Yogyakarta, 9 September 2022—Departemen Politik dan Pemerintahan FISIPOL UGM menggelar kuliah umum bertajuk “Politik Penyediaan Air Bersih: Melihat Partisipasi Masyarakat dalam Kerangka Kewargaan”. Kuliah umum ini dimoderatori oleh Dias Prasongko, peneliti Research Centre for Politics and Government (PolGov) UGM dengan narasumber utama Amalinda Savirani, dosen DPP FISIPOL UGM.
Amalinda menyatakan bahwa kajian mengenai water citizenship sebenarnya telah banyak dikembangkan. Di Indonesia, sayangnya, kajian mengenai water citizenship belum banyak dikembangkan. “Hal ini membuat kajian mengenai water citizenship akan selalu terbuka bagi riset-riset akademik,” jelas Amalinda.
Dimensi material dari air merupakan elemen penting untuk menghubungkannya dengan kerangka kewargaan. “Sebagai bagian dari ekosistem, air memiliki pengaruh yang besar terhadap kehidupan manusia. Inilah dimensi material air,” jelas Amalinda.
Lebih lanjut, menurut Amalinda, dimensi material air akan terasa apabila kita melihat salah satu contoh kasus, yaitu penurunan air tanah. “Penurunan air tanah mencerminkan bahwa sesungguhnya ada beberapa kadar air tanah yang seharusnya tidak diambil, tetapi tetap diambil,” jelas Amalinda. Hal itu membuat beberapa aspek kehidupan manusia terpengaruhi, seperti tenggelamnya kota, menurunnya kualitas dan kuantitas air, serta konflik sosial akibat perebutan akses terhadap air.
Dimensi lain dari air yang perlu mendapat perhatian, menurut Amalinda, adalah ketidaktampakannya. “Air itu ada di bawah tanah, cenderung tidak terlihat, ini membuat kita jarang melihat air sebagai masalah yang serius,” jelas Amalinda. Namun, meskipun cenderung tidak tampak, air akan terasa menjadi masalah ketika manusia terhambat kegiatannya sehari-hari karena kekurangan air. Kondisi ini menegaskan dimensi material air meskipun ia bersifat tidak terlihat.
Ada kecenderungan bahwa air dianggap sebagai urusan individual. Menurut Amalinda, hal ini disebabkan oleh sifat ketidaktampakan air. “Orang-orang lebih banyak memakai air untuk urusan rumah tangga,” jelas Amalinda. Anggapan bahwa air merupakan urusan individual membuat mobilisasi dan pengorganisasian massa untuk menuntut hak atas air menjadi sulit.
Lebih jauh lagi, menurut Amalinda, kurangnya perhatian yang dicurahkan untuk melihat masalah-masalah air membuat tuntutan hak atas air menjadi kurang. Padahal, menurut Amalinda, air merupakan hak dasar. “Banyak sekali tuntutan soal pendidikan atau kesehatan gratis, tapi sedikit sekali tuntutan soal air gratis,” jelas Amalinda. (/bkt)