Kolaborasi CfDS Fisipol UGM, Prodi Magister Ilmu Komunikasi Fisipol UGM, dan PR2Media Memetakan Penipuan Digital di Indonesia

Yogyakarta, 24 Agustus 2022─Center for Digital Society (CfDS) FISIPOL UGM bersama dengan Program Studi Magister Ilmu Komunikasi Fisipol UGM serta PR2Media berkolaborasi dalam Riset Nasional Tentang Penipuan Digital di Indonesia: Modus, Medium, dan Rekomendasi. Riset tersebut turut didukung oleh Whatsapp Indonesia dan menghasilkan buku hasil riset yang diluncurkan dalam acara webinar yang digelar secara daring pada Rabu (24/8).

Webinar tersebut dihadiri oleh Dekan Fisipol UGM Wawan Mas’udi dengan berbagai narasumber. Novi Kurnia sebagai ketua tim peneliti, Junico BP Siahaan, Aju Widyasari, Rofi Uddarojat, Nico Siahaan, serta menghadirkan EDD, seorang korban penipuan digital, dan dimoderatori oleh Engelbertus Wendratama, peneliti PR2Media.

Riset ini berawal kegelisahan akan pertumbuhan pengguna media digital di Indonesia yang membuka celah kasus penipuan digital. Novi Kurnia memaparkan temuan-temuan riset yang menarik. Dari 15 modus penipuan digital yang dipetakan dalam hasil riset, modus penipuan berkedok hadiah merupakan modus penipuan yang paling sering terjadi, sebanyak 91.2%. Sedangkan, modus-modus penipuan tersebut paling banyak dilakukan melalui jaringan seluler telepon atau SMS, yaitu sebanyak 64.1%.  

Dari total 1.700 responden, sebanyak 1.132 atau 66,6% responden mengaku pernah menjadi korban penipuan digital. Meskipun demikian, 50.8% korban menyatakan bahwa tidak ada kerugian yang dialami akibat penipuan tersebut. Namun, perlu digarisbawahi bahwa hal tersebut dikarenakan sebagian besar responden berusaha mengikhlaskan peristiwa tersebut. Selain itu, kerugian-kerugian dalam aspek non-finansial, seperti perasaan takut, trauma, hingga kebocoran data masih belum dipertimbangkan.

Penipuan Digital juga banyak terjadi dalam transaksi jual-beli daring. Menurut Rofi Uddarojat, Kepala Kebijakan Publik dan Hubungan Pemerintah idea, hal tersebut salah satunya disebabkan oleh ketimpangan relasi kuasa antara pembeli dan pedagang. “Ketika ingin bertransaksi, pembeli harus melihat dahulu posisi mereka,” ungkap Rofi.

Aju Widyasari, Direktur Telekomunikasi, Dirjen PPI, Kemenkominfo turut menyatakan bahwa literasi digital sangat perlu ditingkatkan dalam masyarakat. “untuk meningkatkan kewaspadaan bagaimana masyarakat bisa merespons informasi dari sumber-sumber tak dikenal,” ujar Aju.  

Menurut Nico Siahaan, anggota Komisi I DPR RI, hal lain perlu ditekankan adalah mengenai kepastian hukum, misalnya melalui peraturan presiden untuk pembentukan satuan tugas khusus yang menangani penipuan digital. Hal tersebut juga sejalan dengan rekomendasi dari tim peneliti riset mengenai pembentukan satuan tugas yang merupakan kolaborasi dari berbagai sektor dan pemangku kepentingan untuk memerangi penipuan digital. (/tt)