Yogyakarta, 7 Oktober 2022–Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisipol) UGM menggelar serangkaian acara dalam rangka memperingati Dies Natalis ke-67. Salah satu acara yang diselenggarakan adalah Bincang Alumni yang diadakan pada Jum’at (7/10) di BRIWork Amphitheatre secara bauran. Sesuai dengan tema besar Dies Natalis mengenai krisis iklim, acara Bincang Alumni mengangkat topik ‘Mau Peduli Lingkungan, Mulai dari Mana?’.
Tentunya, dihadirkan pula berbagai narasumber sekaligus alumni Fisipol UGM yang berkecimpung dalam isu lingkungan, yaitu Kuntum Melati dari Stockholm Environment Institute; Erwan Widyarto dari Paguyuban Bank Sampah DIY serta pengelola Bank Sampah Griya Sapu Lidi; Anak Agung Istri Tatik Rismayanti dari Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup Bali; serta dimoderatori oleh Fina Itriyati, Wakil Dekan Fisipol.
Merespons pertanyaan yang menjadi topik dalam acara ini, Erwan memberi jawaban sederhana: “mulai dari diri sendiri, mulai dari hal kecil, mulai dari sekarang,” ungkapnya. Namun, pengelolaan sampah yang dilakukan secara individual belum cukup. Oleh karenanya, pengelolaan sampah haruslah menjadi gerakan yang bersifat kolektif. Hal yang sama diterapkan olehnya dalam mengelola bank sampah. Jejaring yang kemudian terbentuk antar bank sampah di Yogyakarta merupakan hal penting bagi pengembangan dan peningkatan peran bank sampah.
Erwan juga menjelaskan lebih lanjut mengenai salah kaprah dalam pemahaman pengelolaan sampah. “Istilah ‘membuang sampah pada tempatnya’ itu salah, karena yang terjadi adalah orang hanya memindahkan sampah dari rumah ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA),” ujar Erwan.
Sama seperti Erwan, Gungtik juga berkecimpung dalam dunia pengelolaan sampah. Salah kaprah pemahaman soal sampah yang disampaikan Erwan ditemui oleh Gungtik di berbagai daerah di Bali. Oleh karenanya, salah satu program yang kini dijalankannya bertujuan untuk mendorong masyarakat agar bertanggung jawab dan bijak terhadap sampah yang diproduksinya melalui gerakan zero waste dan circular method.
“Penerapan sistem zero waste dapat mengurangi dampak dari sampah terhadap perubahan iklim sebanyak 84%,” jelas Gungtik. Ia menutup presentasinya dengan enam cara sederhana untuk mengubah pola pemikiran masyarakat yang dapat mengurangi produksi sampah, yaitu dengan rethinking, reuse, reduce, repair, refuse, dan recycle.
Kuntum menjelaskan lebih lanjut mengenai isu lingkungan secara struktural. Isu lingkungan tidak selamanya berbicara soal lingkungan itu sendiri, tetapi juga mengenai aspek sosial, ekonomi, dan kultural. Berbeda dengan dua narasumber sebelumnya, Kuntum lebih fokus terhadap riset-riset dan studi kebijakan lingkungan. “Untuk mempengaruhi aktor dan stakeholder yang dapat memiliki pengaruh terhadap kebijakan lingkungan,” ujar Kuntum. (/tt)