RingkasJurnal #2 – Cerita Musisi DIY Indonesia dalam Kajian Terbaru Dosen FISIPOL UGM

Di tengah dunia kerja yang semakin tidak pasti, para musisi muda Indonesia memilih jalur yang tak biasa. Mereka membangun karier tanpa manajer, tanpa label besar, tanpa kontrak eksklusif—semuanya dikerjakan sendiri, berbasis komunitas, dan penuh semangat kolaborasi. Jalan ini dikenal sebagai karier Do It Yourself (DIY). Tapi seperti namanya, hidup mandiri bukan berarti mudah.

Fenomena inilah yang dikaji secara mendalam oleh Oki Rahadianto Sutopo, dosen Departemen Sosiologi FISIPOL UGM, bersama Dan Woodman (University of Melbourne), dalam publikasi ilmiah terbaru mereka berjudul “Socius Improvisus: Young Musicians, DIY Careers and Uncertainty in Indonesia” yang diterbitkan oleh Journal of Youth Studies (Desember 2024).


Improvisasi dan Solidaritas dalam Karier Musik Alternatif

Berangkat dari wawancara dengan 35 musisi muda di kota-kota besar seperti Yogyakarta, Jakarta, dan Bandung, jurnal ini menyoroti bagaimana mereka membangun karier di tengah tantangan ekonomi, tekanan sosial, dan keterbatasan infrastruktur.

Alih-alih mengandalkan jalur industri musik konvensional, para musisi ini mengembangkan jaringan berbasis kedekatan sosial dan nilai kolektif. Mereka menjual rilisan fisik sendiri, mengatur tur musik DIY, bahkan menciptakan komunitas yang saling menopang secara emosional dan finansial.

Dalam konteks ini, penulis memperkenalkan istilah “socius improvisus”—konsep baru yang menggambarkan bagaimana anak muda di Indonesia mengimprovisasi kehidupan dan karier mereka bersama orang lain, bukan sebagai individu yang sepenuhnya mandiri. Ini merupakan kritik terhadap konsep “entrepreneurial self” yang banyak dipakai dalam kajian pemuda di negara-negara Barat.


Lebih dari Musik, Ini Soal Ketahanan Sosial

Jurnal ini juga menampilkan kisah nyata, seperti Shindy, seorang vokalis yang juga bekerja di media dan fotografer lepas untuk menopang kehidupannya. Atau Tria, drummer yang mengatur tur band-band Asia secara mandiri demi membangun jejaring untuk band-nya sendiri.

Ada pula Budi, pemilik toko rekaman DIY di Jakarta, yang dulu sempat bekerja sebagai asisten pengacara hingga akhirnya memilih jalan musik yang lebih sesuai dengan nilai hidupnya. Kisah-kisah mereka memperlihatkan bahwa karier kreatif tak selalu berarti kestabilan finansial, tapi justru membutuhkan keberanian untuk terus berimprovisasi — dan itu dilakukan bersama komunitasnya.


Kontribusi dari Global South untuk Dunia

Lebih dari sekadar laporan etnografi, jurnal ini juga mengusulkan cara baru membaca kehidupan anak muda di Global South, khususnya Indonesia. Di tengah narasi global tentang pemuda yang fleksibel dan kompetitif, socius improvisus justru menegaskan bahwa kolektivitas, jaringan sosial, dan nilai kebersamaan tetap jadi fondasi penting dalam membentuk masa depan.


Dukungan pada SDGs

Penelitian ini juga relevan dengan berbagai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), seperti:

  • SDG 4: Pendidikan Berkualitas, melalui pembelajaran berbasis komunitas dan praktik kreatif.

  • SDG 8: Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi, lewat penciptaan ekosistem kerja kreatif alternatif.

  • SDG 10: Mengurangi Ketimpangan, dengan membuka peluang karier untuk anak muda dari latar belakang non-privilege.


Baca selengkapnya di jurnal resmi:
👉 https://doi.org/10.1080/13676261.2024.2446966