
Yogyakarta, 17 Oktober 2020—Mata Kuliah Sistem Informasi Sosial milik Program Studi S1 Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan mengadakan kuliah praktisi bertajuk “Meretas Kuasa Data, Merebut Ruang Digital”. Kuliah bersama praktisi ini terbuka untuk umum dengan menghadirkan Ida Saraswati, seorang peminat kajian internet sekaligus pegiat PurpleCode Collective.
Materi yang dibawakan oleh Ida merupakan hasil dari tugas akhir S2-nya. Sebelum Ida mulai menjelaskan materinya, dosen pengampu Mata Kuliah Sistem Informasi Sosial, Zita Wahyu Larasati, menjelaskan keterkaitan antara materi pertemuan kali ini dengan silabus mata kuliah—termasuk dengan tugas akhir mata kuliah Sistem Informasi Sosial.
Ida mengawali pemaparan materinya dengan sebuah tangkapan layar (screen capture) salah satu video yang sempat viral pada tahun 2018 lalu. Viralnya kasus ini menjadi contoh berlangsungnya surveillance dan dipertanyakannya keberadaan privasi. Pada kasus ini, identitas dan data-data pribadi pihak-pihak yang terlibat dalam video diketahui dan disebar oleh para warganet. Ini merupakan salah satu dampak negatif dari perkembangan teknologi informasi dan digital di masyarakat. Ida menambahkan, di balik banyaknya dampak positif atas keberadaan teknologi informasi digital, termasuk internet, banyak juga dampak negatif yang ditimbulkan.
“Data sangat erat kaitannya dengan kuasa. Saat ini, semua orang sedang berebut untuk menguasai data tersebut,” jelas Ida. Apalagi, di Internet, data para pengguna dapat diakses oleh pihak lain. Sehingga, keberadaan privasi di internet bagi para penggunanya patut dipertanyakan. Ida pun menjelaskan bagaimana cara kerja aplikasi—termasuk data-data para penggunanya—di internet. Para pengguna aplikasi digiring untuk menyerahkan data mereka secara sukarela, tanpa memahami bahwa data-data tersebut bisa digunakan untuk berbagai tujuan. Hal ini menjadi tantangan sekaligus ancaman bagi para pengguna internet.
Ida kemudian memaparkan teori-teori yang digunakan, serta temuan-temuan dari hasil risetnya. Dalam penelitiannya ini, ia menggunakan dua teori. Salah satu teori yang ia jelaskan dalam kuliah praktisi ini adalah teori assemblage, sebuah teori untuk menganalisis sistem yang menekankan adanya ketidakstabilan, perubahan dan fungsi yang beragam. Menurut teori assemblage, akan selalu ada proses membentuk dan dibentuk, menguasai dan dikuasai, menekan dan melawan, represi dan resistensi. Proses itu memunculkan peluang bagi perubahan tatanan atau sebaliknya penguatan tatanan lama.
Dari keseluruhan materi yang ia paparkan, Ida menyimpulkan meski dapat dilakukan oleh banyak aktor, tetapi negara memiliki peran dominan dalam surveillance digital. Berdasarkan teori yang digunakan, terlihat bahwa peluang bagi tumbuhnya demokrasi partisipatif melalui teknologi digital tidak dimanfaatkan dengan maksimal. Justru, kenyataannya, teknologi digital menjadi pembatas bagi tumbuhnya demokrasi partisipatif.
Selama pemaparan materi, Ida banyak memberikan contoh yang relevan dan mudah dipahami oleh para peserta kuliah praktisi. Setelah pemaparan materi dan seluruh pertanyaan dari beberapa peserta terjawab, kuliah praktisi ini pun diakhiri. (/hfz)