Eksistensi, Produksi Informasi, dan Paradoksnya Peran Media di Masa Pandemi

Yogyakarta, 14 Agustus 2020—“Media dan Gerak (Relasi) Kuasa di Era Pandemi Coronamenjadi tema yang kali ini diangkat oleh Departemen Ilmu Komunikasi dalam sesi gelaran diskusi daring rutin, Ngopi #6 dengan menghadirkan dua narasumber internal yakni Dosen Departemen Ilmu Komunikasi, FISIPOL UGM,  Dr. Dian Arymani dan Budi Irwanto, PhD., Diskusi yang dihelat Jumat lalu menjadi menarik sebab tema yang dibawakan merupakan topik yang diangkat berdasarkan kondisi di masyarakat saat ini dan dipilih melalui refleksivitas akademik.

Di awal dibukanya dialog daring ini, moderator yang diwakili oleh Nyarwi Ahmad, PhD, Dosen Ilmu Komunikasi UGM, memberikan intermezzo dengan menyampaikan bahwasanya dengan adanya perubahan aktivitas yang hingga hari ini masih bergantung pada sumber online, secara tidak langsung telah memberikan kuasa bagi media. Misalnya, dapat ditemui dari adanya perubahan identitas, adanya pembludakan informasi, hingga tanpa sadar pun media kerap menjadi referensi yang digunakan untuk membentuk realitas yang mudah untuk diterima di masa-masa sulit seperti ini.

Bagi Dian, hadirnya pandemi di tengah keberlangsungan hidup masyarakat telah banyak memberikan kecenderungan untuk beradaptasi dengan melakukan perubahan. Dalam hal ini, Dian menyampaikan setidaknya pandemi telah memunculkan adanya keterkagetan atas tumpahnya informasi yang tiap harinya dikonsumsi masyarakat dengan proporsi penyerapan media yang berbeda-beda. Pada intinya, masyarakat dituntut untuk menjalankan hal-hal lama dengan adaptasi cara baru (new ways of doing old things). Berkaitan dengan adanya serapan atas informasi yang cenderung banyak di masa pandemi ini, Dian dengan merujuk pada pemikiran Deleuze mengungkapkan bahwasanya segala struktur tidak memiliki kebenaran tunggal. Yang mana, dalam hal ini, hadirnya media turut membawa informasi yang memiliki kebenaran yang beragam. Atau dalam hal ini, dapat dikatakan bahwa masyarakat menjadi pihak yang menangkap informasi dengan referensi darimana saja.

Lebih dari itu, Dian juga menjelaskan bahwasanya apabila dikaitkan dengan pandemi saat ini, konsep Deleuze dapat dijadikan sebagai kerangka untuk melihat bahwasanya kebenaran yang dimiliki oleh media merupakan wujud atas adanya ekspresi the will of power yang dimiliki oleh masing-masing. Sementara itu, Budi Irwanto dalam menyikapi gerak relasi kuasa media di masa pandemi ini lebih merujuk pada pemikiran Metz tentang interface yang dapat menjadi sumber manipulasi. Artinya, dalam hal ini, layar atau interface menjadi wadah dimana masing-masing individu dapat memberlangsungkan aktivitasnya dengan menggunakan cara baru secara virtual. Dan tanpa sadar pula, layar yang ditangkap oleh kita merupakan cerminan image yang terkadang tidak memberikan gambaran nyata tentang realitas. Dengan interface pula, kita bertemu dengan banyak produksi identitas baru seperti pengenalan istilah ODP dan OTG. Sistem seolah memproduksi identitas baru melalui media kemudian hal ini menstimulus lahirnya stigma sosial atas identitas-identitas baru tersebut.

Pada dasarnya, gerak media di masa pandemi ini agaknya menjadi paradoks. Di satu sisi, media menjadi sumber distributor informasi yang selalu memberikan update terkait informasi berkaitan dengan pandemi. Akan tetapi, lamban laun produksi informasi yang membludak tiap harinya ini akan pula menimbulkan kepanikan sekaligus kelelahan bagi masyarakat. Apalagi, ditambah dengan statement pejabat yang juga terkadang kontradiksi akan semakin membuat konsumsi informasi menjadi cenderung membosankan dan dihindari. Meskipun demikian, peran media di sisi lainnya juga dapat menjadi power yang turut membangun berdirinya berbagai gerakan masyarakat yang mengatasnamakan solidaritas sosial yang dibentuk tanpa memandang identitas-identitas tertentu dengan tujuan untuk membantu satu sama lain.

Eksistensi media yang di masa pandemi ini cukup membludak kiranya tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat. Pasalnya, sebagai konsumen, masyarakat kita jelas akan selalu membutuhkan kepastian informasi dari sumber yang dapat memproduksi informasi. Dan disinilah, peran media diharapkan dapat menjadi penyambung informasi yang akurat dan valid. Serta, masyarakat kiranya juga diharapkan dapat mengimbangi proses penyerapan informasi dengan membentuk kekritisan dengan menumbuhkan semangat literasi. (/Adn).