FISIPOL UGM Gelar Bedah Buku Melawat ke Asia: Menggugah Kesadaran Baru tentang Keterhubungan Asia Tenggara

Yogyakarta, 7 November 2025─Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada menggelar diskusi dan bedah buku Melawat ke Asia karya Dr. Priyambudi Sulistiyanto, Jumat (7/11/2025), di Auditorium Lantai 4 FISIPOL UGM. Menghadirkan dua penanggap, yaitu Dr. Muhammad Rum dan Achmad Munjid, Ph.D., serta dipandu oleh moderator Yulida Nuraini Santoso, M.Sc, kegiatan ini mengupas tuntas apa yang dituliskan oleh Dr. Priyambudi dalam karya buku terbarunya.

Dalam paparannya, para penanggap memberikan apresiasi atas buku yang dinilai informatif dan mampu membuka perspektif baru mengenai kompleksitas hubungan antarnegara di kawasan Asia Tenggara. Buku ini menekankan bahwa negara-negara di kawasan tidak berdiri sendiri, melainkan saling terhubung dan saling bergantung, baik pada masa kini maupun masa lalu.

Sejumlah bagian dalam buku memantik refleksi mendalam, termasuk catatan perjalanan penulis ke Myanmar. Lokasi-lokasi yang dikunjungi menggambarkan betapa mahasiswa dan masyarakat pernah memperjuangkan demokrasi dengan penuh keberanian. Bagian lain yang menonjol, seperti kisah mengenai ikan teri pada halaman 189, menunjukkan bahwa komoditas sederhana bisa menjadi simpul penting yang menghubungkan Australia, Filipina, Indonesia, hingga Tiongkok.

Penanggap juga menyoroti pendekatan penulisan yang digunakan Priyambudi, yakni perspektif Global South epistemology. Dengan melihat perkembangan politik Asia melalui pinggiran dan wilayah yang termarjinalisasi, penulis menghadirkan sudut pandang yang berbeda dari kajian Asia pada umumnya. Pendekatan ini memosisikan peristiwa-peristiwa kecil atau lokal sebagai bagian dari dinamika global yang saling terkait.

Diskusi juga menyinggung relevansi buku ini dengan karya Asia Before Europe, yang menekankan bahwa batas Asia Tenggara bersifat cair dan terbuka. Melalui aktivitas perjalanan, penulis dianggap berhasil menunjukkan bagaimana rasa kebersamaan regional dapat melampaui batas geografis dan politik.

Selain itu, muncul refleksi kritis mengenai judul Melawat ke Asia yang menunjukkan posisi penulis sebagai “tamu”. Hal ini mengundang pertanyaan mengenai jarak pandang penulis serta tanggung jawab intelektualnya sebagai akademisi Indonesia yang berkarya di Australia.

Para penanggap mengingatkan bahwa Indonesia masih memiliki keterbatasan dalam kajian kawasan dibandingkan negara seperti Vietnam yang memiliki banyak ahli regional. Karena itu, buku ini dianggap sebagai kontribusi penting untuk menghidupkan kembali minat dan kesadaran akan pentingnya kajian Asia dan Asia Tenggara di Indonesia.

Sebagai masukan untuk karya berikutnya, penulis disarankan untuk mengembangkan buku berbasis tema agar memberi ruang refleksi yang lebih kuat, alih-alih berbasis kronologi perjalanan.

Diskusi yang dihadiri mahasiswa, dosen, dan publik umum ini berlangsung hangat dan interaktif, menegaskan kembali bahwa memahami Asia tidak hanya melalui batas-batas negara, tetapi melalui keterhubungan manusia, sejarah, dan pengalaman lintas kawasan.