Kehadiran KASN membawa angin segar perubahan dalam tubuh birokrasi pemerintahan, dari pusat hingga daerah. Keberadaannya menjadi penyeimbang KMP dalam mengangkat dan mencopot pejabat tinggi.
Ruang rapat Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), di lantai III Gedung Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) terlihat belum komplet. Baru berisi meja rapat plus sejumlah mikrofon meeting dan beberapa kursi. Rapat belum berlangsung intensif. “Belum bergerak, belum dilantik”, kata Ketua KASN, Sofian Effendi, penuh senyum ketika dijumpai Hendri Roris Sianturi dari GATRA, Senin lalu.
Maklum semenjak diangkat Presiden SBY melalui Keputusan Presiden (KEppres) Nomor 141/M/2014 pada 30 September lalu, hingga kini ketujuh komisioner KASN terpilih belum juga mengetahui jadwal pelantikkannya. Namun. setidaknya masalah pembagian wilayah kerja sudah terbagi. rencananya, stiap komisionee KASN bertanggung jawab atas beberapa provinsi. ” Satu komisioner bertugas memantau dua sampai tiga provinsi,” kata Sofian.
Sebagai komisi baru, KASN memang mempunyai beban berat yang menanti. Pasalnya, sebagai lembaga yang dibentuk berdasarkan amanah UU Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) ini, nantinya menjadi penyambung kekuasaan presiden, dalam hal monitoring, evaluasi pelaksanaan kebijakan dan memanajemen ASN.
Adapun perincian tugas komisi yang dibentuk tanpa melalui DPR-RI ini terfokus kepada menjaga netralitas pegwai ASN, melakukan pengawasan atau pembinaan profesi ASN, dan melporkan pengawasan serta evaluasi pelaksanaan kebijakan manajemen ASN kepada presiden. Terutama, melakukan pengawasan dalam proses pengangkatan pejabat tinggi dari pusat hingga daerah, bahkan utnuk TNI/Polri yang duduk di jabatan ASN.
Wakil Menteri PAN-RB, Eko Prasojo, mengakui bahwa selama ini ASN hanya sebgaai beban negara. Lantaran belum adanya pembinaan dan pengawasan yang baik. Parahnya, banyak birokrasi yang sering diintervensi oleh kepentingan politik. Akibatnya, tenaga birokrasi tidak profesional dan independen. “UU ASN ini ditunjukkan untuk melindungi dan menciptakan meritokasi dalam birokrasi. dengan begitu, pejabat birokrasi tidak mudah diberhentikan atau di-nonjob-kan tanpa adanya pertimbangan-pertimbangan kompetensi dan kinerja yang dimiliki,” katanya kepada GATRA.
Dalam pantauannya, sejauh ini masih banyak pejabat birokrasi yang tiba-tiba dimutasi dan diberhentikan karena perbedaan pandangan politik, termasuk soal pilkada di daerah. Bahkan penunjukan para pejabat tinggi lebih dikarenakan kedekatan, bukan kompetensi. “Karena itu, KASN ada akan menjadi KPK-nya pegawai ASN. Dialah yang mengawasi kalau ada pelanggaran integritas dan penyalahgunaan wewenang oleh pejabat dalam kepegawaian,” katanya.
Salah satu contoh kepala daerah yang kerap kali memutasi pejabat adalah Bupati Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), Rita Widyasari. Tercatat pada Mei 2014 ia memutasi 59 pejabat eselon III dan IV. Tak lama berselang, tepatnya bulan lalu ia kembali memutasi pejabat eselon II , III dan IV sebanyak 157. “saya memang paling sering memutasi. Tapi saya memberikan tenggang waktu kepada mereka. Kamu harus menyelesaikan ini, ada waktunya dan sesegera mungkin. Kalau tidak mampu ya dicopot,” katanya ketika dihubungi GATRA melalui telepon seluler, Senin lalu.
menurut Rita, banyaknya pejabat yang dimutasi semata-mata sebagai salah satu strategi untuk menciptakan kinerja yang baik di lingkungan Pemkab Kukar. Kendati demikian, wanita yang juga menjabat sebagai Ketua DPD Partai Golkar Kabupaten Kukar itu mengakui masih banyak di daerah yang pencopotan eselon II kerap kali terjadi bukan karena sistem merit, melainkan karena adanya kedekatan dengan kepala daerah. “Tapi kalau dagang jabatan, tempat saya nggak ada sama sekali. Boleh ditanya,” ucapnya.
