Yogyakarta, 24 Februari 2022─Isu mengenai Wadas kembali ramai menjadi perbincangan publik beberapa waktu ke belakang. Terungkapnya pembelian tanah sebagai aset warga dengan nominal yang cukup besar, untuk kepentingan pembangunan dan eksplorasi sumber daya alam, menimbulkan satu pertanyaan penting: apakah masyarakat harus tersingkir dalam pembangunan yang dijalankan? Untuk mengungkap praktik pembangunan yang berkeadilan, Departemen Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan atau PSdK FISIPOL UGM pun mengangkat topik tersebut dalam Social Development Talks bulan Februari, tepatnya pada Kamis (24/2).
Bertajuk “Mengarusutamakan Pembangunan yang Berkeadilan,” diskusi yang dipandu oleh Maygsi Aldian Suwandi, salah satu Dosen Departemen PSdK, ini menghadirkan Dr. Rimun Wibowo selaku Social Safeguards Specialist sebagai pembicara. Dalam pembukaan pemaparan materinya, Rimun menyebutkan bahwa isu mengenai pembangunan yang berkeadilan sendiri pada dasarnya berkaitan erat dengan poin SDGs ke-16, yaitu mendukung masyarakat yang damai dan inklusif untuk pembangunan berkelanjutan, menyediakan akses terhadap keadilan bagi semua dan membangun institusi-institusi yang efektif, akuntabel, dan inklusif di semua level.
Dalam diskusi kali ini, Rimun berfokus untuk membahas pembangunan yang berkeadilan dalam kasus pembangunan infrastruktur—dipilih karena bentuknya tangible, menempati aspek ruang dan waktu sehingga bersinggungan erat dengan isu sosial dan lingkungan, dan menyentuh banyak aspek unsur keadilan. Berdasarkan pengalaman dan pengamatan Rimun, suatu keadilan memang mudah untuk dituliskan dan dirumuskan. Sayangnya, keadilan juga tidak mudah untuk dilaksanakan, direalisasikan, dikoordinasikan, dan diperjuangkan. Untuk memperjelas poin ini serta konteksnya dengan pembangunan infrastruktur, Rimun memberikan beberapa contoh kasus, seperti kasus Tuban, Pantai Merpati, juga Wadas.
Meski kompleks, Rimun tetap menunjukkan optimisme dengan menekankan beberapa aspek yang perlu untuk diperhatikan guna mewujudkan pembangunan yang berkeadilan, lengkap dengan langkah-langkah yang perlu untuk diambil. Harapannya, suatu saat, pembangunan yang berkeadilan dapat terealisasikan sebagaimana yang dicita-citakan.
Menutup keseluruhan diskusi, Rimun menyampaikan bahwa memang, saat ini, masih ada banyak hal, regulasi, dan penerapannya yang masih perlu ditingkatkan. Bahkan, tidak sedikit juga aparat yang memiliki kekhawatiran yang sama, tetapi tidak mampu berbuat apa-apa. Inilah yang menjadi PR besar bagi Indonesia. Namun, Rimun yakin, apabila semua kalangan memikirkan dan berusaha mewujudkannya, pembangunan yang berkeadilan bukan lagi hanya sekadar mimpi dan cita-cita, tapi juga menjadi kenyataan. (/hfz)