Yogyakarta, 16 Juni 2023– Memasuki tahun politik di Indonesia untuk menyambut pemilu 2024, Departemen Politik dan Pemerintahan (DPP) UGM bersama Global Campus Asia-Pacific dan POGLOV UGM gelar webinar bertajuk “The Future of Democracy, Progressive Politics in Southeast Asia: Move Forward Party in Thailand and a comparison with Indonesia” pada Jumat (16/6) secara daring melalui Zoom Meeting. Narasumber yang mengisi kegiatan tersebut yaitu Napon Jatusripitak (Pengamat Politik dan Peneliti di ISEAS Thailand) dan Dian Septi Trisnanti (Calon Legislatif DPR RI dari Partai Buruh Indonesia) dimoderatori oleh Amalinda Savirani (Dosen DPP UGM). Kegiatan ini mendiskusikan tentang Move Forward Party yang berhasil memenangkan pemilu di tahun 2023 dan perbandingan dengan Partai Buruh Indonesia yang keduanya disebut sebagai partai progresif.
Move Forward Party (MFP) menjadi pembicaraan internasional atas kemenangannya dalam pemilu di Thailand tahun 2023 dengan mengalahkan partai-partai yang didukung oleh militer dan telah berkuasa selama hampir satu dekade. Nipon menjelaskan bahwa signifikansi MFP adalah platform mereka yang berfokus pada reformasi struktur terkait pengurangan keterlibatan militer dalam politik dan pengenalan desentralisasi.
“Sebagai tambahan, MFP juga membatasi kekuasaan oligarki dan bisnis konglomerasi,” jelas Nipon.
Dalam pengamatan Nipon, pemberi suara pada partai MFP menunjukkan bahwa ada dukungan terhadap perubahan yang ditawarkan oleh partai MFP, baik dari segi kemajuan politik, ekonomi maupun sosial. Nipon juga menyoroti pemanfaatan media sosial oleh MFP berdampak signifikan terhadap korelasi positif antara pendukung mereka dengan tokoh politik yang diajukan. Nipon menambahkan bahwa tokoh politik MFP, yaitu Pita Limjaroenrat, mampu menjadi sosok yang mewakili generasi muda dengan kharisma dan kemahirannya ketika muncul dalam berbagai media.
Sedangkan di Indonesia, pada pemilu 2024 ini Partai Buruh Indonesia (PBI) tengah berusaha masuk menjadi caleg untuk duduk di kursi DPR RI setelah perjalanan panjang mereka sejak 1998. Amalinda menyebutkan bahwa PBI memerlukan sekitar 4% atau tujuh juta pemberi suara untuk mengamankan kursi mereka di level nasional.
Menurut penuturan Dian, PBI telah memiliki wacana untuk ikut intervensi dalam politik electoral sejak tahun 1998 dengan membangun parpol alternatif, menjadi caleg dengan masuk ke berbagai parpol secara personal, serta menjadi caleg melalui program Buruh Go Politic. Dian menambahkan bahwa dalam intervensi tersebut terdapat beragam tantangan mulai dari money politic, kekuatan oligarki, fragmentasi gerakan buruh, pengorganisasian buruh yang masih lemah, dan kebutuhan aliansi luas untuk mendukung pengorganisasian politik kelas pekerja. (/dt)