Nah, itu untuk mengantisipasi permasalahan itu., Sofian Effendi, yang juga mantan rektor Universitas Gadjah Mada ini, meyakini KASn akan membangun aparatur sipil negara yang profesional. Bahkan, melihat gejolak politik yang ada, terkait permasalahan kemenangan Koalisi Merah putih (KMP) di parlemen dan disahkannya RUU Pilkada melalui dewan perwakilan rakyat, komisi yang dipimpinnya berani disebut penyeimbang KMP di daerah. “Kita akan memperkuat presiden terpilih dan wakil presiden terpilih menghadapi DPR yang seperti itu,” katanya.
Dalam hal ini, ia melihat KMP pastinya akan lebih dominan dalam menaruh kepala daerah dalam pilkada serentak yang berlangsung 2015 nanti. Karena itulah, menurut Sofian, KASN akan berupaya menegakkan sistem merit dalam manajemen pegawai ASN, termasuk yang paling pokok adalah pengangkatan pejabat tinggi di pemerintah daerah, mulai dari kabupaten/kota, provinsi sampai tingkat nasional. “Itu harus dilakukan berdasarkan the right man the right place. Jadi walaupun di daerah dikuasai KMP, tidak boleh juga mereka sembarangan mengangkat tim-tim suksesnya di dalam kedudukan dan abatan,” ujarnya.
Lebih jauh Sofian menilai, gerakan KMP yang menguasai DPR dan DPRD memiliki cita-cita ingin menjatuhkan dan merebut pemerintahan Jokowi-JK. Hanya saja, sambungnya rencana tersebut sulit terwujud jika kabinet baru nanti kuat dan profesional. “Dan satu lagi, birokrasinya pun betul-betul profesional. Jadi ini sangat penting. Biarin mereka (KMP) menguasai politik, tapi teknokratik ini dikuasai oleh presiden. Dan teknokratik ini adalah kabinetnya, profesional birokrasinya profesional,” ujarnya.
Karena itu, KASN akan mengantisipasi pengangkatan dan mutasi jabatan yang dilakukan tanpa memperhatikan pertimbangan merit sistem. Sofian menuturkan, jika birokrasi diintervensi oleh kekuatan politik, birokrasi pemerintahan tidak akan stabil. “birokrasi itu yang kita mantapkan sehingga dia menjadi alat pembangunan bangsa yang kuat dan profesional. Tidak ada pengaruh dan pertimbangan politik,” kata Sofian, yang pernah menjabat Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) ini.
Terlebih, keputusan dan rekomendasi KASN adalah final dan mengikat. Lalu rekomendasi tersebut dapat disampaikan kepada presiden melalui pemegang kekuasaan pemerintahan dan pendelegasian kepada menteri, gubernur, dan bupati/walikota. “Jadi kalau ada bupati/walikota yang seenak-enaknya, maka KASN akan merekomendasikan kepada presiden untuk membatalkan keputusan kepala daerah tersebut,” kata Eko Prasojo.
Dalam prosesnya, rekomendasi KASN yang berdasarkan hasil pengawasan, jika terjadi di kabupaten/kota, akan diberikan kepada bupati/walikota terlebih dahulu. “Kalau nggak juga ditanggai, ke gubernur sebagai wakil pemerintah pusat. Kalau tidak juga, baru kepada presiden. Jadi bertahap. Nggak semua kasus kepada presiden. Abis waktunya presiden,” katanya.
Nah, kepala daerah yang tidak menggubris atawa membandel atas rekomendasi KASN, kata Eko, akan mendapat sanksi dari pemerintah pusat. Yakni, dengan menutup akses kepegawaian pejabat yang telah diangkat kepala daerah secara sepihak oleh BKN. Lalu, pemerintah pusat juga tidak akan menaikkan pangkat dan gaji serta tunjangannya tidak akan dibayar. “Jadi ini memang ada di UU ASN dan satu lagi di UU Administrasi Pemerintahan. Jadi, ASN yang tidak mematuhi peraturan presiden bisa dijatuhi sanksi,” katanya.
Sementara itu, Rita Widyasari, politikus Golkar, menanggapi positif pembentukan KASN. Karena, dengan adanya KASN dapat memantau proses seleksi pejabat tinggi di daerah, Bahkan lebih jau Rita meyakini bahwa KASN tidak akan menghambat kekuasaan KMP hingga daerah. “Jangan berpikir negatif. Saya saja mau koalisi dengan PDIP. Jadi jangan berburuk sangka,” katanya santai.
Erwan Agus Purwanto, Dekan Fisipol UGM, menyatakan bahwa kehadiran komisi baru ini sangat diharapkan. Karena nantinya mampu menciptakan ASN menjadi profesional dan bebas kepentingan politik. “Karena selama ini memang PNS kerap diasosiasikan dengan pegawai yang kurang profesional dan mudah dimobilisir oleh kepentingan politik tertentu,” katanya kepada wartawan GATRA Purnawan Setyo Adi. (dilansir dari sumber GATRA, 16-22 Oktober 2014, halaman 93-94)