Diskusi dan Bedah Buku “In Search of New Social Democracy” Karya Profesor Olle Tornquist

Yogyakarta, 8 April 2022─Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol), Universitas Gadjah Mada (UGM) menggelar diskusi dan bedah buku “In Search of New Social Democracy”. Profesor Olle Tornquist dari Universitas Oslo, penulis buku tersebut, mendiskusikan hasil karyanya bersama dengan dua pembahas, yakni Amalinda Savirani (dosen Departemen Politik dan Pemerintahan/DPP atau PolGov) dan Muhammad Najib Azea (dosen Departemen Sosiologi atau SOREC), serta beberapa audiens yang merupakan mahasiswa program doktoral Fisipol UGM di Digital Library Fisipol UGM.

Dalam penulisan buku “In Search of New Social Democracy”, Prof. Tornquist menyusun kerangka kerja yang terdiri dari landasan Demokrasi Sosial, strategi Demokrasi Sosial, dan tiga generasi Demokrasi Sosial. Tiga sisi kerangka kerja tersebut menjadi lensa dalam melihat dan membandingkan kasus-kasus di negara-negara kawasan Selatan (India, Indonesia, Filipina, Afrika Selatan, dan Brazil) dan negara-negara kawasan Utara (Eropa, khususnya Swedia).

“Sebagai masyarakat, kita membutuhkan sistem yang setara, bukan hanya untuk kepentingan kelas, tapi juga anak-anak, perempuan, petani, dan sebagainya,” jelas Prof. Tornquist.

Prof. Tornquist menjelaskan empat landasan Demokrasi Sosial. Pertama, kolektivitas berbasis minat yang luas. Kedua, hubungan demokratis antara negara dan warga negara yang setara. Ketiga, reformasi hak-hak dan kesejahteraan sosial. Terakhir, perjanjian tentang pertumbuhan sosial.

Profesor Ilmu Politik dan Riset Pembangunan di Universitas Oslo ini juga menjelaskan lima langkah atau strategi Demokrasi Sosial. Pertama, membongkar kapitalisme dari dalam pemerintahan. Kedua, menjinakkan kapitalisme dengan aturan dan regulasi. Ketiga, melawan kapitalisme dari luar, seperti serikat pekerja, kelompok aksi, dan sebagainya. Keempat, menghindari pasar global dengan membangun koperasi atau komunitas yang baik dan mencoba bertahan tanpa banyak berurusan dengan ekonomi pasar di luar. Kelima, membangun rangkaian reformasi transformatif. Dia mencontohkan state-feminism di Skandinavia yang tidak hanya mengubah kondisi perempuan, tapi juga masyarakat. “Perubahan ini terjadi di sektor ekonomi dan sosial yang lebih luas,” tuturnya.

Selanjutnya, Prof. Tornquist memaparkan tentang tiga generasi Demokrasi Sosial yang terdiri dari gelombang revolusi industri, gelombang antifasis dan antikolonialisme, serta gelombang ketiga demokrasi yang muncul bersamaan dengan globalisasi liberal kapitalis. Di Indonesia, Demokrasi Sosial dikalahkan oleh Demokrasi Terpimpin di masa Orde Baru. Prof. Tornquist menilai, saat itu Indonesia mengabaikan banyak perhatian, termasuk hak-hak sipil, untuk mendukung populisme kiri anti-imperial dan anti-feodal.

“Saya sempat gagal menulis buku ini,” kata Prof. Tornquist. Dia menceritakan bahwa awalnya naskah buku ini terlalu padat terstruktur secara teoritis, sehingga tidak mudah dibaca oleh semua orang. Untuk menyusun teks yang lebih mudah dibaca khalayak umum, dia melakukan dua cara, yakni dengan merumuskan kembali pertanyaan penelitiannya sebagai misteri. Kemudian, dia membayangkan dirinya sebagai seorang detektif yang sedang berusaha memecahkan misteri itu.

“Buku ini punya materi yang kaya,” tutur Amalinda. Meski demikian, Dosen Departemen Politik dan Pemerintahan Fisipol UGM ini menyoroti tentang kurangnya sisi positif dari gerakan demokrasi di Indonesia, yang terjadi beberapa tahun terakhir, di dalam buku ini. Menurutnya, perlu pembaruan data mengenai gerakan demokrasi di Indonesia, sebab anak-anak muda dan teknologi yang digunakan sudah berubah. Sedangkan Najib memberikan masukan terkait kemungkinan adanya kerangka kerja baru untuk menjelaskan transformasi Demokrasi Sosial yang terjadi secara global. Di sisi lain, Amalinda dan Najib mengucapkan selamat atas terbitnya buku ini dan mengapresiasi upaya Prof. Tornquist yang mendedikasikan waktunya selama lebih dari tiga dekade untuk meneliti tentang Demokrasi Sosial di tiga kawasan, termasuk di Indonesia.

Diskusi yang dimoderatori oleh Arrizal Jaknanihan dari Institute of International Studies Fisipol UGM ini juga diikuti oleh lebih dari 40 orang melalui zoom meeting dan disiarkan secara langsung di Youtube Fisipol UGM. (/NIF)