Bulaksumur- Humanity First dan Sociology Research Center (SOREC), UGM menggelar symposium internasional di University Club (UC), Rabu (8/10) kemarin. Acara ini diselenggarakan sebagai upaya pentingnya pendidikan multikultural dan merespon dinamika konflik antar kultur yang kerap terjadi. Tidak kurang dari 200 peserta hadir dalam seminar tersebut.
Indonesia sebagai negara multikultur seyogianya melakukan pendidikan keberagaman. Upaya ini dilakukan dalam merespon hadirnya konflik yang pasti terjadi dan mereduksi kekerasan yang ditimbulkan. Hal serupa diungkapkan Dra. Khofifah Indar Parawansa dalam symposium tersebut dengan mengatakan, “Untuk mereduksi kesenjangan wilayah, negara harus meratakan pembangunan dan menggalang dialog antar kelompok”.
“Sebagai jalan keluar, studi lintas kultural diperlukan dalam upaya meng-counter prasangka buruk kebudayaan lain,” ungkap Alissa Wahid, M.Si . Turut hadir sebagai pembicara yakni delapan orang yang concern dalam isu perdamaian dan multikultural diantaranya Dr. Iftikhar Ahmed Ayaz, Dr. Siti Ruhaini Dzuhayatin, MA, Dra. Khofifah Indar Parawansa, Romo Patrick Edward Charlie, The Team of Humanity First, Prof. Dr. Sunyoto Usman dan Lambang Trijono, MA. Simposium ini dibagi kedalam dua tema besar pembahasan. Diskusi pertama bertema Diskursus Multikulturalisme dan Perdamaian. Kemudian dilanjutkan dengan Proses Pembelajaran Multikulturalisme dan Perdamaian di Indonesia. (oprc).