Digital Discussion #31: Ethical Conduct in Online Journalism

Yogyakarta, 24 Agustus 2020—Center for Digital Society Fisipol UGM kembali hadir dengan sesi ke-31 Digital Discussion. Pada kesempatan kali ini, CfDS mengajak Smart People yang tertarik dengan dunia jurnalistik untuk bergabung sebab topik yang akan dibahas adalah seputar kode etik dalam melakukan jurnalisme daring. Bertajuk “Ethical Conduct in Online Journalism”, diskusi yang diadakan melalui platform Whatsapp Group ini menghadirkan Kristian Oka Prasetyadi, Wartawan Harian Kompas, sebagai pembicara. Pembahasan mengenai kode etik ini berusaha melihat bagaimana proses pencarian narasumber, wawancara, dan pengunggahan berita tetap kredibel dan anti misinformasi serta disinformasi.

Sejak awal diskusi, dari pertanyaan yang diberikan oleh moderator—Made Agus Bayu Sudharma, Event Assistant CfDS—mengenai hal-hal yang perlu diperhatikan dalam jurnalisme daring, ternyata beberapa peserta sudah mengetahui kode etik dasar jurnalisme daring. Jawaban peserta yang terdiri dari faktual, aktual, kredibel, dan bersikap netral dibenarkan oleh Oka. “Nah, kalau soal kode etik jurnalistik, sebenarnya kode etik jurnalistik hampir tidak berubah. Wartawan tetap harus memperhatikan akurasi, memverifikasi fakta yang dikumpulkan, berimbang tanpa maksud buruk, menghargai hak dan privasi narasumber, dan berempati,” tambah Oka.

Hanya saja, yang berubah dari jurnalisme di masa sekarang adalah platform-nya, dari yang sebelumnya cetak, televisi, dan radio, kini berganti ke internet melalui gawai. Perubahan platform ini kemudian memengaruhi kinerja pers, sebab muncul desakan untuk mendapatkan dan memublikasikan berita dengan lebih cepat serta terjadi pergeseran sumber keuntungan berdasarkan jumlah klik. Hal tersebut lah yang menyebabkan masalah; berita jadi tidak berimbang karena harus cepat, atau bisa jadi tidak akurat tanpa verifikasi karena ingin beritanya bombastis.

Oka banyak menceritakan pengalamannya menjadi wartawan di era daring—bukan dari segi teoritis, tapi lebih banyak dari segi praksis. Ia berbagi cara menentukan dan mendekati narasumber yang sudah dipastikan tepat, juga cara memaksimalkan aplikasi tertentu untuk menunjang liputan terutama dalam ritme kerja jurnalisme daring. Selain itu, ia juga berbagi kisah yang masih sangat relevan dengan kondisi saat ini, yaitu hal-hal yang berubah dari proses kerja wartawan di masa tanggap darurat pandemi COVID-19 dan dampaknya.

Perihal jurnalisme pada masa pandemi COVID-19, Oka juga bercerita mengenai infodemi. Misinformasi dan disinformasi semacam infodemi dapat terjadi karena banyak faktor, seperti wartawan yang tidak teliti atau mengutip sumber yang tidak kredibel. Oleh sebab itu, wartawan harus selalu memperhatikan verifikasi dan akurasi—dua prinsip penting yang tidak boleh dikurangi sedikit pun dalam ranah jurnalisme.

Oka pun menjelaskan bahwa pembaca bisa mendapatkan berita yang terverifikasi dan layak baca dengan melihat nama media dan reputasinya secara sosial di masyarakat. Namun, ia menegaskan, “Pembaca juga tetap harus skeptis jika dapat info dari media-media ini karena wartawan juga manusia yang bisa salah, begitu juga narasumbernya. Jadi, take any information with a grain of salt,” sebut Oka menjawab pertanyaan dari salah satu peserta mengenai verifikasi berita oleh pembaca.

Berita yang terverifikasi ini juga berguna jika wartawan akan melakukan pengutipan dari berita lain. Tentunya jika akan melakukan pengutipan, wartawan harus jujur menyebut sumber mana yang mereka gunakan. Sumber yang digunakan pun harus memiliki reputasi yang bagus—sama seperti ketika pembaca mengecek kredibilitas suatu berita.

Karena keterbatasan waktu, sesi tanya jawab yang biasanya dilakukan dua kali, pada Digital Discussion kali ini hanya dilakukan satu kali, yaitu di tengah pemaparan materi. “Dunia pers di era daring ini lebih keras dari sebelumnya, terutama di era pandemi ini. Kita sudah tidak lagi bersaing dengan media lain saja, tetapi dengan berbagai pihak yang punya kemampuan menggaet perhatian massa melalui media sosial. Tapi, saya percaya media akan selalu dibutuhkan sampai kapan pun. Publik butuh informasi yang akurat, terverifikasi, dan berimbang sehingga masyarakat bisa memiliki wacana publik yang mengarah pada kemajuan,” pesan Oka sebelum diskusi resmi diakhiri pukul 21.32 WIB. (/hfz)