Yogyakarta, 14 Juni 2024—Berbagai wacana pengembangan sektor pariwisata di Kabupaten Gunungkidul memerlukan kolaborasi dari berbagai pemangku kepentingan, baik dari pemerintah, akadmisi, hingga koalisi masyarakat guna menjaga kelestarian air di ekosistem karst.
Ruang Publik Forum merupakan kegiatan yang diinisiasi mahasiswa magister Manajemen dan Kebijakan Publik UGM sebagai wadah merumuskan alternatif dan solusi keberlanjutan ekosistem karst yang selaras dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) ke-6 yaitu menjamin ketersediaan serta pengelolaah air bersih dan sanitasi yang berkelanjutan.
Dalam focus group discussion bertajuk “Langkah Kolaboratif dalam Menjaga Kelestarian Air ditengah Pengembangan Pariwisata di Kawasan Karst Kabupaten Gunungkidul”, berbagai tokoh lintas sektor menyampaikan pentingnya menjaga kelestarian sumber daya air di Gunungkidul yang menyimpan sejuta potensi.
Hal ini mendorong pembangunan pariwisata yang melibatkan semua pemangku kepentingan, pun juga masyarakat. Pengembangan pariwisata yang dilakukan oleh pemerintah dan pengusaha/investor pada kawasan karst Gunungkidul perlu memperhatikan kembali analisis dampak lingkungan atau AMDAL untuk menciptakan pariwisata yang berkelanjutan.
“Bahwa sesungguhnya menjaga keseimbangan antara pariwisata dan kelestarian lingkungan, telah menghadirkan tantangan yang semakin dinamis dan kompleks,” kata Fendi Saputra dalam pengantar diskusi.
Dewi, selaku perwakilan Direktur Bina Pengelolaan dan Pemulihan Ekosistem KLHK RI, menekankan bahwa ekosistem karst merupakan salah satu ekosistem yang penting sehingga perlu memperhatikan konservasi yang sesuai dengan prinsipnya.
Adapun, prinsip konservasi meliputi perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan secara lestari. Melalui tiga prinsip tersebut masyarakat bisa memperoleh keuntungan untuk menunjang kesejahteraan melalui pemanfaatan hutan, tumbuhan, atau satwa liar.
Meskipun demikian, sistem karst Gunungkidul rentan terhadap ketergantungan sumber air bawah tanah. Hal ini memerlukan perhatian khusus dalam pengelolaannya.
“Bagaimanapun cara memanfaatkan atau melindungi suatu ekosistem, potensi air, kita perlu berkerja bersama-sama. Baik kami pemerintah pusat, daerah, dinas, kemudian akademisi juga, komunitas, swasta masyarakat, dan media dalam hal ini penting untuk mensosialisasikan kebijakan,” tambah Dewi.
Sementara itu, sektor pariwisata sendiri dinilai merupakan sektor yang rentan. Menurut Bintang Hanggono dari Koalisi Masyarakat Peduli Pegunungan Sewu, industri pariwisata di Indonesia pernah menurun karena travel warning atau peringatan untuk tidak bepergian ke daerah tertentu karena alasan keamanan.
Peringatan tersebut beberapa kali dilakukan terhadap Indonesia sehingga arus wisatawan internasional menurun drastis. Terlebih ketika pandemi covid-19 banyak pelaku industri pariwisata yang mengibarkan bendera putih sebagai simbol keputusasaan akan krisis yang mereka hadapi.
Dengan demikian, melalui forum ini diharapkan bisa mengetahui peluang serta tantangan kelestarian air terkhusus pada wilayah karst di Gunungkidul. Selain itu, besar harapan bersama untuk tercipta relasi dan kerjasama yang kokoh untuk menjaga kelestarian air yang menjadi bagian integral dari pengembangan pariwisata berkelanjutan. (/noor)