, usaha harus dapat dikelola agar terus berlanjut. “Keberlanjutan itu diperlukan inovasi di semua hal terkait produktifitas, efisiensi dan sustainibilitasnya,”.

Matahari juga memaparkan beberapa rekomendasi dalam rangka peningkatan ketahanan ekonomi masyarakat kota. Rekomendasi pertama yaitu melalui program pemberdayaan masyarakat kota yang berperan dalam peningkatkan kapasitas masyarakat dan juga mengembangkan modal sosial. Rekomendasi berikutnya yaitu intensifikasi pendampingan untuk mencari solusi atas hambatan dan efektifitas serta efisiensi hasil. Rekomendasi terakhir yaitu melakukan kerjasama dan kolaborasi dengan berbagai pihak, misal akademisi, mitra bisnis, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), pemerintah, media dan dukungan pemodalan.

Najmi banyak menyampaikan poin mengenai pertanian perkotaan sebagai solusi ketahanan pangan masyarakat perkotaan. Baginya, urban farming bisa menjadi alternatif, tidak hanya dalam ketersediaan pangan tetapi juga akses terhadap pangan yang sehat. Najmi menuturkan urban farming muncul karena keterbatasan lahan diperkotaan, sehingga perlu merngoptimalkan sumber daya yang lain. Sumber daya yang ia maksud adalah pengetahuan atau hal teknis dan jaringan.  “Hal teknis yang dimaksud membutuhkan pendampingan dan juga komunitas sebagai sarana belajar bersama,” ungkap Najmi.

Selain itu, Najmi juga menambahkan dalam urban farming diperlukan media dan nutrisi. Media dan nutrisi ini bisa didapatkan dari hal-hal yang sederhana. “Kita bisa memanfaatkan nutrisi dari air hasil budidaya ikan dan limbah rumah tangga,” tambahnya.

Berbeda dari kedua pembicara, Agus menyampaikan mengenai kebijakan Pemerintah Kota Yogyakarta dalam merespon persoalan ekonomi, ketanagakerjaan dan ketahanan pangan di era pandemi. Agus menyebutkan kebijakan bantuan Pemerintah Kota Yogyakarta selama pandemi difokuskan pada warga miskin, penyandang difabel, perempuan dan anak. Selain itu, Pemerintah Kota Yogyakarta juga bekerja sama dengan pihak LSM seperti YAKKUM dalam mensinergikan program intervensi pada masyarakat. “Salah satu contoh sinergi program misalnya hasil budidaya E-Warong yang dikelola KUBE Jasa PKH kemudian disalurkan kepada penerima bantuan sembako,” ungkap Agus. (/anf)