Belajar dari Rembug Desa dan Pilkades di Sikka NTT

Yogyakarta, 14 September 2021─Departemen Politik Pemerintahan (DPP) Fisipol UGM kembali menyelenggarakan kuliah umum Politik Pemerintahan Desa dengan tajuk “Demokrasi Desa: Belajar dari Rembug Desa dan Pilkades di Sikka NTT”. Acara ini menghadirkan narasumber yang luar biasa yaitu Hendrika Mayora Victoria, Transpuan Pertama Anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) di Desa Habi, Kecamatan Kangae, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT). Selain itu, acara ini dimoderatori oleh Devy Dhian Cahyanti, Dosen DPP Fisipol UGM dan diikuti oleh 98 peserta. Diskusi berjalan dengan cukup menarik, dengan pembahasan yang mengulik berbagai dinamika yang dialami Bunda Mayora sebagai anggota BPD, bagaimana peran BPD dalam masyarakat, serta tantangan mewujudkan inklusivitas di masyarakat.

Membuka acara diskusi, moderator menyampaikan bahwa acara ini merupakan inovasi dalam kegiatan pembelajaran untuk menjangkau audiens yang lebih luas dan melibatkan berbagai pihak untuk menciptakan kegiatan belajar yang lebih menarik. Pada kesempatan ini, acara akan dibagi dalam dua sesi yaitu penyampaian materi dari Bunda Mayora lalu dilanjutkan dengan sesi tanya jawab dengan peserta.

Selanjutnya, memasuki sesi inti, bunda mayora mengawali sesi sharing dengan menjelaskan apa itu BPD. Dalam hal ini, BPD sendiri merupakan mitra dalam membangun desa dengan melakukan kontrol serta pengawasan terhadap jalannya pemerintah desa. Keterlibatan Bunda Mayora sebagai Anggota BPD diawali dari dorongan masyarakat sekitar yang memberikan dukungan bagi Bunda Mayora karena kapasitas dan kemampuan yang dimiliki beliau. Meskipun sempat mengalami diskriminasi, namun banyaknya dukungan dari berbagai pihak seperti Bupati, Camat, dan masyarakat membuat Bunda Mayora Bersyukur atas kesempatan dan ruang partisipasi yang diberikan.

Menjadi anggota BPD tentu bukanlah hal yang mudah, Menurut Bunda Mayora berbagai gerak organisasi perlu berorientasi pada kepentingan masyarakat, utamanya dalam pengawalan penggunaan dana desa. Selain itu, ketika menemukan penyelewengan dalam pelaksanaan pembangunan, BPD juga wajib memberikan teguran. Pada masa pandemi, BPD cukup berperan dalam mengawal distribusi bantuan bagi masyarakat desa. Dalam hal ini, BPD juga turut berkontribusi dalam mengadvokasikan alokasi khusus bagi pemberdayaan ekonomi perempuan. Potret Bunda Mayora sebagai anggota BPD, tidak hanya sebagai formalitas individu dalam menjalankan kegiatannya. Namun lebih dari itu, Bunda Mayora membuktikan bahwa stigma terhadap transpuan perlu dilawan dalam upaya mewujudkan inklusivitas dan mengakui keberagaman yang ada di Indonesia. (/Mdn)