Jumlah transaksi keuangan yang mencurigakan di DIY sebanyak 178 laporan merupakan pertanda jumlah transaksi mencurigakan tidak sedikit dan perlu diwaspadai. Pasalnya, transaksi mencurigakan dapat mengindikasikan adanya suap atau pencucian uang dari hasil tindak pidana yang terjadi.
“Memang banyaknya transaksi mencurigakan belum tentu tindak pidana yang terjadi juga banyak, karena transaksi-transaksi itu perlu dilakukan analisa dan penyelidikan. Meski demikian, banyaknya transaksi mencurigakan perlu diwaspadai dan diantisipasi sebelum merugikan negara,” tutur Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT) UGM Yogyakarta, Hifdzil Alim, beberapa hari lalu.
Jika dibandingkan 2014, mulai Januari hingga Maret, ada 105 LKTM dan di tiga bulan pertama 2015 yang mencapai 178 transaksi keuangan mencurigakan di DIY, maka terjadi penambahan sekitar 41 persen. Pertumbuhan transaksi mencurigakan di DIY tergolong pesat.
“Dengan pertumbuhan itu, Pemda DIY harus lebih berhati-hati dan melakukan kegiatan pencegahan. Kegiatan pencegahan harus segera dilakukan untuk menghalau suap dan pencucian uang di DIY,” tegas Hifdzil.
Dari pemberitaan di media, lanjut Hifdzil, pertumbuhan jumlah transaksi keuangan mencurigakan dari tahun ke tahun tidak hanya terjadi di DIY, tetapi juga secara nasional. Hal itu menunjukkan adanya peningkatan transaksi tersebut.
“Dengan pertambahan banyaknya jumlah transaksi, hal itu perlu adanya pengawasan lebih dan tindak lanjut yang berkesinambungan. Pasalnya, modus-modus dalam melakukan transaksi mencurigakan terus berkembang supaya tidak terlacak oleh PPATK maupun pihak berwenang,” jelasnya.
Laporan yang diterima pihak PPATK dan telah dianalisa serta dilaporkan ke pihak yang berwenang seperti kepolisian, BNN, kejaksaan, dan sebagainya, harus segera ditindaklanjuti. Para pelaku harus mendapatkan hukuman sebagai bukti penegakan hukum di Indonesia, sekaligus untuk menumbuhkan efek jera dan tindakan yang tidak melanggar hukum.
‘Pemerintah juga perlu menyadari dan mengantisipasi bertambahnya lagi transaksi yang mencurigakan dari tahun ke tahun. Regulasi atau upaya preventif untuk membatasi timbulnya transaksi yang mencurigakan perlu dilakukan. Hal itu untuk mengantisipasi terjadinya suap dan pencucian uang,” imbuhnya.
Sementara itu, pengajar Magister Administrasi Publik (MAP) Universitas Gadjah Mada, Profesor Wahyudi Kumorotomo mengatakan , jumlah laporan transaksi keuangan mencurigakan bukanlah yang harus dititikberatkan. Namun poin yang terpenting ialah tidak lanjut dari aparat hukum setalah menerima laporan dari PPATK tersebut.
“Banyak atau tidaknya laporan transaksi mencurigakan itu yang paling penting ialah tindak lanjutnya. Kita bisa mendesak penegak hukum dan kejaksaan untuk bergerak menindaklanjuti laporan itu. Pegiat antikorupsi seperti ICW atau JCW nanti dapat mengingatkan betul, supaya penegak hukum menindaklanjutinya,” jelas Wahyudi.
Wahyudi menambahkan, LKTM yang telah dibuat dan diserahkan PPATK kepada penegak hukum, jangan hanya berhenti sebagai laporan formal saja. Penindakan harus dilakukan supaya tidak menimbulkan penyimpangan-penyimpangan lebih lanjut.
Apabila kejaksaan tidak dapat diandalkan oleh publik dalam menindaklanjuti LKTM, lanjut Wahyudi, kita mendorong KPK untuk turun tangan, namun personil dari KPK juga terbatas. “Kalau merasa berada di zona yang aman saja dan masyarakat tidak waspada maka Indonesia bisa terpuruk lagi,” tuturnya.
Selain itu, baik pemerintah pusat maupun daerah jangan sampai turun dalam berkomitmen dalam memberantas korupsi. “Jangan sampai hanya demi kepentingan politik sesaat, komitmen dan integritas itu turun, termasuk di Kota Jogja ini,” pungkas Wahyudi. (dilansir dari Tribun Jogja, Rabu 22/4/2015, halaman 1)