Bunuh diri merupakan tindakan yang bisa mematikan. Tanda-tanda yang ditinggalkan dengan aksi bunuh diri tersebut harus dilihat secara jeli. Bila tidak ada kemungkinan besar bukan tindakan bunuh diri. Kemungkinan korban dibunuh.
Jika kemudian ada indikasi bekas lekukan di leher seperti dicekik atau dijerat tali, maka harus dilihat efeknya. Orang yang dicekik atau gantung diri biasanya akan mengeluarkan sperma. Tentulah visum dokter bisa menguak sebab kematiannya.
Karena, bunuh diri itu tidak mudah. Orang tidak akan mungkin bunuh diri hanya dengan memukulkan benda tumpul ke dirinya sendiri. Karena ketika sakit, dia pasti berhenti. Orang yang memukuli dirinya sendiri itu tak mungkin sampai mati.
Mengenai keberadaan surat berisi pesan yang diduga tulisan tangan Akseyna, bisa asli bisa alibi. Surat itu mesti diungkap siapa penulisnya dengan teknik forensik. Pembanding bisa dicari dari mana saja. Mungkin dari catatan kuliahnya.
Karena pada saat perkuliahan orang tidak mungkin mencatat hanya menggunakan gawai, pasti orang juga akan menulis tangan. Apabila ada tandatangan, hal itu bisa dibandingkan dengan tanda tangan yang sebelumnya.
Tapi kalau menurut saya, kalau ingin meneliti tulisan itu harus ada basic baseline data tulisan korban dalam aktivitas lain. Karena pada dasarnya, tulisan bisa dideteksi dari keajegan-keajegannya.
Surat itu juga perlu diketahui isinya seperti apa? Karena orang yang bunuh diri atau orang yang dibunuh, itu sama-sama memiliki landasan. Soal lain seperti ada teman korban yang masuk ke kamar Akseyna juga perlu didalami.
Berarti dia memiliki hubungan dekat dengan korban. Kedekatan dia dengan korban ini sebagai apa? Meskipun tidak bisa kemudian tergesa-gesa menuduhnya sebagai pembunuhnya. Motifnya masuk ke kamar korban harus diungkap.
Telusuri juga alat komunikasi korban, karena disitu bisa membantu penyelidikan.
Orang melakukan komunikasi positif atau negatif untuk zaman sekarang pasti dimulai atau diselingi melalui alat komunikasi.
Kunci sukses pengungkapan kasus ini antara lain visum/ otopsi harus jujur. Kalau hasilnya diintervensi, sulit mengungkap motif kematian korban. Polisi harus terbuka, laboratorium juga harus transparan. (dilansir dari Tribun Jogja, Senin 26/4/2015, halaman 1)