Yogyakarta, 15 Mei 2023─Peran komunikator sains di dalam proses perumusan kebijakan sering kali terlupakan. Padahal, komunikator sains memainkan peranan penting di dalam mewujudkan evidence-based policy (kebijakan berbasis bukti) yang mampu diterima dengan baik oleh seluruh elemen masyarakat. Isu inilah yang diangkat di dalam seri kedua Stakeholder Forum pada Senin (15/5). Forum diskusi yang diadakan oleh Magister Manajemen Kebijakan Publik (MKP) ini mengusung topik “Eksistensi Komunikator Sains dalam Penyusunan Kebijakan UU Omnibus Law Cipta Kerja”. Forum dibuka dengan sambutan oleh Sekretaris DMKP UGM, Ario Wicaksono, M.Si., P.hD.
Menurut Ario, sebuah kebijakan berbasis bukti membutuhkan komunikator sains untuk meminimalisasi adanya miskomunikasi antara pembuat kebijakan dan sasaran kebijakan. Hal ini juga diutarakan oleh Putri Andayani Br. Sitepu S.IP., mahasiswa Magister MKP. Menurut Putri, tujuan Omnibus Law yang tidak mampu disampaikan dengan baik mengakibatkan pada sensitivitas publik. Putri mempertanyakan di mana posisi komunikator sains dalam perumusan Omnibus Law.
Lebih lanjut, Dosen Fakultas Hukum UGM, Nabiyla Risfa Izzatí S.H., LL.M., menyebutkan bahwa akademisi merupakan “suara jernih” di dalam proses pembuatan kebijakan. “Akademisi bukan sekadar produsen naskah akademik, namun berperan secara substantif sebagai devil advocate,” sebut Nabiyla. Pada forum ini pula Nabiyla menuturkan pentingnya partisipasi yang bermakna guna menyerap aspirasi, termasuk dengan melibatkan komunikator sains seperti akademisi. Menurut Nabiyla, yang dibutuhkan adalah partisipasi dua arah, bukan sekadar sosialisasi yang biasa dilakukan oleh pemerintah.
Stakeholder Forum kali ini juga menghadirkan Wakil Pokja Strategi Sosialisasi Omnibus Law, Riza Damanik M.Si., Ph.D. Riza menyampaikan bahwasanya Omnibus Law muncul sebagai respons atas banyaknya kebijakan ketenagakerjaan yang tumpah tindih. Akan tetapi, implementasinya masih perlu untuk dikuatkan, salah satunya dengan meningkatkan kualitas komunikasi kebijakan. Komunikator sains dapat menjadi jembatan antara pemerintah dan masyarakat umum, terutama di tengah kecenderungan viral-based policy seiring dengan masifnya penggunaan media sosial.
Diskusi daring yang dipandu oleh Dzakiyah Adalatul Hikmah ini berhasil merefleksikan berbagai polemik, tantangan, hingga peluang komunikasi kebijakan di Indonesia. (/gmb)