Mengulik Perspektif Regulator & Pelaku Industri mengenai Digital Payment terhadap Ekonomi Indonesia

Yogyakarta, 13 Agustus 2021—Melalui Digital Series yang ke-49nya, Center for Digital Society (CfDS) Fisipol UGM menyelenggarakan diskusi digital dengan tajuk Mampukah Pembayaran Digital menjadi Fondasi Pemulihan Ekonomi Indonesia? Digitalk yang dipandu oleh Anisa Pratita ini mencoba mengulik perspektif digital payment terhadap kondisi ekonomi Indonesia dari sisi Regulator yang diwakili oleh Fathahillah D. Wicaksana selalu Ekonom Departemen Sistem Pembayaran Bank Indonesia dan dari sisi Pelaku Industri terdapat Felix Sharief yang merupakan Head of Government Relation DANA Indonesia. 

Tanpa berpanjang lebar di awal, Fathahillah menembak pemaparan dengan menyampaikan bahwasanya relevansi terjadinya pandemi terhadap meningkatnya pembayaran digital di Indonesia turut menggambarkan salah satu faktor atau kunci keberhasilan dari pertumbuhan ekonomi Indonesia yang mencapai pada angka 7,7%. Baginya, keberadaan digitalisasi dan inovasi dalam bidang ekonomi turut merepresentasikan survival key di tengah berlangsungnya pandemi covid-19. Dari sisi inovasi, Masyarakat kita semakin familiar dan dinormalkan dengan kemunculan ragam inovasi kebijakan, baik itu Work from Home, Home Care Services, bahkan Fuel on Delivery. Fathahillah juga menyoroti setidaknya E-commerce Activities, Digital Financial Services, dan Ride Hailing and Segmented Tech kini makin melekat sebab terikat oleh kerangka besar digital payment

Dalam menindaklanjuti pesatnya digitalisasi pembayaran, Fathahillah menyampaikan bahwasanya Bank Indonesia telah merespon dengan mengeluarkan Lima Visi SPI 2025 (Sistem Pembayaran Indonesia). Adapun secara garis besar, Lima Visi SPI 2025 ini diantaranya terdiri atas Integrasi Ekonomi Digital Nasional, Menjamin Fungsi Bank Indonesia dalam Proses Peredaran Uang, Melakukan Digitalisasi Perbankan, Melakukan Interlink Financial Technology dan Perbankan Guna Menghindari Shadow Banking, serta Menyeimbangkan Inovasi dan Customer Protection, dan Kepentingan Nasional. Tak hanya itu, Fathahillah juga menyebutkan setidaknya dalam upaya pemulihan ekonomi di masa normal selanjutnya akan membutuhkan sinergi dan upaya bersama seluruh stakeholder baik dari Pemerintah, Bank Indonesia, dan Pelaku Usaha lainnya. Upaya pemanfaatan digitalisasi pembayaran yang tengah berlangsung, diharapkan dapat menjadi solusi alternatif dalam mempertahankan produktivitas ekonomi nasional sehingga orientasi atas keseimbangan dan terjaganya daya beli dan pertumbuhan ekonomi dapat dicapai. 

Sementara itu, dari sisi Pelaku Industri, Felix mewakili DANA Indonesia menyampaikan statementnya dengan lebih menekankan pada keterkaitan peran keberadaan Financial Technology di masa pandemi ini yang dinilai berpeluang dalam menaikkan transaksi pengguna. Terlebih dengan tujuan DANA Indonesia yang hendak mewujudkan inklusi ekonomi dengan menerapkan cashless society, digital payment merupakan solusi yang dihadirkan pelaku industri, termasuk dari DANA Indonesia sendiri. Beberapa catatan Felix dalam memandang peran Fintech selama berlangsungnya pandemi ini, diantaranya membantu memberikan keringanan harga kepada teman-teman UMKM untuk bertransaksi, turut serta mentransformasikan tataran penyaluran pembayaran khususnya G2P, serta dapat berperan dalam mereduksi gender gap dengan melakukan pemberdayaan kepada teman-teman perempuan yang masih minim akses terhadap digital payment. Felix juga menambahkan penjelasan terkait isu data privacy yang marak menjadi isu perbincangan dalam penggunaan digital payment. Dari pihaknya, Felix menegaskan bahwa persoalan privasi akan tergantung dari bagaimana concern dari masing-masing penyelenggara usaha terhadap isu ini, misalnya saja dari DANA Indonesia sendiri telah memiliki kebijakan Zero Data Sharing Policy, di mana pihak DANA telah berkomitmen akan menjaga kerahasiaan data pengguna dari pihak lain yang tidak memiliki hak terhadap hal tersebut. (/Adn).