Yogyakarta, 12 Juni 2021─Isu pemberdayaan adalah salah satu isu sentral dalam studi pembangunan sosial dan kesejahteraan. Melalui upaya-upaya pemberdayaan, langkah-langkah pembangunan sosial bisa dijalankan hingga akhirnya mencapai kesejahteraan bagi masyarakat. Pemberdayaan bisa merupa berbagai bentuk. Namun, salah satu bentuk pemberdayaan yang umum diketahui masyarakat adalah melalui pendidikan. Pendidikan pun tidak hanya terbatas pada pendidikan formal saja, tetapi pendidikan-pendidikan alternatif dalam bentuk non-formal juga menjadi penting untuk memberdayakan masyarakat di berbagai daerah. Untuk mengupas isu ini dengan pembahasan yang lebih konkret, Keluarga Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan atau KAPSTRA UGM mengadakan webinar diskusi pendidikan non-formal dalam Program SABA DESA #2 bertajuk “Bersama Sekolah Alam, Merakit Mimpi Anak-Anak di Pelosok Negeri” pada Sabtu (12/6).
Sesuai tajuknya, webinar yang diselenggarakan melalui platform Zoom Meeting ini menghadirkan Haekal Hamdany, S.P., Pengelola Sekolah Alam Harau, Sumatera Barat, untuk berbagi pengalamannya selama mengelola Sekolah Alam Harau. Pada kesempatan ini, Haekal banyak bercerita tentang perjalanan Sekolah Alam Harau dari awal didirikan hingga bisa sampai ke titik sekarang. Namun, penjelasan dari Haekal juga dipertegas dengan pemaparan yang lebih bersifat teoritis dari narasumber lainnya, Matahari Farransahat, S.E., M.HEP., Dosen PSdK, yang biasa dipanggil Sais. Contohnya pada saat Sais menjelaskan mengenai langkah-langkah pembentukan dan pengelolaan inovasi sosial pendidikan, Sais menjadikan kisah dari Haekal sebagai contoh konkret pemaparannya tersebut.
Inovasi sosial lahir karena ada suatu masalah yang perlu diselesaikan, jelas Sais. Pada kisah Haekal, Sekolah Alam Harau lahir karena Haekal melihat tingginya kasus putus sekolah di daerah tersebut yang kemudian merambat pada masalah-masalah lainnya. Untuk itu, Haekal mencari cara agar anak-anak di daerah Lembah Harau tetap bisa melanjutkan sekolahnya tanpa meninggalkan kegiatan mencari uang. Haekal juga berusaha mendengarkan dan melihat dari sudut pandang warga setempat, sehingga program yang diterapkan bisa sesuai dengan kebutuhan. Hal ini sejalan dengan pemaparan teoritis dari Sais yang menekankan bahwa solusi lahir dari sebuah ide dan harus dikembangkan dengan cara partisipatif.
Dipandu oleh Adzkia Yeza, Mahasiswi PSdK, selaku moderator, peserta dan narasumber berdialog secara dua arah pada sesi tanya-jawab. Tidak hanya menjawab pertanyaan dari peserta yang disampaikan pada saat acara, narasumber juga diberikan kesempatan untuk menjawab pertanyaan yang dituliskan oleh peserta pada saat mengisi form pendaftaran. Setelah seluruh pertanyaan terjawab, moderator pun menutup acara dengan sesi foto bersama. (/hfz)