Yogyakarta, 27 November 2025─Tim PKM-RSH Komunitas Marah-Marah Universitas Gadjah Mada menorehkan prestasi membanggakan pada ajang Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) ke-38 di GOR JK Arenatorium Universitas Hasanuddin, Makassar pada Kamis (27/11) lalu. Dalam kompetisi ilmiah mahasiswa terbesar di Indonesia tersebut, tim berhasil meraih Juara 2 pada kategori Poster PKM-RSH 2 dan membawa pulang medali perak. Pencapaian ini menjadi pengakuan atas kualitas penelitian mereka tentang dinamika komunitas digital di platform X, sekaligus menegaskan bahwa kajian mengenai budaya bermedia dan komunikasi daring memiliki kontribusi penting dalam khazanah ilmu sosial-humaniora Indonesia.
Prestasi tersebut berangkat dari penelitian berjudul Antara Safe Space dan Toxic Space: Studi Ekologi Media terhadap Komunitas Marah-Marah di Media Sosial X, yang dilaksanakan oleh Tim PKM-RSH Komunitas Marah-Marah Fisipol UGM yang beranggotakan Muh Faiq Fauzan, Fanisa Ratna Dewi, Debora Magdalena Marchya Sihombing, Muhammad Syukur Shidiq, dan Adelia Pradipta Nasyaputri, di bawah pendampingan Mashita Phitaloka Fandia Purwaningtyas, S.I.P., M.A.
Penelitian ini berfokus pada fenomena Komunitas Marah-Marah, sebuah komunitas daring yang menjadi ruang bagi warganet mengekspresikan kemarahan, keresahan, dan emosi negatif lainnya. Menurut ketua tim, Muh Faiq Fauzan, dinamika komunitas ini mencerminkan perubahan cara masyarakat Indonesia mengelola emosi di ruang digital. Pertumbuhan anggota yang meningkat tiga kali lipat dalam satu tahun menandakan kebutuhan besar masyarakat terhadap ruang aman untuk meluapkan tekanan emosional. Namun, pertumbuhan ini juga diikuti dengan peningkatan komentar ofensif, serangan personal, dan potensi diskriminasi digital.
Dalam menelaah fenomena tersebut, tim menggunakan Teori Ekologi Media Marshall McLuhan, yang menekankan bahwa media tidak hanya menyampaikan pesan, tetapi juga membentuk cara berpikir dan pola interaksi penggunanya. Dengan metode mixed-method, tim melakukan observasi partisipatoris, survei terhadap anggota komunitas, dan wawancara mendalam untuk memahami pengalaman pengguna secara lebih komprehensif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Komunitas Marah-Marah memiliki dua sisi yang sangat kontras. Di satu sisi, ia menjadi safe space yang menawarkan rasa keterhubungan emosional, ruang curhat tanpa penghakiman, serta dukungan psikososial antarpengguna. Namun di sisi lain, komunitas ini juga dapat berubah menjadi toxic space yang memfasilitasi komentar bernada kebencian, pelanggaran privasi, hingga potensi cyberbullying.
Lebih jauh, temuan penting lainnya adalah bahwa Komunitas Marah-Marah berfungsi sebagai wadah atensi dan sarana penyelesaian masalah. Banyak pengguna memanfaatkan komunitas ini untuk mencari saran, validasi sosial, hingga solusi praktis mengenai persoalan pribadi. Fungsi ini menunjukkan bahwa komunitas daring bukan sekadar ruang pelampiasan emosi, tetapi juga arena problem-solving yang berbasis solidaritas digital.
Rangkaian temuan tersebut tidak hanya membawa tim hingga ke panggung PIMNAS, tetapi juga memperkuat urgensi literasi digital dalam menciptakan ruang daring yang lebih sehat, empatik, dan inklusif. Ke depan, Tim PKM-RSH Komunitas Marah-Marah berencana menyusun artikel ilmiah untuk memperkaya khazanah kajian media dan budaya digital, serta mendorong diskusi akademik lebih luas mengenai ekologi interaksi di komunitas daring.